she knows

Agatha tersenyum kecil melihat Jaevan yang sedang kesal karena leluconnya ditanggapi datar oleh Kafka.

Entahlah, tapi ditengah keseruan ini dia tiba-tiba saja merindukan sosok Mahen yang pasti akan memukul belakang kepala Jaevan karena leluconnya yang garing itu.

Dia lagi-lagi tersenyum mengingatnya.

Kafka yang sedari tadi mengamati ekspresi Agatha membuka suara.

“Kenapa Ta?”

“E-eh? Ta?”

Sorry, refleks manggil Tata soalnya Mahen kalo ceritain lo make nama Tata.” Ucap Kafka terkekeh seperti tidak ada dosa.

Dia tidak tahu, perkataannya memberikan efek besar pada gadis itu. Pada apa yang dia rasakan dan apa yang dia yakini.

Dia mengambil segelas beer lalu kembali meneguknya.

“Eh Ta, udah. Jangan kebanyakan, entar Mahen marah.” Ingat Kafka yang tidak tahu bahwa toleransi alkohol Agatha lebih tinggi dari gadis pada umumnya.

“Eh anjir udah tipsy ya Ta heheheh.” Kafka mendecak, Jaevan pun sama.

“Eh Ta, kasian banget ya lo.”

Kening Agatha berkerut. “Kenapa?”

“Lo kan bukan anak kandung Liana Evans, cuma anak selingkuhan bokap lo. I feel so sorry about that ya Ta” Jelas Jaevan yang setengah mabok membuat mata Kafka melebar lalu memukul kepala kawannya refleks.

Agatha berdiri dan sengaja berjalan tertatih. “Eh gue mau pulang ya, udah berat banget kepala gue. Takut Mahen dateng terus ngomel heheheh.”

Kafka mengikuti gadis itu menawarkan sebuah antaran.

“Gue anter ya Ta?”

Agatha menggeleng. “Gausah, gue ada sopir kok.”

Kafka menghela napas dan hanya mengantar gadis itu hingga ke mobil.

Dalam hati, Kafka sangat cemas kalau-kalau gadis itu mendengar ucapan si tolol Jaevan.

Tetapi dengan keadaan seperti itu Kafka berpikir mungkin Agatha tidak akan mengingatnya, namun dia salah. Agatha masih sadar, dia tau dan mengerti maksud Jaevan.

“Yang cepet ya pak sampe rumah.” Ucapnya pada sopir lalu memejamkan matanya sejenak.