Interaksi

“Eh lu maba telat, sini.” Panggil perempuan berambut coklat sebahu itu.

Kava berjalan mendekat dengan langkah pendek membuat gadis itu berdecak.

“Lelet amat jalannya? Sini cepetan!” Tangga nada yang mulai naik membuat Kava mau tidak mau berlari kecil. Kini dia berdiri tepat di hadapan perempuan itu, mata Kava melirik id card miliknya lalu menangkap nama perempuan itu disana.

Bener Cecil ucapnya dalam hati.

Cecil mengerutkan kening melihat adik tingkatnya hanya diam. Perempuan itu bertolak pinggang dan sedikit menengadah menatap Kava heran. “Lu tuh ya, udah telat masih santai aja kayak gini?”

“Terus gue harus ngapain?” Tanya Kava.

Cecil hanya memberinya 5 lembar kertas polio dan sebuah pulpen. Kava menatap Cecil heran. “Apaan nih?”

“Gado-gado.” Jawab Cecil asal sambil menulis sesuatu di buku kontrol. Dia menatap nametag Kava sekilas lalu kembali fokus kepada buku tebal itu. “Nama lu Kava?”

“Ngapain nanya dah, kan udah baca nametag gue? Aneh lu Cil.” Mendengar kalimat Kava barusan membuat Cecil mengalihkan pandangannya menatap Kava dengan mata membulat kesal.

“Cil? Gasopan banget lu ya sama kating? Kak Cecil!”

Kava menghela napas menatap Cecil lalu menatap ke depan mengedarkan pandangan seakan-akan dia mencari seseorang.

“Duh siapa tuh yang ngomong? Kaga keliatan- ADUH.” Kava meringis saat kakinya diinjak keras oleh Cecil membuatnya melompat kecil.

“Rasain lu.”

“Kenapa Cil?” Suara berat terdengar membuat Kava mendongak. Kali ini dia langsung berdiri tegak tatkala yang punya suara bukan orang yang asing.

“Gapapa Van, ini gue baru ngasih kertas sama pulpennya ke dia.” Evan, ketua Komdis FEB EN University yang juga kakak kelas Kava di SMA. Dia memang terkenal tegas dan berwibawa sejak SMA. Sehingga Kava segan dan langsung diam.

“Oh yaudah, Kava kan? Ini nanti lu tulis tangan alasan lu telat apa sampe kertasnya penuh semua.” Ucap Evan membuat Kava mengangguk.

“Iya kak.” Jawaban Kava membuat Cecil mendelik ke arahnya kesal namun Kava hanya memutar bola matanya malas.

“Oke, nanti kalau kelar langsung kumpulin ke Cecil ya.” Evan kini berjalan menjauh meninggalkan Kava dan Cecil. Namun sebelum Kava sempat mengejek perempuan itu, dia langsung melenggang pergi tak menghiraukan Kava.

“Woi Cil ini nanti gue kumpulnya gimana?”

Cecil hanya melambaikan tangannya tak menjawab. Kava tertawa kecil. “Galak apaan jir kayak gitu. Hoax ah.”

Lelaki berlesung pipi itu lalu mengambil tempat dan melaksanakan hukumannya.