010
Riki mengedarkan pandangannya ke setiap titik sudut panti asuhan itu.
Banyak anak kecil yang menghampirinya menimbulkan sebuah senyum kecil di wajahnya.
“Kakak, kakak namanya siapa?” Tanya anak kecil yang mendongak ke arahnya itu.
Riki mensejajarkan dirinya dengan berjongkok. “Nama kakak, kakak Riki.”
“Kakak Iki?” Ucapnya.
Riki tersenyum gemas. “Iyaa kakak Iki.”
Dia menoleh menatap kedua temannya dengan ekspresi aneh. “Gemes banget anj—” Riki melipat bibirnya sebelum kata itu lolos dari sana.
Riki terkekeh.
Seorang wanita paruh baya menghampiri mereka dengan memapah seorang gadis yang Juan kenal.
Dia Kana.
Sean menyenggol lengan Juan yang melamun. “Gebetan?”
Juan hanya membalas dengan tatapan malas yang malah mengundang ejekan dari Sean dan Riki.
“Pantesan, gue bingung kenapa Juan tiba-tiba pengen kesini. Ternyata.” Bisik Riki agak keras sengaja agar Juan mendengarnya.
“Brisik anjing.” Balas Juan dengan suara yang dikecilkan sebisa mungkin.
“Saya ibu Lina, yang ngurus panti nak.”
Sean mengambil tangan ibu Lina menciumnya sopan dan disusul Riki dan Juan.
“Nak Juan kan? Yang kemarin anterin Kanaya pulang?” Tanya Ibu Lina saat menatap Juan.
Juan mengangguk.
“Makasih ya nak udah bantuin Kanaya.”
“Sama-sama bu, bukan apa-apa juga kok cuma nganterin aja.”
Ibu Lina tersenyum. “Ibu masuk dulu kalau begitu, Kanaya temenin mereka dulu ya? Ibu mau buat minuman.”
Kanaya mengangguk. “Iya bu.”
“Hai Kanaya, gue temennya Juan.” Riki mengulurkan tangannya. “Gue Riki.”
Gadis itu tersenyum ramah tanpa membalas uluran tangan dari Riki dia menjawab. “Panggil Kana aja ya Ki.”
Riki mengangkat kedua alisnya menatap Sean bingung.
Mereka berdua beralih menatap Juan.
Juan hanya memberikan jawaban dengan menggerakkan tangannya yang bisa langsung mereka mengerti.
“Kalo gue Sean.”
“Halo Sean.” Sapa Kana membuat Sean tersenyum.
“Kakak Naya, kakak ganteng ini siapa?” Tanya seorang gadis yang tadi menanyai Riki.
“Ini kakak Iki.” Jawab Riki.
“Bukan kakak Iki, tapi kakak ganteng ini.” Gadis kecil itu menggeleng lalu menunjuk Juan yang mengundang gelak tawa mereka. Kecuali Riki tentunya.
“Kakak namanya Juan.”
“Ooo Kakak Juju. Kalo ni?” Tanya nya kembali menunjuk Sean.
“Aku kakak Sean.”
Gadis kecil itu mengangguk. “Kakak Iki, kakak Ean, Kakak Juju. Pacarnya Kakak Naya yang mana?”
Mata Kanaya membulat. “Sayang, kakak Naya gapunya pacar. Gaboleh pacaran dulu, belum gede.”
Jawaban Kanaya membuat Riki dan Sean terkikik meledek Juan sedangkan gadis kecil itu merenggut sedih.
“Yauda aku pergi dulu, kalo balik lagi kakak Naya harus punya pacar ya.” Gadis kecil itu terkikik lalu berlari menjauh.
“Lucu banget, namanya siapa Kana?” Tanya Riki.
“Namanya Lila.”
Riki mengangguk.
Mereka menghabiskan sore dengan gelak tawa akibat lelucon dari Riki.
Juan hanya mengamati Riki yang jahil yang akhirnya bisa berbaur dengan anak panti dan bermain bersama dengan Sean.
Dia menatap gadis di sebelahnya yang tersenyum.
“Kok lo senyum senyum sendiri?”
“Aku seneng, anak-anak bisa ketawa puas banget. Meskipun aku gabisa liat, aku tau mereka pasti seneng banget main sama Riki sama Sean.”
Juan mengangguk. Lagi-lagi gadis ini membuatnya penasaran.
“Kana senyum dikit, gue fotoin ya.”
Kana mengangguk senang dan tersenyum lebar membuat matanya menyipit.
“Yeu Juan malu-malu kucing lu ye.” Protes Riki saat melihat Juan tak masuk dalam frame.
Juan tidak menjawab, hanya mengacungkan jari tengah.