Boleh pamer ga?
Kiel berjalan dengan antusias melewati koridor kantor maminya dan berhenti di depan ruangan dengan tag 'Bagian Keuangan' di depan pintunya.
Dia memunculkan kepalanya dibalik pintu.
“Kak Zevaaaaa.” Panggilnya dengan suara yang sengaja dibulatkan.
“Eh Kiel, pasti nyari Zeva ya?” Tanya seorang pegawai.
“Om Janu, kak Zevanya ada ga?”
Pegawai yang akrab Kiel panggil dengan Om Janu itu menunjuk lemari besi di ujung ruangan dengan dagunya.
“Jangan direcokin, anaknya lagi sortir berkas.”
Kiel hanya cekikikan sambil mengangkat jempolnya.
Dia menemukan gadis itu dibalik lemari tengah berkutat dengan tumpukan dokumen.
“Kak Zevaaaaa.” Panggilnya.
“Hm, gue lagi kerja.”
“Gue tau.” Kiel mengambil posisi disamping gadis itu.
Kiel memangku dagunya memperhatikan ekspresi serius dari gadis yang lebih tua dua tahun darinya.
Dia tidak tahu entah sejak kapan dia sangat suka mempehatikan gadis itu saat tengah sibuk dengan pekerjaannya.
Sejak hari dimana maminya mempertemukan dia dengan Zeva— anak magang dikantor maminya untuk membantu dia mengerjakan tugas akuntansi yang sama sekali tidak dia mengerti membuatnya menempeli gadis itu selama tiga bulan belakangan.
Zeva menoleh, di dapatinya netra Kiel yang mengunci tatapan kearahnya
“Kenapa liatin gitu?”
Kiel mengerjap dan mengalihkan pandangan dengan cepat saat dia sadar Zeva menatapnya.
Dia gugup.
Kiel menggeleng. “Gue mau pamer, boleh ga?”
Zeva mengerutkan kening.
“Gue kan dah bilang, pamer tuh gabaik.”
Kiel cemberut sedih membuat Zeva mendecak.
“Yaudah mau pamer apa Kiel?” Tanya nya lembut.
Anak lelaki itu menyodorkan buku yang berisi gambar jurnal khusus disertai sebuah paraf dan nilai A+ disana.
“Tugas gue dapet nilai paling bagus dikelas.”
Zeva tersenyum bangga.
Mengangkat tangannya mengelus kepala Kiel lembut. “Pinter banget bayi.”
“Gue bukan bayi ya, gue udah 18 tahun. Udah punya KTP!” Sangkal Kiel yang malah membuat Zeva tertawa.
Kiel ikut cengengesan. “Tapi gapapa kan pamer?”
Zeva mengangguk membuat senyum Kiel kian merekah.
