accident

tw // blood

Mahen melangkahkan kakinya mendekati kolam renang di rumah mewah keluarga Evans.

Dia berdiri di pinggir kolam mengawasi satu-satunya putri Evans yang sedang berenang.

Mahen dengan sengaja menendang air agar percikannya mengenai gadis itu dan seperti yang sudah diketahui gadis itu akan menatapnya tajam.

“Ngeselin.” Ketusnya.

Mahen hanya tersenyum kecil.

Gadis itu mendekat ke tepian lalu keluar dari kolam renang menuju kursi yang tak jauh dari tempatnya meraih bathrobe yang menggantung disana lalu memakainya.

Mahen hanya memperhatikannya dari pinggiran kolam.

“Apa liat-liat?”

“Lah gue kan punya mata?”

Agatha mendecak sebal. Dia berjalan mendekati Mahen dan berdiri disampingnya menatap kearah kolam.

“Ngapain lo?”

“Apa?”

“Ngapain kesini?”

“Ya suka-suka gue? Emang ada larangan Mahen ga boleh ke kolam renang? Gada kan?”

Agatha tak menjawab hanya menghela napas kasar.

Mahen menoleh menatap Agatha dengan wajah kesalnya.

“Gausah liatin.” Ucap gadis itu tanpa menoleh.

“Kenapa? Lo salting?”

“Terserah lah. Capek gue ngomong sama lo.”

“Yaudah, shut the fuck up

How dare this fucker.” Lirih Agatha yang masih bisa tertangkap indra pendengaran Mahen.

Tiba-tiba saja sesuatu tertangkap oleh netra Mahen membuatnya menyipit untuk memastikan apa yang dia lihat.

“Agatha.”

“Apa?”

“Sini.”

Agatha mengernyit bingung menatap Mahen aneh.

“Apasih.”

“Sini.” Ucapnya sedikit dengan penekanan.

“Ap— Mahen!” Agatha memekik saat dirinya tertarik ke depan lalu menabrak tubuh Mahen lalu lelaki itu dengan cepat mendekapnya dan berputar.

Mata Agatha melebar saat dia melihat arah tangan Mahen yang satunya lagi menahan sebuah pisau yang hampir saja menusuknya.

Mahen menatap orang itu tajam lalu dengan cepat kakinya bergerak dan menendang orang itu hingga limbung dan tercebur ke kolam renang.

Bersamaan dengan itu para pengawal yang berjaga di depan masuk karena mendengar teriakan dari Agatha.

“Bawa orang itu, dia hampir menyakiti nona muda.” Ucap Mahen mengibas-ngibaskan tangannya yang sudah mengeluarkan banyak darah.

Seorang pembantu mendekat namun Agatha menahannya.

“Gapapa, biar saya aja yang obatin.” Perintah Agatha masih dalam dekapan Mahen.

Agatha menatap tangan Mahen dengan perasaan bersalah sementara Mahen berkutat dengan pikirannya.