At a Dawn

“Gimana?” A voice entering his sense of hearing made Heeseung take his eyes off his handphone and staring at the girl who stand in front of him with a white dress.

Heeseung immediately amazed. Gadis itu terlihat sangat cantik layaknya seorang putri kerajaan yang berdiri anggun dengan wajah yang merona.

“You look so pretty.” Puji Heeseung so the girl widen her smile.

Heeseung tidak pernah berhenti bersyukur saat dia akhirnya memiliki gadis itu disisinya. Back at the day when she decided to agree to became a girl who always be there, in his daily life. Became a safest, warmest, coziest place to each other. Gadis itu bagaikan sebuah hadiah paling indah yang diberikan Tuhan untuknya, as her name- Grace is a girl sent by God to brighten the darkness that he has been through all this time.


“Kamu mau eskrim ga?” Tanya Heeseung yang dijawab dengan sebuah anggukan oleh Grace.

Lelaki itu menggenggam tangannya, berjalan menuju penjual eskrim yang ada di taman.

“Vanilla dua ya mas.” Ucapnya ramah.

“Ini mas.” Penjual eskrim itu memberikan dua corn yang berisi eskrim Vanilla pesanan mereka.

Grace meraihnya dengan penuh suka-cita menunggu Heeseung yang memberikan selembar uang sepuluh-ribu kepada penjual itu.

“Nih punya kamu.”

Mereka memutuskan untuk duduk di bawah pohon sambil memakan eskrim itu. The wind blows against their skin bothering Grace by flying her hair sehingga gadis itu sedikit kewalahan menahan rambutnya.

Heeseung yang melihat itu melahap eskrimnya dengan cepat lalu meraih helai-helai rambut Grace dan menguncirnya.

Grace tersenyum. “Makasih.”

“No problem.” Ucap Heeseung menatap gadis itu lembut.

Grace mengernyit mendapati lelaki itu menatapnya. “Kenapa?”

Heeseung shook his head. “Gapapa, aku cuma seneng aja liat kamu makan eskrim kayak gini. Lucu.”

She blushed. Tangan Heeseung terulur mengusap pipi gadis itu. “Aku bakalan selalu bikin kamu bahagia, Grace. Aku janji, i will do anything to keep you safe and also your beautiful smile.”

“I hate seeing your frowning face. Aku gapapa kalau harus selalu kuncirin rambut kamu tiap hari biar kamu bisa makan eskrim dengan tenang.”

Oh my God. Grace merasakan pipinya memanas, pelupuk matanya berat oleh bulir air mata yang memaksa agar menetes.

Tatapan serta senyuman yang dia berikan selalu berhasil memberikan rasa nyaman untuknya.

“You are an angel Heeseung.” Lelaki itu menggeleng tidak setuju. “No, you are the angel.”

Grace menghamburkan diri ke dalam pelukan lelaki itu tidak peduli lagi dengan eskrimnya yang terjatuh ke tanah. The only one she need is hugging this precious boy.

At this time she knew, no words spoken, no glances shared but just her and him.

Heeseung mengusap sayang kepala Grace saat dia sadar kaosnya telah basah karena air mata gadis itu.

Bertemu dengan Grace- the girl who hold his hand in the verge of shattering make his desire to live again ignite. They were the perfect one to each other.

“Kamu mah hobi banget bikin aku nangis.” Grace menarik dirinya mengusap bekas air mata di wajahnya sedangkan Heeseung hanya tertawa gemas.

“Aku cuma ngomong fakta Grace.”

She pouting her lips, memukul pelan lengan Heeseung lalu berdiri.

“Loh mau kemana?” Tanya Heeseung mendongak.

“Mau lari wle.” Seketika Grace berlari membuat lelaki itu tersenyum jahil dan mengejarnya.

“Kalau kamu ketangkep bakalan habis sama aku ya.”

“Gatakut wle wle.” Grace menjulurkan lidahnya meledek pacarnya itu.

