stay cation

Rara terbangun di tengah gelapnya malam. Tenggorokannya terasa kering. . Dengan lunglai dia berjalan menuju dapur untuk memuaskan dahaganya.

“Hah seger banget.” gumamnya.

Gadis itu membasuh wajahnya untuk menghilangkan rasa mengantuk. Dia melirik jam dinding, pukul 04.00. Kalau begitu dia harus mulai bersiap dari sekarang, agar bisa mandi lebih awal dan tidak antri saat pagi.

Dia sedang berada di salah satu home stay di puncak bersama dengan teman angkatannya. Mereka mengadakan stay cation sekaligus membahas tentang laporan pertanggungjawaban oleh kepengurusan angkatannya dalam bina akrab dengan mahasiswa baru yang di adakan seminggu yang lalu.

Disinilah dia, mengumpulkan kesadarannya sembari menunggu air memenuhi bathup. Dia menyandarkan punggungnya ke pintu kamar mandi sambil menatap bathup itu kosong.

Tangan kirinya masih memegang gelas berisi air hangat yang dia bawa dari dapur.

Tiba-tiba.

“Ra?”

Rara sedikit terkejut. “Jeno?”

Mata lelaki itu membentuk garis horizontal saat dia tersenyum. Wajah khas bangun tidur membuatnya tampak lebih menarik dari sebelumnya, dan tentu saja. Menggemaskan.

Rara tertawa melihat tingkah Jeno yang tiba-tiba saja menarik dirinya mendekat lalu melingkarkan kedua tangannya di pinggang gadis itu.

“Kok cepet banget bangunnya?” Tanya Rara.

Namun Jeno tidak memberi jawaban dan hanya menggerakkan kepalanya di ceruk leher Rara.

Deru napas yang menerpa kulitnya membuat hawa panas mulai merambat menyusuri tubuhnya.

Padahal cuaca di puncak saat ini cukup dingin.

Hingga suara gemericik air mulai terdengar. Rara berusaha menarik diri. “Jen bathup nya udah penuh. Gue mau mandi dulu, sana.”

“Ikuttt.”

Pipi Rara seketika memerah. Bagaimana tidak? Dengan suara serak dengan tone manja baru saja terdengar oleh telinganya.

Jeno memang selalu punya cara membuat dirinya meleleh tiba-tiba.

“Jen gue mau mandi, itu airnya tumpah.”

Jeno mengangkat wajahnya, mendorong Rara masuk lalu mengunci pintu.

Mata Rara membulat saat Jeno tersenyum kepadanya. “Jen disini ga cuma kita loh.”

“Ya gapapa.”

“Jeno ih.” Rara berjalan mundur namun sialnya ada tembok tempat dibelakangnya dengan sigap Jeno menariknya pinggangnya mendekat dan mengurungnya dengan tangan nya yang lain sehingga gadis itu kini tak bisa berbuat apa-apa.

“Jen- mmpph.” Gelas yang dia pegang daritadi terjatuh karena Jeno membungkamnya. Lagi.

Lumatan demi lumatan diberikan Jeno membuat dirinya kewalahan karena lelaki itu tidak memberinya ruang untuk bernapas.

“Aw, kok digigit?” Kesal Jeno menarik diri.

“Gue gabisa napas anjir, pelan-pelan. Im yours

Jeno? Dia hanya cengengsan dan kembali mencium bibir Rara dengan lembut.

Rara mengalungkan kedua tangannya di leher Jeno lalu membalas melumat bibir Jeno.

Tangan Jeno yang tadi diam di pinggang Rara mulai bergerak naik ke rahang milik gadis itu menekannya agar ciuman mereka semakin dalam.

Indra pendengaran mereka seketika menuli saat suara gemericik air yang tumpah semakin deras, mereka hanya mendengar suara decak lidah akibat perbuatan mereka sendiri.

Perlakuan lembut Jeno dengan bibirnya tidak pernah gagal membuat Rara terbang. Dia selalu menikmati lumatan demi lumatan yang diberikan Jeno disana.

Jeno beralih ke rahang Rara, mengecupnya lembut. Dia menjelajahi setiap inci dari wajah Rara. Pipi, dagu, hidung, mata, Jeno menciumnya dengan posesif seakan memberi tahu Rara bahwa semua itu hanya milik Jeno.

Kemudian Jeno mengarah ke leher Rara.

“Jen jangan dikasih bekas.”

Tapi Jeno tidak mengindahkan perkataannya, Jeno menghisapnya pelan membuat Rara sedikit melenguh dan kesal dalam waktu yang sama. Meninggalkan bekas kepemilikan disana.

Jeno menarik diri lalu menatap Rara yang sudah kesal.

Jeno hanya cengengesan menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

“Sorry hehe.” Tangannya bergerak menuju bibir Rara yang membengkak. Mengusapnya pelan dengan ibu jarinya.

Jeno kembali memajukan wajahnya namun Rara menghindar. “Udah, gue mau mandi.”

Jeno mendecak kesal, bersamaan dengan suara pintu yang di gedor akhirnya membuat aktivitas mereka harus berhenti.

“Woe itu air dimatiin.”

“IYA BERISIK BANGET SIH.” Teriak Jeno yang berjalan menuju pintu dan membukanya.

“Dikunci pintunya, nanti ada yang masuk.”

“Paling lo. Dah sana.”