“Sa aku ke wc dulu ya.”

Sasa mengangguk.

Tatapan Sasa jatuh kepada hape milik Aksa di atas nakas, dia berpikir sejenak.

Dengan cepat dia mengambil benda pipih itu, jarinya bergerak sampai suatu nama menghentikan gerakannya.

Dia membaca percakapan Aksa dengan seseorang.

Membacanya dengan cepat dan benar saja, dia orangnya.

Sasa tersenyum getir saat satu persatu pesan dibacanya secara bersamaan membuat dadanya merasa sesak.

Air matanya perlahan turun.

Dia sudah mengetahuinya, tapi mengapa masih terasa sakit?

Tiba-tiba suara langkah kaki Aksa menghentikannya, dia meletakkan hape Aksa dengan cepat.

Aksa mengernyit, melihat Sasa yang berbalik membelakanginya dengan tubuh terbalut selimut.

“Sa? Kamu tidur?”

“Sa?”

Sasa memilih diam dan menutup rapat dirinya.

Terdengar suara berisik dari kantongan, mungkin saja itu obat yang dibawa Aksa tadi.

“Aku pulang ya, aku sayang sama kamu.” Ucapnya dengan sapuan sayang di pucuk kepalanya.

Suara pintu tertutup akhirnya terdengar.

Sasa menurunkan selimutnya.

Dia menangis.

Mengeluarkan semua rasa sesak yang sedari tadi dia rasakan.

Dia bodoh, kenapa juga dia harus penasaran? Padahal dia sudah tahu hal itu akan menyakitinya.

Sasa tidak mengerti kenapa Aksa berbuat seperti ini, apakah ada yang salah dengan dirinya? Atau Aksa sebenarnya sudah bosan dan menunggu waktu yang tepat untuk meninggalkan dirinya?

Sasa menggeleng. Tidak.

Dia tidak ingin Aksa pergi.

Sasa kembali bergelut dengan pikirannya sendiri.

Dengan banyak rasa sesak, dan banyak tetesan air mata.