warung ibu ratna
Senyum lebar menghiasi wajah Dinda sebaliknya ia dari warung semangka. Dia senang sebab dihari pertamanya, dia sudah bisa berkenalan dengan beberapa warga desa.
Tak jauh dari posko, dia melihat Juli dan Caterine sedang bersenda gurau di warung yang ia lewati tadi. Namun, karena sebelumnya tidak ada orang setelah mengintip beberapa kali, Dinda memutuskan untuk terus berjalan. Sekarang, sepertinya pemilik warung sudah ada. Dengan langkah riang, Dinda mendekat dan mendapati kedua temannya sedang duduk bersama wanita paruh baya yang dia tebak adalah pemilik warung.
“Nah ini bu, koordes kita. Namanya Dinda.” Jelas Juli, membuat Dinda reflek mencium tangan Ibu tersebut.
“Din, ini ibu ratna, yang punya warung.” Ucap Caterine. Dinda ber-oh ria.
“Ternyata koordesnya cantik ya.” Ucap ibu tersebut membuat Dinda tersenyum malu. Entahlah, pujian dari ibu-ibu lebih berhasil membuat dirinya memerah. “Duduk nak, ini ada kue dimakan ya. Jangan malu-malu.”
“Iya, makasih bu.” Jawab Dinda sopan.
Ditengah keseruan itu, Jojo pun lewat dan tertarik untuk ikut bergabung.
“Eh kalian pada disini?” Tanya Jojo, tak lupa mencium tangan ibu Ratna. “Saya Jojo bu, anak KKN juga.”
Ibu Ratna langsung menarik Jojo untuk duduk. “Jojo dari mana nak?” Tanya ibu Ratna.
“Abis nyari masjid bu.”
Ibu Ratna mengangguk paham. “Di masjid itu ada TPA juga, biasanya yang KKN kesini ikutan ngajar ngaji disana biasanya.”
Mendengar itu Dinda langsung menatap kearah Jojo yang kebingungan.
“Kalau kita mau ngajar ngaji, lapor kemana bu?” Tanya Dinda yang langsung diangguki oleh Jojo yang akhirnya paham.
“Biasanya lapor ke Ibu Intan, dia yang ngurus TPA masjid. Rumahnya pas dibelakang sini, tapi kamu lewat lorong kecil disana.” Jelas Ibu Ratna menunjuk sebuah lorong tak jauh dari tempat mereka.
“Bagus tuh Din, lo, Jojo sama Hanan bisa kesana buat ngajar juga.” Saran Caterine yang diangguki Juli yang tengah sibuk mengunyah kue bolu buatan Ibu Ratna.
“Iya juga ya, gimana Jo?” Tanya Dinda.
“Aman itu mah, gue malah seneng.” Balas Jojo dengan jempolnya.
“Anak-anak disana ngajinya abis sholat Dhuhur, jadi bisa sekalian dhuhur dulu baru ngajar ngaji.” Jelas Ibu Ratna lagi.
“Tapi bu, itu ada spanduk TPA juga di samping warung beda apa sama?” Tanya Jojo menunjuk spanduk berukuran 2x1 yang terbentang di depan rumah di samping warung Ibu Ratna.
Ibu Ratna tersenyum. “Itu beda, TPA itu suami ibu yang ngurus. Kebetulan suami ibu Imam Desa. Jadi, di Desa ini tiap dusun ada TPA nya karena kalau mau kesini atau ke masjid kan lumayan jauh ya tiap dusun nah karena tiap dusun juga ada Imam dusun, jadi dibentuklah TPA tiap dusun.”
Keempat mahasiswa itu ber-oh secara kompak.
Dinda kembali mengangkat tangannya refleks. “Kalau TPA pak Imam, anak-anaknya ngaji diwaktu yang sama ya bu?”
Ibu Ratna menggeleng. “Oh kalau TPA Madinah, ngajinya abis ashar.”
Dinda kembali bertatapan dengan Jojo. “Kalau gitu, kita ngajar di TPA Madinah juga boleh ga ya bu?” Tanya Jojo membuat Ibu Ratna tersenyum lalu mengangguk.
Jojo tersenyum senang lalu ber-high five dengan Dinda yang tak kalah senangnya.
Mereka kembali melanjutkan obrolan mereka hingga senja tiba.