Riki melesatkan mobilnya tepat setelah Luna mengatakan bahwa terjadi sesuatu kepada Sean.

Riki menebak-nebak apa yang terjadi, padahal baru beberapa jam yang lalu dia bertemu dengan Sean namun lelaki itu tidak mengatakan sepatah katapun terkait kondisinya.

“Ki cepet.” Desak Luna yang sudah panik.

Riki hanya mengangguk.

Sesampainya di rumah sakit, Riki memarkirkan mobilnya dan segera menuju ke kamar yang sudah disebutkan oleh Juan lewat chat tadi.

Luna berlari, pikirannya kemana-mana. Rasa khawatir menggerogoti dirinya sehingga tidak bisa menahan diri untuk berteriak.

“Sean!” Teriak Luna ke arah lorong yang dia temui hingga saat matanya bertatapan dengan mata milik Juan yang memerah.

Dia tertatih menghampiri Juan dengan Riki di belakangnya. “Ju? Sean mana? Dia kenapa?”

Juan menarik napas panjang. “Lun, lo tenang dulu.”

Riki merangkul bahu gadis yang baru saja menjadi kekasihnya itu, menenangkan Luna agar gadis itu bisa berpikir dengan jernih.

Juan mengulurkan tangan memberi secarik kertas kepada Luna. Luna menatap kertas itu bingung lalu beralih ke Juan meminta jawaban dengan tatapan.

“Buka aja, dari Sean.”

Tangan Luna bergetar membuka lipatan kertas itu. Kalimat pertama yang dia lihat adalah Hai Luna^^

Luna menatap Riki membuat lelaki itu duduk disampingnya dan membaca isi kertas itu bersama Luna.

Kalau lo baca ini itu artinya gue udah pergi Lun. Nafas Luna tercekat, dadanya sesak, air matanya kini sudah menumpuk di pelupuk matanya bersiap untuk jatuh kapan saja ketika dia mengedipkan mata.

Luna sorry, gue gabilang ke lo tentang keadaan gue. Gue gamau lo khawatir, apalagi akhir-akhir ini lo keliatan bahagia banget Lun. Luna menggeleng dan air mata yang sedari tadi menunggu akhirnya menetes membasahi kertas itu.

Jangan sedih ya? Ikhlasin gue, biarin gue pergi dengan tenang ya Lun? Awalnya gue khawatir karena mikirin siapa yang bakal jagain lo kalau-kalau gue pergi suatu hari nanti dan siapa sangka? Karena mikirin itu gue bisa hidup lebih lama dari perkiraan dokter wkwk. Sampe akhirnya gue ketemu Riki terus dia bilang dia sayang sama lo gue seneng banget. Gue lega, akhirnya lo ada yang jagain setelah gue gada.

Gatau kenapa setelah itu gue akhirnya drop, Juan sampe sering marahin gue karena bandel pas kita mau nonton. Sorry ya gue bohong sama lo pas itu :( Tolong hidup bahagia demi gue. Jangan nangis terlalu lama ya? Gue gasuka liat lo nangis Luna, gue mau wajah cantik lo cuma dihiasin senyuman. Lo bisa janji kan sama gue? Luna mengangguk menjawab pertanyaan itu seolah Sean bisa melihatnya.

Satu lagi Lun, gue sayang sama lo bukan sebagai sahabat tapi sebagai laki-laki. Gue terlalu pengecut buat akuin ini dari dulu wkwk, pokoknya jaga kesehatan ya? Jangan lupa pesan gue tadi. Gue pergi ya Lun.

Sean.

Luna menatap surat itu kosong dan sesaat kemudian tangisnya pecah. Dia meraung memanggil nama Sean. Juan yang melihat itu berbalik tak sanggup melihat apa yang ada di depannya.

Begitupun Riki, dia hanya terdiam. Semua terjadi begitu cepat atau mungkin..... dia yang terlambat.