Heeseung berlari pelan, dia bisa saja memperpanjang langkahnya untuk menangkap gadisnya itu namun dia mengurungkan niatnya memilih melihat Grace tertawa riang.

Tawa Grace adalah alunan musik yang sanggup di dengarkan Heeseung sepanjang waktu seakan tidak ingin tawa Grace memudar bahkan sedetik pun.

Senja itu mereka berbagi tawa dan tangis satu sama lain, creating another mesmerizing moment to be remembered.

“Heeseung, kamu tau ga? Aku sayang banget sama kamu, more than i love my own self.” Teriak Grace yang masih mencoba menghindar dari tangkapan Heeseung membuat lelaki itu berhenti mengejarnya dan berkacak pinggang.

Grace hanya tertawa gemas melihatnya dan terus berlari.

Hingga tanpa sadar Grace tersandung batu lalu terjatuh.

“GRACE!” Heeseung terbangun. Peluh membasahi tubuhnya, napasnya tersengal.

Dia bermimpi.

Matanya beralih menangkap gadis yang dicintainya masih terbaring dengan alat yang menempel di tubuhnya.

Grace sudah terbaring di bangsal rumah sakit selama satu tahun karena kecelakaan.

Bertahan disana dengan harapan yang Heeseung pegang sampai detik ini berharap Tuhan memberi keajaiban dan gadis itu bisa membuka mata lalu memanggil namanya.

Heeseung menatap jam yang melingkar di tangannya. Pukul 17.08, waktunya matahari untuk beristirahat.

He sighed, got up from the chair intending to go out to get some air. After the second step he took, elektrodiagram di meja tiba-tiba berbunyi. Lelaki itu panik, berlari keluar memanggil dokter.

Rasa gelisah merasuki dirinya, Heeseung merapalkan seluruh doa di dalam hatinya. Mencoba meminta pada Tuhan untuk tetap membiarkan gadis itu ada disini bersamanya, bahkan dalam keadaan koma sekalipun Heeseung tak masalah.

Heeseung menjauh membiarkan dokter segera mengambil tindakan. Matanya mulai berair, pikiran-pikiran buruk mulai menghantuinya.

Dia menggeleng. Tidak. Grace pasti bisa bertahan, pikirnya.

Dia menatap gadis itu sedih. Dokter telah menggunakan defibrilator dengan tekanan 300 joule.

Sesaat kemudian dokter itu berhenti melakukan kegiatannya disusul perawat yang mulai merapikan alat yang ada disana.

Matanya bertemu dengan mata milik dokter itu meminta jawaban.

The doctor shook his head. “Waktu kematian, 18.00 WIB. She is gone.”

Heeseung's body went limp, his tears are dripping.

Dokter dan perawat keluar dari ruangan itu meninggalkan Heeseung.

Heeseung menangis dalam diam. Dadanya sakit, suaranya tercekat. Dia tidak memiliki kekuatan untuk berdiri dan memeluk gadisnya itu.

Cahaya jingga menembus masuk melewati tirai ruangan itu menyinari tubuh Grace yang tertutup kain.

Heeseung grunts. In that light, he seemed to see her soul went came out and smile at him then leave along with the fading light.

Lelaki itu berdiri dan berjalan menghampiri Grace dengan lunglai. Menyingkap kain yang menutupi wajah cantik milik gadisnya itu. He stare at her for a moment, trying not to cry anymore because he is so sure that his girl would never want to see him shed a tears.

You gave me a sense of happiness that i have never experienced before and i doubt i could live this life after this Grace. I love you but sorry if someday i will meet you in an inappropriate way. he said, while gently caressing her pale cheeks.

Dia kembali menarik kain yang menutupi Grace tadi lalu berjalan keluar dari ruangan. Jiwanya telah kosong.

At the end he knew, they weren't the thing that would kept together- forever. His world was falling apart.