declipsee

  • serein

“Lo mau ga jadi pacar gue?” di tengah terbenamnya matahari dan riuhnya suara rintik hujan, dengan sikap tiba-tiba dari Azka membuat Tasya terkejut, apakah dia bermimpi? Tetapi mengapa terasa begitu nyata?

Tanpa sadar, bulir air matanya terjatuh.

Azka tersenyum kepadanya, senyuman yang membuat hatinya menghangat.

Tiba-tiba laki-laki itu berdiri memeluk dirinya. “Gimana?”

Gugup. Lidah Tasya terasa keluh.

“Menurut lo Audi bakalan nerima gue ga?”

Tubuh gadis itu menegang dalam pelukan Azka.

Tunggu dulu, Audi?

Tasya menarik dirinya. Menatap lelaki itu lekat-lekat. “Lo barusan ngapain?”

Azka bergidik karena kedinginan atau deg-degan? Entahlah.

“Simulasi buat nembak Audi.” Azka tertawa.

Tasya? Dia juga tertawa.

Miris sekali hidupnya.

Matanya terasa panas hingga dia menangkap sosok yang baru saja di bicarakan lelaki itu.

“Audi? Sorry ya, gue gatau bakalan hujan. Basah ga?” Tanya Azka khawatir.

“Gapapa Ka, gue dianterin supir kok kesini.”

Mata Tasya menangkap bagaimana khawatirnya Azka kepada gadis itu. Sangat jelas, betapa Azka peduli dengan Audi- sahabatnya.

Dia merasa seperti pengganggu di antara mereka.

Matanya bertubrukan dengan manik milik Azka yang memberinya isyarat untuk menjauh.

Tasya memutuskan untuk duduk di meja agak jauh dari mereka berdua.

Bisa nampak jelas, bagaimana senyuman Azka saat bersama Audi.

Hingga pada saat yang Azka melakuka hal yang sama beberapa menit yang lalu dan mendapat anggukan dari Audi sebagai jawaban membuat dada Tasya terasa sesak.

Dia pergi. Keluar dari cafe, membiarkan dirinya basah karena hujan agar tangisnya tersamar.

Dia bisa melihat sisa-sisa sunset yang terkubur gelapnya awan.

Have you ever seen someone's smile hurts you a lot? Tasya tertawa, ternyata begini rasanya.

Selama ini Azka mendekatinya hanya untuk Audi.

Mengapa dirinya bisa begitu bodoh dan lupa diri?

Potonga-potongan ingatan kembali terputar di kepalanya saat Azka secara terang-terangan menciptakan sebuah percakapan untuk membahas sahabatnya tetapi bagaimana bisa dirinya merasa senyaman itu sehingga perasaan tak terduga muncul?

Perasaan berdebar saat lelaki itu tertawa karena jawaban konyolnya?

Butterfly effect yang dia rasakan ketika tiba-tiba Azka merangkulnya dan mengajaknya ke cafe hanya untuk membahas soal Audi?

Mengapa?

Tasya terduduk, kakinya kehilangan tenaga dibawah cahaya temaram dari matahari yang tenggelam dan dinginnya hujan.

Dia tertawa.

Serein yang menurut orang lain akan menenangkanmu karena keindahan sinar dari matahari temaram yang terbenam serta kesejukan petrichor terasa seperti sedang mengejek dirinya.

Dia merasa sedang dicemooh.

Hari ini dunia terlihat lebih indah, tapi tidak untuknya.

  • you are the bestest gift

Aletta tersenyum saat membaca pesan terakhir olehnya dan seorang Jayantara dua tahun lalu.

Setelah dirinya mengalami kecelakaan karena menyelamatkan Jake dan di operasi yang menyebabkannya harus menerima transfusi darah.

Dan orang yang menyelamatkannya adalah Jayantara. Lelaki yang sangat dia sayangi, lelaki yang sempat dia benci, lelaki yang mengorbankan segalanya demi dirinya.

Sayangnya, setelah proses itu Jayantara menjadi kritis.

Kanker di otaknya menjadi tak terkendali.

Di hari terakhirnya, Jayantara melarang Aletta untuk menemuinya di rumah sakit.

Mereka hanya bertukar kabar lewat pesan.

Dan saat lelaki itu memberitahunya bahwa inilah saatnya.

Saat dimana Jayantara kembali pulang ke pangkuan Tuhan.

Aletta menatap langit.

“Jay, apa kabar? Baik kan? Hari ini ulang tahun kamu, tapi aku gabisa jenguk soalnya balik ke London. Maaf ya? Aku doain dari sini aja ok?”

Tak sadar tetes demi tetes air mata nya mengalir.

Jayantara, sosok terbaik yang pernah dikirim Tuhan untuknya.

Sosok yang selalu ada, yang selalu mengatakan 'Aletta you should be happy' tiga kali sehari.

Sosok yang memberi nya tangis dan tawa.

