Sean tertatih memasuki cafe yang dimaksud Riki, untungnya saja lelaki itu memilih meja yang tidak jauh dari pintu masuk dan bisa ditemukan oleh Sean begitu dia menatap ke dalam cafe.

“Eh Se.”

Sean menghela napas pelan. “Mau ngomong apa Ki?”

Riki terlihat gugup, tak jarang dia menggaruk tengkuknya yang Sean yakini tak terasa gatal sama sekali. “Gini Se.”

Sean mengernyit bingung. “Kenapa?”

“Luna.” Seketika Sean meluruskan punggungnya sedikit panik.

“Kenapa Luna?”

“Eh gausah panik, dia gapapa kok. Gue cuma mau bilang kalo... hm..” Ucap Riki gugup.

“Yaelah, apaan?” Desak Sean saat hapenya berdering, itu telfon dari Juan.

“Gue suka Se sama Luna.” Sean menatapnya datar.

Jujur saja, Sean tidak mengira hal ini akan didengarnya dalam jangka waktu tiga bulan. Namun, tidak ada yang tidak mungkin. Siapa yang bisa tahan untuk tidak jatuh kedalam pesona seorang Luna Kavindra? Bahkan dirinya tidak bisa menyelamatkan diri.

Riki menggeleng. “Bukan suka lagi, gue sayang Se sama dia. Gue selalu pengen lindungin dia, gamau dia sedih.”

Sean tersenyum setelahnya. “Yaudah.”

“Hah?”

“Yaudah kalo lo sayang sama Luna, ya gapapa kenapa laporan deh.” Kekeh Sean.

“Lo gamarah Se?” Tanya Riki yang dijawab dengan gelengan oleh Sean.

“Ngapain marah anjir, gue malahan seneng. Eh udah ya, gue ada urusan.” Pamit Sean segera meninggalkan cafe karena Juan menelfonnya sejak tadi.

Dia menggeser ikon hijau di hapenya menjawab telfon Juan yang sudah kesal di seberang sana. “Iya ini balik.”

Sean lega, dia tidak perlu lagi khawatir tentang Luna karena sudah ada Riki yang bersedia mengisi tempat sebagai pelindung dan penjaga Luna.