D-Day Turnamen
Naufal menyenggol bahu Zaki saat melihat Dinda dan teman-temannya berjalan memasuki area turnamen.
“Ki! Dinda Ki!” Zaki yang mendengar itu langsung berbalik menjauh.
“Sialan si Naufal, gue kalo ketemu Dinda sekarang takutnya beneran grogi anjir.” Gumam Zaki.
Disisi lain, Dinda dan kelima temannya kini melihat kesana-kemari bermaksud mencari keberadaan orang yang dia kenal. Sampai pada akhirnya dia melihat Pak Desa juga ada disana.
Mereka berenam menghampiri Pak Desa yang berdiri di tribun milik tim dari desa. Tanpa basa basi mereka langsung mencium tangan Pak Desa.
“Assalamualaikum pak.” Ucap Jojo.
“Eh iya, bapak lupa nginfoin kemarin.”
Juli tersenyum. “Gapapa pak.”
“Terus kalian tau tempatnya dari mana?” Tanya Pak Desa yang membuat kelima mahasiswa itu kembali menatap koordes mereka.
“Aman pak, koordes kita udah punya banyak koneksi. Gabakal ilang.” Ucapan Hanan mengundang gelak tawa dari mereka.
Dari jauh Zaki yang tengah pemanasan menatap Dinda yang tengah tertawa. Bahaya banget anjir ini cewe.
“WOI!” Siapa lagi kan ya? Tidak lain dan tidak bukan pasti Naufal.
Zaki hanya menoleh malas menatap Naufal kesal. “Lu akhir-akhir ini ngeselin banget sumpah Pal.”
“Gue ngeselin karena gue ngebaca lu naksir Dinda kan?” Goda Naufal menggerakkan alisnya naik-turun yang membuat Zaki mendorong kepalanya menjauh.
“Zaki!” Suara lengking terdengar. Membuat Zaki menghela napas.
“Pal, anying. Kok ada dia mulu sih?” Zaki sontak berdiri bermaksud pergi namun yang menjadi topik pembahasan sudah ada diantara mereka.
“Mau kemana sih Ki?” Tanya perempuan itu.
Zaki hanya tersenyum kecil mencari alasan agar bisa menjauh. “Ke toilet bentar Kak Qila. Maaf ya, misi.”
Naufal menggeleng. Temannya itu sebenarnya merupakan most wanted di kampus bahkan di desa. Tapi dia tampaknya masih gagal move on dengan mantannya yang putus 2 tahun lalu.
“Baiklah, sekarang kita akan memulai pertandingan antara Desa Sukamana dan Desa Parati. Disini kita sudah ada dua pentolan dari tim masing-masing yang akan melempar koin untuk menentukan siapa yang akan memulai kick-off” Wasit pun melempar koin dan tim Desa Parati yang akan memulai.
Pertandingan dimulai dengan santai namun memanas seiring waktu. Apalagi saat Zaki terus menerus mencoba shoot ke gawang lawan namun tetap dijangkau oleh keeper.
Di tribun penonton, meski Dinda, Juli dan Caterine tidak terlalu paham peraturan mereka tetap merasa tegang dan bersorak layaknya suporter sejati.
“Aduh anjir kok ga tembus mulu sih?” Juli yang sudah tidak sabar kini menepuk-nepuk pahanya saat tim Desa Sukamana terus menyerang.
Ada Caterine yang termenung menonton pertandingan dengan khidmat lengkap dengan sebungkus siomay di tangannya.
Sedangkan Dinda yang terus menatap sang striker andalan desa Sukamana itu. Zaki ya? tanyanya dalam hati. Entah mengapa, sosok itu begitu menarik di mata Dinda sehingga yang bisa dia ingat hanyalah bagaimana lelaki itu menyisir rambutnya yang basah dengan jari atau bagaimana lelaki itu mengumpat kesal karena serangannya tidak kunjung menciptakan poin.
“Rey kalau deket gawang terus ragu, shoot ke gue aja ok.” Reyhan mengangguk mengerti menerima instruksi dari Zaki. Dia sudah sadar bahwa kini Zaki sudah kehilangan kesabaran. Dia menepuk punggung temannya itu lalu tersenyum.
“Kalem aja Ki. Kita pasti menang kok.” Ucap Reyhan singkat lalu berjalan menjauh mengambil posisinya kembali.
Zaki menghela napas saat sumpritan kembali berbunyi. SEMANGAT WOI SUKAMANA! Zaki berbalik ke sumber suara dan sontak tersenyum saat tahu yang menyoraki timnya adalah Dinda.
Tim Sukamana terus mengoper bola dan akhirnya sampai pada Zaki. Sekilas dia menoleh menatap Dinda yang terlihat cemas di tribun penonton yang menurut Zaki dia tengah menantikan gol.
Dengan senyum lebar Zaki menggiring bola namun tidak melihat salah satu pemain lawan yang menyangga kakinya membuat dirinya terbanting cukup keras dan kesakitan.
Spontan Dinda berdiri melihat kejadian tersebut. “Eh anjir itu curang soalnya emang sengaja tekel.”
Juli mengangguk setuju. “Woi jangan main kasar dong!” Serunya tak mau kalah.
“Ngeri banget main futsal.” Caterine bergidik ngeri.
Sementara di lapangan, Zaki mencoba berdiri meski pergelangan kakinya terasa sakit. Naufal menghampirinya dengan wajah cemas. “Aman Ki?”
Zaki hanya mengangguk. Rasanya sakit sekali namun jika dia mundur sekarang maka timnya akan kekurang pemain yang pastinya akan menguntungkan Tim Parati.
“Bengkak-bengkak dah lu.” Zaki berlari pelan sambil meringis dan melanjutkan permainan.
Sumpritan kembali berbunyi dan mereka kembali menguasai bola. Mulai dari Naufal, Reyhan, kembali ke Naufal yang langsung passing ke Zaki.
Dengan satu tendangan kuat ke pojok kanan, Zaki berhasil mencetak poin. Suporter tim Sukamana bersorak begitupun Dinda.
Zaki yang tanpa sadar langsung berlari dan melakukan selebrasi ke arah dimana Dinda duduk. Mata mereka bertemu membuat Zaki tersenyum lalu mengangkat kedua tangannya membentuk hati dan mengarahkannya kepada Dinda lalu berbalik dengan cepat.
Dinda yang sadar akan hal itu mematung dengan mata melebar. Dia tak bergeming meski Juli mengguncang badannya heboh. “Anjir Dinda itu lo kan? Gila aja udah dapet cem-ceman mana pentolan lagi.”
Perempuan itu hanya mematung bingung harus bereaksi seperti apa. Dia hanya menatap satu orang saja, Zaki- yang kini sedang dipiting oleh Naufal entah apa alasannya.