Tari menatap Reyhan sambil mengucapkan dialognya.

Why you are doing this to me?

Am i joke- Rey, lo lagi apa sih?!” Kesal Tari saat melihat Reyhan yang hanya menggambar.

Seorang gadis.

“Rey?! Lo niat ga si? Ini pensi sisa dua hari tau ga?!”

Tari merasa kesal.

Dia melempar naskah yang dipegangnya, lalu berjalan meninggalkan aula seni.

Azka mengacak rambutnya frustasi melihat sikap Reyhan.

“Rey? Ya elah lo ngapain sih?”

Reyhan menatap Azka dengan tatapan bertanya.

“Loh Tari mana? Gue belum selesai gambar.”

“Tari mana Tari mana, noh anaknya ngambek. Lo kalo mau gambar cewek lo jangan sekarang dong, lagian gue kira lo deket sama Tari? Lo mainin anak orang ye? Gue tau lo cakep tapi ga gini juga Rey elah. Mana naskah belum rampung lo malah bikin masalah.”

Reyhan nyengir. “Yaudah Ka, gue samperin Tari dulu ya? Jagain gambar gue.” Ucap Reyhan menepuk bahu Azka.

Reyhan berlari.

“Tar?! Tari?!” Teriak Reyhan saat melihat gadis itu mempercepat langkahnya.

Reyhan menarik lengan gadis itu. “Tari, dengerin dulu.”

Tari mencoba menepis namun apa daya, Reyhan mengeratkan genggaman tangannya.

“Apasih?! Lo gambar aja sana cewek.lo.” Tutur Tari dengan penekanan di setiap katanya.

Reyhan tertawa.

“Lo marah kenapa sih? Lo marah gue ga fokus latihan atau lo marah gue gambar cewek di depan lo?”

Tari mengeryit. “Ya gara-gara lo ga profesional lah, lo liat ga sih ini sisa dua hari pensi tapi lo malah-”

Mata Tari membulat sempurna saat dirinya tertarik ke depan dan berakhir pada rengkuhan Reyhan.

“Lo ngapain anjir Rey.” Tari mencoba melepas pelukan lelaki itu namun tertahan.

“Tar, denger dulu makanya.”

Tari menahan napas. Jantungnya terasa ingin lepas sekarang juga.

“Lo tuh ya, seringnya marah, ngambek mulu, gamau dengerin gue ngomong.” Usapan lembut di kepalanya membuat detak jantung Tari semakin tak beraturan. Baru kali ini dia merasa seperti ini di sekitar Reyhan yang menyebalkan.

“Yang pertama, oke gue minta maaf karena gue ga fokus latihan gue tau gue salah. Yang kedua, kayaknya lo harus buka mata lo deh Tar.” Tari mendongak menatap Reyhan bingung.

“Yah, lo gasadar cewek.gue.yang.gue.gambar.itu.lo?” Tanya Reyhan dengan tatapan jahilnya dan penuh penekanan.

“Maksud lo?”

“Ya, gue gambar lo Tar. Lo gakenalin muka lo sendiri? Lo....” Reyhan merasa frustasi.

“Lo sadar ga sih? Gue suka sama lo Tar yaelah kesel gue, masa confess gada romantis-romantisnya. Lo harusnya gausah bingung pas gue deketin ya karena gue deketin yang gue suka. Lo gausah marah-marah gitu. Atau.....” Reyhan menatap gadis itu meneliti.

“Lo cemburu?”

Tari mendorong Reyhan membuat pelukan mereka terlepas.

Dia berlari menjauh.

Dia merasa malu.

Bisa-bisanya.

“Tari?! Tungguin gueee!”

“Diem lo, jangan ngikut!”

“Tar? Yaelah Tar.” Reyhan mencoba menyelaraskan langkahnya namun gadis itu berlari.

“Tar? Jangan lari entar jatoh. Sayang?!”

“Bodo Rey, gue gadenger.” Ucap Tari menutup kedua telinganya.

Berakhir seluruh penghuni koridor melihat aksi kejar-kejaran mereka.