• 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑟𝑎𝑠𝑎𝑘𝑎𝑛 𝘩𝑒𝑒𝑠𝑒𝑢𝑛𝑔
Heeseung membuka pintu rooftop apart tempat gadis itu tinggal.
Seperti biasa, gadis itu memeluk kedua lututnya.
Heeseung menghampiri gadis itu.
Dia menangis.
“Hee?” Gadis itu menyadari kehadirannya dan langsung memeluk lelaki itu.
“Beomgyu..”
“Ini pertama kalinya kita ketemu selama dua bulan, dan yang kata pertama yang lo ucapin harus banget nama dia?” Heeseung mendorong Aya agar pelukannya terlepas.
Aya terkejut. Ini kali pertama, Heeseung seperti ini.
“Hee..”
Heeseung tertawa.
“Aya, ngaku deh. Lo seneng kan liat gue kayak gini?”
Aya mengernyit. “Maksud lo?”
Heeseung menghela napas.
“Lo pikir, orang bego mana yang abis ditinggalin sama sahabatnya sendiri plus cewek yang dia sayang demi orang brengsek macam Beomgyu dan ngelewatin hari-hari berat selama dua bulan dengan rasa bersalah karena mikir semua ini gara-gara dia terus tiba-tiba cewek itu bilang hee pls, i need you here dan dengan tololnya dia lari kesini buat nenangin tuh cewek yang dia yakin sedih gara-gara cowok yang sama yang bikin dia bersikap egois denga ngebuang sahabatnya.”
“Iya Ya, gue bego dan lo tau itu.”
Aya menatap Heeseung nanar. “Hee, gue ga kayak gitu.”
“Gue mau nanya Ya sama lo, waktu hari dimana gue ngakuin kalau gue natap lo lebih dari sahabat lo bilang 'Hee, kita sahabat. Mau lo atau gue udah kenal satu sama lain dan lo tau pasti gue mandnag lo sebagai apa' gue mau mastiin lagi Ya. Emang lo mandang gue sebagai apa?”
Nafas Aya tercekat, Heeseung yang ada di depannya sangat berbeda dengan Heeseung yang dia kenal.
“Lo sahabat gue Hee.”
Heeseung berdecih. “Sahabat? Sahabat macam apa yang ngebuang sahabatnya dengan embel-embel egois, kelewat batas? Lo bilang lo kenal sama gue karena kita sahabat, nope Ya. Lo ga kenal gue. Lo bilang 'gamau ngerusak semuanya cuma karena perasaan egois yang minta buat dijadiin satu' kalau lo emang kenal sama gue, lo gabakal ngomong kayak gitu. Lo gabakal ngeraguin gimana perasaan gue. Cuma? Lo bilang cuma?” Tanya Heeseung dengan penekanan.
“Aya aya, yang egois tuh lo kalau lo mau tau.”
Aya mengusap air matanya, dia merasa Heeseung sudah keterlaluan.
“Maksud lo apaan? Kok lo malah nyalahin gue? Kan lo yang mulai ngerasa kita ini bisa lebih dari sahabat?”
Lelaki itu mengendikkan bahunya.
“Itu, itu bukti keegoisan lo. Gue ada disini bukti keegoisan lo. Lo mikir ga sih? Gue yang udah bertahun-tahun bareng sama lo dan akhirnya sayang sama lo lebih dari sahabat, nenangin lo kalau lagi nangis, bantu lo buat sembuh dari luka lo, tiba-tiba dibuang, di tampar di depan cowok brengsek yang ngetawain dia pas liat lo ngebuang sahabat lo gara-gara tuh cowok brengsek? Dan selama dua bulan, lo tiba-tiba ngechat lagi, dan yes, im here si bodoh Heeseung. Lo mau apa lagi? Mau gue meluk lo? Nenangin lo? Bilang kalau segalanya bakalan baik-baik aja? Ngusap air mata lo? Gimana Ya? Siapa yang egois?”
Aya terduduk, dia memutar kembali apa yang Heeseung katakan. Dia menemukan dirinya tak sadar diri, tak berterima kasih kepada orang yang selama ini ada untuknya. Air matanya mengalir, menatap Heeseung.
“Hee, maafin gue. Gue- gue sadar semuanya salah gue.”
“Telat Ya.” Heeseung menggeleng.
“Coba aja pas gue ke apart lo, lo nerima gue buat ngejelasin semuanya dengan kepala dingin. Semuanya ga kayak gini. Udah rusak Ya, persahabatan yang lo jadiin payung selama ini udah rusak.”
“Hee gue mohon.”
Heeseung tersenyum, mengusap air mata gadis itu.
“Sorry Ya Selama dua bulan ini gue mikir, kalau apa yang gue lakuin selalu tentang lo dan gue gapernah mikirin diir gue sendiri. Inget kata orang? Lo terlalu ngejaga perasaan orang lain sampai lo lupa perasaan lo juga penting. Dan ya, gue mau ngelakuin itu sekarang. Lo tau kan gue juga berhak bahagia? Jadi please jangan halangin gue nyari kebahagiaan gue.”
“Lo jahat Hee, LO JAHAT!!!! LO BILANG LO MAU NEMENIN GUE PAS GUE LAGI SEDIH DAN SEKARANG? LO MAU NINGGALIN GUE.”
Aya menangis sejadinya. Entah mengapa rasanya sakit sekali melihat Heeseung tersenyum seperti itu.
Dia kehilangan Beomgyu, tapi rasa sakit melihat Heeseung mengatakan apa yang selama ini dia rasakan bahkan lebih sakit.
Dia menggeleng lalu berlari menuju tepi rooftop.
Terlalu cepat, hingga Heeseung tak sadar gadis itu melompat dari sana.
Heeseung menghampirinya namun terlambat.
Gadis itu sudah sampai di atas aspal yang ramai dalam beberapa menit.
Kaki Heeseung seakan tak punya tenaga. Dia merosot ke bawah. Menjambak rambutnya frustasi.
“ARGHHHHHH.”
“Bahkan sampai saat ini lo masih egois Ya.”