169

Juan menghela napas saat dirinya harus berakhir di salah satu toko sepatu di mall yang ada di Jakarta.

Bersama gadis paling menyebalkan akhir-akhir ini.

Adel.

Mimpi apa Juan sehingga gadis cengeng itu kembali untuk mengganggu ketenangan hidupnya.

Adel yang manja itu tak mau melepaskan Juan. Tangannya terkait di lengan Juan yang bergerak mencoba melepaskan diri.

Mereka telah sampai di basement hingga tiba-tiba gadis itu mengaduh.

“Juan.”

Juan menatapnya bingung.

“Kenapa lo?”

Gadis itu menoleh dengan mata tertutup dan berair.

“Juan perih banget, there is something in my eyes.

Juan panik mencoba mendekat. “Eh kok bisa?”

Adel hanya menggeleng.

Juan mendecak. “Sini gue liat.”

Juan mendekatkan wajahnya ke wajah gadis itu lalu mencoba meniup matanya.

Adel mengerjap.

“Udah?”

Gadis itu mengangguk. “Better

Namun tiba-tiba sebuah teriakan mengalihkan perhatian mereka.

“JUAN ANJING!”

Juan menoleh dengan dahi berkerut. Riki?

Namun setelahnya matanya membulat karena dia tersungkur oleh bogeman Riki yang tiba-tiba.

“Eh lo kenapa?” Riki tidak menjawab, hanya terus menghujamnya dengan tonjokan.

“Lo brengsek bajingan!”

Adel hanya berdiri dengan air mata yang mengalir karena terlalu kaget.

“Yaelah anjing udahan woe.” Sean. Itu Sean.

Dia menarik Riki menjauh sedangkan Juan dibantu oleh Adel.

“Juan kamu gapapa?” Tanya Adel.

Juan hanya diam saat netranya menatap gadis yang datang bersama Sean.

“Kana?” Gadis itu hanya diam menatapnya dengan datar.

Kana menghela napas mengalihkan pandangan menatap Riki.

“Riki gapapa?”

Juan kaget, jelas-jelas dirinya yang babak belur namun Kana hanya menanyakan keadaan Riki.

Juan tersenyum singkat. “Lo kenapa si Ki?”

“Lo yang kenapa bangsat? Kenapa lo ngelakuin ini? Lo kalo gasuka sama Kanaya bilang jangan kayak gini!”

“Ki udah. Ini ada apasih?”

Riki menghentakkan tangan Sean yang menahannya sedari tadi. “Itu liat temen lo, biarin Kanaya sedih mikirin dia karena khawatir gara-gara ngilang gada kabar tapi ternyata dia mesra-mesraan sama ni cewek. Pake nyium segala lagi.”

Sean terkejut beralih menatap Juan. “Seriusan Ju?”

Juan menggeleng. “Engga kayak gitu Ki, lo salah paham.”

“Salah paham apaan bangsat gue jelas-jelas liat lo. Gausah ngelak! Lo gakasian apa sama Kanaya? Dia nunggu lo 5 tahun balik-balik lo campakin dia terus nyari cewe baru? HAH?!!”

Juan menatap Riki bingung. “Gue bilang lo salah paham Ki. Gue ga kayak gitu, lagian lo kenapa si? Lo suka sama Kanaya?”

“Iya gue suka sama Kanaya, kenapa? Gue udah mulai ikhlasin dia karena gue tau mau sampai kapanpun di hatinya dia ada lo tapi kelakuan lo kayak gini.” Riki tersenyum remeh. “Gue jadi mikir dua kali Ju.”

Perkataan Riki membuat Juan naik pitam. Dia mencoba melangkah memberi pelajaran namun tangannya ditahan oleh Adel.

Dia menoleh mendapati Adel yang tengah menangis. Sepertinya dia terkejur akan hal yang baru saja terjadi.

Dia menatap Kanaya, gadis itu masih setia dengan kebungkamannya. Kana hanya menatap Juan dengan tatapan yang sulit diartikan.

“Juan, take me home please” Rengek Adel.

Juan menutup matanya, menetralkan emosinya lalu berbalik.

“Cepet.” Ucapnya datar.

Dia menuntun Adel menuju mobil dan berlari kecil menuju kursi kemudi.

Dalam langkahnya dia tetap mengunci pandangannya kepada Kanaya yang juga menatapnya lekat.

Tanpa kata yang terucap, mereka berdua terluka.