Jayantara, the bestest gift baginya.

“WOE KOK NGELAMUN.”

Aletta terkejut. “Jake?”

“Loh? Satya sama Kahsa juga?”

“Iyaa dong.”

“Mentariii??? Aaaa kangen banget.” Aletta berlari menuju gadis itu dan memeluknya.

“Kalian ngapain ke sini?”

Kahsa dan Satya menunjukkan kue tart yang mereka beli. “Rayain ulang tahunnya Jayantara Ta.”

Senyum Aletta merekah. Jayantara kamu lihat kan? Orang-orang ini masih sayang sama kamu, termasuk aku.

Terima kasih.

Tunggu aku disana ya.

  • the truth

tw // car accident

Aletta memilih baju yang dipajang di butik langganannya. Matanya menangkap salah satu dress cantik dengan warna pastel dia meraihnya namun tangan seseorang sudah lebih dulu disana.

Mata Aletta menyipit, dia mengenali gadis itu.

“Mentari?”


Keempat lelaki itu saling bertukar gurauan, melupakan apa yang sudah terjadi di antara mereka.

Terutama di antara Jayantara dan Jake.

Tiba-tiba.

“Aletta?” Senyum Jake menjadi lebih merekah setelah melihat gadis tak sendiri.

Jayantara yang mendengar nama gadis itu berbalik.

“Mentari?”

Wajah Aletta terlihat merah, seperti menahan tangisan(?)

“Ta? Kenapa?” Tanya Satya yang peka akan ekspresi Aletta apalagi diikuti Mentari yang memiliki ekspresi sama anehnya.

Namun gadis itu hanya diam menatap Jayantara.

“Jayantara... kamu jahat asli.” Shit maki Aletta dalam hati karena tak bisa menahan air matanya.

“Ta ada apasih?” Jake menghampiri gadis itu, memeluknya.

Jayantara yang mulai curiga menatap Mentari, dan benar dugaannya. Aletta telah mengetahui yang sebenarnya.

Dia berdiri mencoba menenangkan gadis itu.

“Ta, dengerin aku dulu ya.”

Kahsa dan Satya ikut berdiri.

“Lo ngapain lagi sih Jay?”

“Jake please dengerin gue dulu, gue bisa jelasin.”

BUGH

Para barista menatap mereka, menghampiri sebelum terjadi keributan.

“JAKEEEE!!!”

Aletta terkejut dan dia langsung menarik Jake.

“Gue udah bilang, gue yang bakalan jagain dia dan sekarang sejak lo dengan brengseknya nyakitin dia tapi sekarang dibelakang gue lo bikin dia nangis lagi?”

“Jake udah, lo gila?” Dorong Kahsa sedangkan Satya membantu Jayantara berdiri.

Jayantara hanya diam.

Dia lebih fokus melihat Aletta yang menangis.

Jake yang menyadari itu kembali mencoba mendekati Jayantara namun Aletta tetap menahannya.

“Jake udahhhh.”

“Kenapa Ta? Dia udah bikin lo nangis, gue gabakal biarin. Gue mau ngasih dia pelajaran.”

“JAKE LO MAU BUNUH DIA HAH?!” Jayantara menutup matanya, hari ini segalanya akan terbongkar.

Aletta menatap Jake sendu. “Jay.... dia.... dia sakit Jake.”

Hening.

Tak ada suara setelah Aletta mengucapkan kalimat itu. Jake, Kahsa, dan Satya tak bergeming, mereka hanya menatap Jayantara.

“Lo tau? Gue udah ngerasa brengsek banget udah benci dia selama dua bulan belakangan. Gue taunya dia cowok brengsek, cowo gada hati, cuma mainin gue, but no, Jake... he doesn't Jake..” Jake menarik gadis itu dalam rengkuhannya, mencoba menenangkan Aletta dan mencerna apa yang barusan dia dengar.

Jayantara? Sakit?

Sakit apa? Selama ini dia terlihat sehat-sehat saja.

Tidak nampak seperti orang yang sakit.

“Mentari, dia ceritain semuanya ke gue. Lo tau Jake? Mentari sepupunya Jayantara, dia cuma pura-pura biar gue benci sama dia.” Aletta menarik diri, menatap Jake dengan wajah penuh air mata.

“Dan dia sengaja, ngebiarin lo deketin gue.”

Jayantara menggeleng. “Aletta please no

“Karena dia udah tau lo sayang sama gue, jauh sebelum gue balik ke Indo.”

Kahsa dan Satya sebagai orang yang menutupi hal itu dari Jayantara menatap sahabatnya itu.

Jadi, semua ini benar-benar sudah direncanakan.

Jayantara membodohi mereka.

Sahabat macam apa mereka? Kenapa mereka tidak tahu yang sebenarnya.

Jake menatap Jayantara. “Jay, sejak kapan?”

“Gue ga sengaja ngeliat lo senyum tiap liat foto Aletta.”

