Confess
Agatha datang bersama Mahen, pacarnya.
“Hai babu.” Sapanya kepada ketiga lelaki itu.
“Enak aja.” Protes Jaevan tak terima.
Mereka menghabiskan waktu tertawa dan saling berbagi cerita.
Mulai dari bagaimana mereka bertemu hingga akhirnya bisa berkumpul hari ini.
Tantangan apa saja yang mereka lewati serta kebingungan lain yang membuat semuanya makin rumit.
“Tau ga sih pas Mahen ngaku abis cium lo Ta? Sumpah kayak gada dosa.” Mahen meringis saat Jaevan mengatakan hal itu.
“Bisa ga gausa bahas yang itu anjing?”
Namun Jaevan hanya terkekeh.
Sagara memberi isyarat kepada Mahen untuk mengakui sesuatu.
Mahen yang menyadari itu langsung menegakkan duduknya.
“Ta, btw i have something to confess“
Agatha menatap Mahen sambil mencomot fries kesukaannya.
“Ah aight, im waiting for this one either. Go on Mahendra“
Keempat lelaki itu membulatkan mata. Apa Agatha sudah mengetahui hal 'itu'? Dari siapa?
Sagara menatap Jaevan namun lelaki itu menggeleng.
Melihat reaksi dari keempat lelaki itu Agatha mengerutkan kening.
“Hey? what happens? He haven't said he loves me. Bukannya itu yang mau lo akuin?”
Helaan napas terdengar.
“Bukan, Ta. Tapi aku mohon jangan marah ya.”
Jika ini sedang dalam situasi seperti sebelumnya, maka nada bicara Mahen akan menjadi bahan olok-olokan mereka. Namun, hal ini berbeda.
“Apasih?”
Mahen mendekat memegang tangan Agatha.
“Aku pernah mikir buat balas dendam ke Evans lewat kamu.” Pengakuan itu terjadi begitu cepat.
“Oh. Yaudah, gajadi kan? Gue kan bukan Evans.”
“Iya.”
“Yaudah.”
“Kamu ga marah?”
“Ngapain?”
“Apa?”
“Ngapain marah?”
Mahen mengerutkan kening begitu juga ketiga kawannya.
“Gue— nope aku kalo jadi kamu juga bakalan ngelakuin hal yang sama.” Ucap gadis itu dengan sebuah senyuman.
“Tegang banget perasaan. Foto yuk, kapan lagi pamer punya 3 bodyguards.”
“Loh? kita kan 4 orang Ta.” Kata Kafka.
“Ya kan satunya cowo gue. Gimana sih.”
Riuh pikuk terdengar dari ketiga lelaki itu sehingga Mahen hanya tersenyum malu.