Aliansi
Sagara masuk ke dalam flat tempat Agatha berada, disana sudah ada Kafka dan Jaevan.
“Ga, Mahen mana?” Tanya gadis itu menarik-narik jaket Sagara.
Putra Evans itu kini bingung harus mengatakan apa kepada Agatha.
Dia menatap Kafka membisikkan sesuatu membuat Jaevan menatap mereka bingung.
“Kalian kenal?”
Kafka hanya tersenyum canggung sedangkan si Putra Evans mengangguk.
Jaevan merasakan sesuatu yang aneh namun merasa sekarang bukan saatnya untuk bertanya macam-macam. Prioritas mereka sekarang adalah menghubungi Mahen dan membujuk lelaki itu agar kembali dan memikirkan jalan keluar dari masalah yang bahkan Jaevan saja belum tahu masalahnya apa.
“Mahen manasih?” Agatha sejak tadi panik menanyakan keberadaan lelaki itu.
Lelaki yang bilang bahwa dia akan mendapat izin dari Sagara dan memberikan kejelasan tentang hal yang mereka simpan sejak beberapa waktu terakhir. Hal itu menjadi semakin kuat sejak mereka akhirnya tinggal bersama di flat Jaevan ini.
Demi Tuhan, Agatha tidak pernah sepeduli ini kepada orang lain sebelumnya. Hanya lelaki itu, Nathan Mahendra.
“Jae, Mahen ada misi?”
“Ta, dengerin dulu.”
“Gamau, gue harus dengerin apa? Dia bilang gue gausah nunggu dia what the heck is going on?!!!” Suara Agatha mulai meninggi membuat Sagara mencoba memeluknya namun di tepis.
“Don't fucking touch me, just go and find Mahen for me.” She said, a liquid are in her eyes getting ready to shed.”
Agatha berbalik meninggalkan ketiga lelaki itu dan membanting pintu kamarnya.
Jaevan menghela napas. Dia kemudian menatap Kafka dan Sagara.
“Ada apa sih? Ka? Lo tau sesuatu kan? Kok gue gapernah tau lo kenal sama Sagara?”
“Duduk dulu, gue jelasin.” Ucap Sagara yang mendudukkan dirinya di sofa diikuti Kafka dan Jaevan.
“Jadi, Kafka ini temen gue. Gue sama dia lagi dalam misi membongkar semuanya.”
Jaevan mengernyit. “What 'membongkar semuanya' means?“
“Lo tau golden nya si Mahen kan?”
Jaevan mengangguk.
“Nah itu Kafka.”
Seketika rahang Jaevan terjatuh mendengar hal itu. Jadi, selama ini orang dibalik golden itu adalah temannya sendiri yang entah darimana bekerja bersama Sagara, putra Evans.
“Tapi kenapa? Golden kan, ga. Maksud gue si Kafka nyuruh Mahen buat bales dendam, ke Evans. Keluarga lo?”
Sagara mengangguk paham. “Gue muak sama kelakuan nyokap. Dia dengan bantuan Jayden udah banyak ngorbanin orang ga bersalah.”
Kafka dan Jaevan masih tetap diam, menunggu penjelasan dari Sagara.
“Selain nyokapnya Mahen, nyokap gue juga udah ngelakuin banyak hal buruk dan hal yang ga gue sangka, bokap gue cuma diam selama ini padahal dia tau. Gue tau itu dari perawat yang ngasuh gue dari kecil. Apalagi nyokap Mahen, gue ngerasa bersalah banget soal itu. Awalnya gue sendiri yang pengen ngebongkar semuanya, tapi tiba-tiba Mahen akhirnya masuk dengan sendirinya di keluarga gue dan gue tau dia punya alasan buat ngelakuin itu apalagi pas gue tau kalau ternyata Kafka temenan sama Mahen. Its make everything easier kan? Makanya gue nyuruh Kafka jadi golden but i don't think he did well” Sagara menghela napas. Bekerja dalam diam untuk membongkar kejahatan keluarganya sendiri adalah hal yang tidak mudah. Awalnya dia ingin menyerah, tetapi setelah Agatha kembali bersama Mahen membuat dirinya merasa semakin malu. Apalagi saat dia tahu bahwa ibunya serta Jayden- saudara kandungnya mencoba mencelakai Agatha. Oleh karena itu, dia merancang semua ini.
Kalian tau? Punya keluarga kaya bukanlah segalanya. Sagara lebih memilih hidup seperti orang biasa daripada harus lahir di tengah keluarga yang seperti ini.
“Terus si Mahen kenapa?”
“Mahen ga sengaja denger tentang kebenaran lain tentang nyokapnya.”
“Apa?”
“Dia denger, kalo...” Sagara menatap pintu kamar Agatha dan mendekat ke arah Jaevan memelankan suaranya agar gadis itu tidak mendengar apa yang mereka bicarakan.
“Agatha, ternyata anak nyokapnya Mahen.”
“WHAT THE FUCK?!!!” Spontan Jaevan berteriak membuat Kafka membekapnya.
“Jangan berisik anjing.”
“Jadi, selama ini? Mahen suka sama adeknya gitu?”
Sagara menggeleng. “You think im a mad guy, huh? Lo tau sendiri gue juga berperan dalam kisah Mahen-Agatha ini dan lo pikir dengan tahu semua ini, gue malah usaha bikin mereka bersatu? Gue masih waras.”
“So what's the thing?”
“Agatha, dia emang bukan anak nyokap gue. Tapi dia juga bukan nyokapnya Mahen. Gue pengen jelasin ini ke Mahen tapi dia udah keburu emosi terus pergi.”
“Yah bodoh sih emang Mahen mah.”
“Eh tapi meskipun Mahen balik, apa lo yakin dia bisa percaya sama cerita lo ini?”
Kafka menghela napas, dia angkat bicara kali ini.
“Makanya, gue sama Sagara dalam misi buat bawa bukti itu.”
“Apa?”
Sebuah suara membuat ketiga lelaki itu menoleh.
“Bukti apa?”
Mereka saling melempar tatapan, Sagara memberi kode bahwa Agatha tidak boleh tahu hal ini sampai mereka selesai membuat Mahen mengerti.
“Bukti kalau gue ga korupsi, Ta.” Celetuk Jaevan seadanya.
“Oh. Yaudah.” Agatha melenggang pergi meninggalkan ketiga lelaki itu.
“Stupid“
“Ya emang ada ide lain? Gada kan?” Bela Jaevan.
Sagara menghela napas, semoga setelah ini semua masalah akan selesai satu persatu.