small-kinda deep talk

Aruna duduk sendirian di ruang mekanik dengan tatapan kosong. Dia paling tidak ingin hal seperti tadi terjadi apalagi di lingkup tempat dia bekerja, namun apa daya. Ditambah kehadiran makhluk bernama Kava menambah rasa penat di kepalanya. Lelaki itu selalu punya cara untuk menyulut emosinya.

Tiba-tiba, sebuah botol air mineral terulur di depannya membuat perempuan berambut panjang yang diikat seadanya itu mendongak mencari tahu siapakah sang Tuan. Lelaki berlesung pipi dengan senyum aneh yang terlihat sangat dipaksa berdiri disana.

image

Aruna mengernyit melihat ekspresi Kava yang entah mengapa membuatnya sedikit takut. Perempuan itu lalu memalingkan wajahnya namun Kava menyodorkan kembali botol air mineral di depan wajahnya.

Aruna memutar bola matanya malas. “Please banget gue lagi gada mood buat berantem sama lo, pergi aja sana.”

Kava memutuskan untuk duduk di bangku kecil yang ada di depan Aruna. “Gue sebenernya mau minta maaf, tapi wa gue sama lo di blokir makanya langsung nyamperin.” Ucap lelaki itu serius.

“Gausah, gue gapeduli sama sikap lo. Gue juga belum mau minta maaf karena masih kesel, so please just leave me alone” Jawaban Aruna yang tak santai membuat Kava menggaruk lehernya yang tidak gatal.

“Bukan, minta maafnya hal lain lagi.” Kava kembali menunjukkan senyum anehnya. “Maaf, gue ga sengaja liat dan denger lo pas di basement.” Kava menatap Aruna ragu dan sedikit mundur untuk menjaga jarak, takut perempuan itu akan langsung memukul kepalanya.

Tidak ada respon dari perempuan di depannya membuat Kava mencoba untuk menjelaskan situasinya. “Jadi gue mau ke motor ngambil airpods terus ga senga-”

“Bisa ga lo gausah omongin hal itu lagi?” Potong Aruna sontak membuat Kava menutup mulutnya rapat-rapat.

Mereka berdua diam dan yang terdengar hanya deru napas. Kava melirik Aruna yang masih memasang wajah datarnya. “Tapi Run, you lucky because you still have your parents

Tepat setelah kalimat itu keluar dari mulutnya, Kava kembali memundurkan badannya ke belakang sebab Aruna menatapnya tajam. “You know nothing Kav, stop pretend you do.

I admit I have no idea about how is it feels by having parents since I was left by them when I was child.” Jelas Kava membuat tatapan tajam Aruna melunak.

I rather have no parents, not everyone deserve an emotional abusive parents. And because you never experience that one then you have no right to give any-” Aruna mengulum bibirnya lalu merutuki dirinya dalam hati. Terbawa emosi membuat mulutnya mengatakan hal-hal kurang pantas. “Sorry, i didn't mean to insult you.

Kava tersenyum, kali ini senyumannya menjadi lebih normal. “No need

“Maaf juga buat sikap gue yang kemarin.” Senyum Kava semakin lebar memperlihatkan lesung pipinya yang indah. “Buat yang itu sih ya emang harus minta maaf Run, jadi ya gue maafin.” Akhirnya Aruna mengakui kesalahannya. Dari percakapan singkat itu, setidaknya kebencian di dalam diri mereka terhadap satu sama lain bisa berkurang.