• archetype

Untuk pertama kalinya, Aksara mengajak Caca untuk jalan-jalan hanya saja Caca sudah merasa malas.

Bagaimana tidak? Setelah dua jam tidak ada kabar, tiba-tiba Jean datang membawa sesuatu yang membuat emosi nya kembali menguap sehingga melupakan niatnya untuk membahas hubungannya dengan lelaki itu.

“Ini yang kemarin kan?”

Caca hanya mengangguk.

“Aneh ga sih Je, udah cara mikir beda, sama-sama gada yang mau nurunin ego, gapernah berantem, gue kayak apa ya. Gataulah anjing pusing. Sekalinya punya pacar gini amat gue.” Keluhnya.

Jean menarik gadis itu ke dalam pelukannya. “Sabar, ya emang gitu kalau hubungan kan? Kadang ada perbedaan, ya balik ke orangnya lagi. Stay or leave?”

I just realized i feel difference, and i think...” Caca mendongak menatap sahabatnya itu. “I lost the spark gue ga se deg-degan dulu lagi Je kalau sama Aksara. Apalagi sama sikapnya dia yang kek ga niat buat pacaran sama gue. Dia selalu numbuhin rasa ga cocok di kepala gue Je.”

“Caa, kan gue nyuruh lo buat ngomongin itu. Turunin ego lo dulu, selesein semuanya. Jangan sampai lo salah langkah dan nyesel, lo tau gue sayang sama lo dan gue gamau lo sedih.”

“Kalau abis lo omongin dan masih ga nemu jalan keluar, semuanya balik ke lo lagi. Kalau lo capek, yaudah lepasin. Daripada bareng tapi ngancurin kalian kan?”

Caca hanya menghela napas.

Dia sangat menyayangi Aksara.

Aksara adalah orang pertama yang menawarkan diri menjadi pendengar untuk segala keluhnya setelah selama ini Caca yang menjadi pendengar.

Ya Jean juga, tapi bagi Caca kehadiran Aksara membuat segalanya terasa baru.

Namun setelah menjalani hubungan lebih dari setahun, perbedaan diantara mereka timbul membuat Caca merasa 'mungkin mereka tidak semestinya bersama'

Entahlah, segalanya membingungkan.