053

Juan berjalan lesu memasuki panti asuhan, dia memikirkan perkataan papanya tadi.

“Kakak Naya ada kakak Juju nih.” Teriak Lila yang langsung berlari menjauh membuat kepala Juan terangkat.

Tak lama sosok yang dipanggil itu terlihat oleh netra Juan yang membuat senyumannya kembali terlukis dengan indah.

“Juan?”

“Iyaaaa.” Juan berjalan menghampiri Kana yang juga sedikit berlari.

“Eh pelan-pelan.” Juan mencoba meraih Kana namun sebelum tangannya meraih gadis itu, tersandung dan akhirnya terjatuh.

“Astaga.” Juan berjongkok memegangi bahu gadis itu khawatir.

“Lo gapapa?”

“Kana? Hey.” Suara Juan melembut.

Gadis itu mengangkat kepalanya dengan senyuman jahil. “Gapapa.”

Wajah Juan kembali datar. Dia sudah sangat khawatir tapi ternyata gadis itu tidak kenapa-kenapa.

Kana masih terkekeh mencoba berdiri namun karena terjatuh cukup keras tangannya tergores lantai tanah panti yang keras.

“Eh ini luka tangannya.” Juan menarik tangan itu khawatir. “Kan gue udah bilang hati-hati”

Juan menuntun Kana untuk duduk di kursi. “Duduk sini gue ambil p3k dulu.”

Kana tersenyum dalam diam mengetahui bahwa Juan khawatir padanya.

Lelaki itu duduk disebelahnya dengan telaten mengoles sebuah cairan yang menimbulkan rasa perih pada lukanya.

Gadis itu sesekali meringis membuat Juan berhenti dan menatapnya.

“Sakit ya?”

Kana mengangguk.

“Juan.”

Lelaki itu berdehem. “Kenapa?”

“Kenapa kamu khawatir sama aku?”

Juan hanya menghela napas lalu melanjutkan kegiatannya.

Kok diem? Tanya Kana dalam hati.

Dia menunduk bersamaan dengan sentuhan akhir Juan di tangannya dengan plester.

“Lo berharga buat gue.” Ucap Juan pelan namun bisa terdengar oleh Kana.

Gadis itu mengangkat kepalanya. “Kenapa? Aku bahkan bukan siapa-siapa Juan, aku juga ga sempurna dan gabisa lakuin sesuatu buat kamu. Aku cuma beban, kenapa aku berharga?”

Lelaki itu masih menggenggam tangan Kana menatap tepat di netranya.

Simple karena lo adalah Kana. Lo adalah orang yang sabar nunggu gue terbuka, lo ga maksa. Lo bikin gue ngerasa hidup lagi selama bertahun-tahun. Lo bukan beban Kanaya, gue bersyukur bisa kenal lo. Kalau bukan karena lo, gue mungkin masih nyimpen semua sedih gue sendirian. Lo penyelamat gue.”

Mata Kana berair, bulir air mata di pelupuknya mencoba bertahan untuk tidak menetes namun secepat kilat Juan menariknya dalam rengkuhannya sehingga bulir air mata itu tidak bisa tertahankan.

Tangan Kana terulur membalas pelukan Juan.

Juan tersenyum, memang benar kata Riki. Dirinya luluh akan bagaimana seorang Kana memperlakukannya sehingga membuat dirinya melihat sebuah harapan lagi dalam hidupnya. Dia juga sadar perubahan yang dia alami setelah bertemu dengan gadis itu. Juan yang dulunya hidup seperti batu akhirnya mulai terkikis oleh air hujan. Itu Kanaya Belvana.