2 pagi

Jungwon mengela napas, mempersiapkan diri membaca isi dari link yang dikirimkan Alvira, perempuan yang sangat berarti untuknya enam bulan belakangan ini.

Hai, hehe. Jungwon tersenyum, terbayang wajah Alvira yang tengah terkekeh saat melakukan hal konyol.

Kalau lo udah baca ini, artinya gue udah gada di dunia ini lagi. Jungwon menegang, napasnya tercekat. Dia tidak mengira akan membaca kalimat seperti ini sebagai sebuah pembukaan.

Tanpa sadar air matanya mulai menetes. Tangannya bergetar, tak sanggup membaca kalimat berikutnya.

Please jangan sedih dulu ya? Lelaki itu menarik napas panjang. Memejamkan matanya, mengumpulkan kembali keberanian agar sanggup menahan diri.

Gue mau muji lo soalnya. Jungwon mendengus.

Lo, cowok pertama yang berhasil nembus benteng yang gue pasang selama tiga tahun. Bayangan dimana dia dan Alvira pertama kali bertemu terputar di kepalanya. Saat itu, dia yang sedang berjalan di taman menemukan seorang gadis yang tengah memeluk kedua lututnya menangis di bawah perosotan mencoba menyembunyikan diri.

Siapa sangka? Gadis itu adalah gadis yang terkenal periang di sekolahnya.

Rasa penasaran akhirnya membawa Jungwon mendekati gadis itu dan saat itulah hari-harinya bersama Alvira dimulai.

Benteng yang gue pasang biar gada orang yang bisa tau siapa gue sebenernya. Jungwon sangat hapal, bagaimana tatapan tidak percaya Alvira padanya saat dia mencoba menawarkan diri menjadi rumah untuk gadis itu.

Bagaimana keadaan gue dibelakang Alvira yang dikenal ceria dan selalu ketawa.

Bagaimana cara gue lewatin setiap malam penuh tangisan dan rasa sakit karena lebam dibadan gue.

Cuma lo, cuma lo yang tau itu Jungwon. Lo harus bangga hehe.

Maaf ya? Maaf karena gue ingkarin janji gue untuk tetap ada di samping lo. Kemarin adalah hari paling buruk buat gue. Bokap gue bener-bener diluar kendali dan maaf gue ga ngehubungin lo. Gue takut, gue takut lo kenapa-kenapa karena nyoba nolongin gue.

Jungwon, terima kasih. Makasih karena lo selalu jadi tempat gue pulang. Selalu jadi penadah semua tangis gue, selalu menjadi orang pertama yang ngusap air mata gue.

Orang pertama yang nyediain bahu buat gue sandarin dan peluk buat gue tempatin.

Makasih sudah jadi orang yang gapernah nanya gue kenapa tapi malah nanya gue udah makan apa belum

Makasih udah jadi sabar nunggu gue buka hati dan akhirnya percaya sama lo.

Makasih udah jadi alasan gue hidup lebih lama.

Tapi maaf, mungkin sekarang waktunya gue pergi. Jangan sedih gara-gara gue, Jungwon. Lo berhak bahagia, ikhlasin gue ya?

Maaf gue gabisa temenin lo di hari ulang tahun lo nanti. Maaf karena gue udah ngelanggar janji gue buat tetap kuat lewatin semuanya.

Lo harus tau, gue sayang sama lo. Gue ga sakit lagi Jungwon, gue pergi dengan senyuman.

Gue bahagia karena gue bisa mengenang lo sebagai satu-satunya orang yang berharga buat gue.

Gue bahagia kenal lo, Jungwon.

Tolong jangan lakuin hal aneh, gue ngelakuin ini biar bisa gantiin lo di neraka tau. Jangan sampe apa yang gue lakuin malah sia-sia. Lo harus hidup dan STOP NGEROKOK PLEASE?!!!

—Alvira.

Jungwon tertawa. “Jahat banget lo Al, lo bilang lo bahagia tapi lo malah ninggalin gue kayak gini.”

“Lo malah bikin gue sakit Al.”

Jungwon berteriak, melempar hapenya acak.

Jiwanya ikut pergi bersama dengan tangisannya yang pecah membayangkan betapa banyak penderitaan yang harus dialami oleh Alvira bahkan di detik-detik terakhirnya dan bahkan dirinya tak ada disana menemani gadis itu.

“Lo harus hidup bahagia.” Jungwon terkekeh mengulang kalimat yang ditulis oleh Alvira. “Persetan.”