Jake menarik kerah baju Jayantara. Semua orang terkejut.

“JAKE JANGAN GILA.”

“Gue nanya sejak kapan lo sakit bukan nanya sejak kapan lo tau gue suka sama Aletta.” Ucap Jake dingin.

Dia mendorong Jayantara, lalu pergi dari sana.

Jake tertawa. Pada akhirnya, dia tetap menjadi sahabat yang jahat.

Dua bulan lalu, dia mencoba menjadi egois karena mengira sahabatnya itu tidak pantas menyakiti Aletta seperti itu.

Namun kenyataannya, dia salah. Jayantara, si bodoh itu. Dia melepaskan Aletta begitu saja dan menyerah.

Jake berjalan tanpa arah, meninggalkan mobilnya di parkiran cafe.

Dia masih bisa mendengar suara Jayantara meneriaki namanya.

Tunggu. Ada suara Aletta juga.

Dia tersenyum. Gadis itu mulai menyukainya?

Jake seharusnya senang, penantiannya akhirnya terjawab.

Tapi kenapa rasanya sakit?

Dia berbalik, Aletta, dan ketiga temannya mencoba menghampirinya.

“Balik sana, gue mau sendiri.”

“JAKEEEE.” teriak Aletta.

Dan....

BRAKK

Jake terjatuh, tunggu.

“ALETTAAAA”

  • they said you'll happy when you fall in love

Jay menatap kedua punggung yang salah satunya sangat dia kenali.

Gadis itu. Gadis yang belakangan ini sangat dia sayangi, tetapi bahkan sedetik pun gadis itu tak pernah melihat kearahnya.

Gadis yang hanya tersenyum padanya dan mengucapkan terima kasih namun tidak memberi ruang untungnya berharap lebih.

Bahkan dengan apa yang dia lakukan tak juga membuat gadis itu luluh.

Gadis itu malah memilih orang lain.

The pain filled him

Dadanya sesak.

Sesakit ini kah?

Mengapa dirinya merasakan ini disaat orang lain merasakan kebahagiaan saat mereka jatuh cinta?

Mengapa semuanya terasa begitu egois?

“Jay? Kamu disini?”

Jay hanya terdiam.

“Kenalin, ini pacar aku.”

Getir. Dunianya seakan runtuh, hatinya seolah terbakar.

Apa yang dia lakukan selama ini sia-sia.

Mendengar kata itu terucap langsung oleh gadis itu memberi rasa sakit yang luar biasa.

Harusnya dia sadar, selama ini dirinya hanyalah bayangan.

Bayangan yang tak akan pernah menjadi nyata.

Gadis itu berjalan melewatinya.

Sedangkan Jay masih berperang dengan rasa sakit dan pikirannnya.

Bahkan sebelum memulai segalanya, dia sudah tahu jawaban apa yang akan diberikan gadis itu.

Gadis yang membuat tidurnya tak tenang.

Membuat makannya tak teratur.

Berlebihan memang, tetapi itulah faktanya.

Sebuah arti dari jawaban tanpa jawaban.

He pretend that everything is fine but it doesn't

Tetapi berpaling pun rasanya sangat sulit. Jay sudah terjatuh sangat dalam.

Bahkan saat gadis itu mencampakkannya.

Bahkan saat dia tahu, kata 'kita' diantara mereka adalah hal mustahil.

Tetapi untuk membiarkan dia pergi begitu saja akan sangat menyesakkan baginya.

“Bayangin kamu di posisi aku.” Ucap Jay tepat saat rintik hujan mulai membasahi dirinya.

  • archetype

Caca merenggut mendengar ocehan dari Jean.

“Ya gue tuh bingung aja, baru kali ini gue liat orang pacaran macam lo sama Arion.”

“Lo jangan ingetin lagi deh anj... Kesel gue.”

“Tuh tuh tuh dikit-dikit cursing.” Jean menarik kepala gadis itu dan meletakkannya diantara lengannya.

“Jea anjing lo rajin ngegym entar leher gue patah.” Teriak Caca.

Tiba-tiba.....

BUGH

“AKSA!!!!” Refleks Caca mendorong Aksara yang entah datang darimana.

“Lo gila?” Tatapan Aksara jatuh pada gadis yang sedang membantu Jean untuk berdiri.

“Ya Tuhan Sa, lo kenapa sih?!” Bentak Caca.

Aksara tersenyum kecut. “Lo belain dia? Setelah dia hampir aja nyakitin lo?”

“Nyakitin apaan? Lo gabisa liat itu becanda? Hah?”

“Gue aja gapernah Ca gituin lo.”

“Ya ampun Aksara! Lo tuh beda, lo kaku, lo yang ngehindar segala macam skinship when i tried it to you! Sadar ga sih?”

“Ca tenang dulu diliatin orang.” Tegur Eric.

Aksara menghela napas, menarik gadis itu keluar dengan paksa.

“Aksaraaa lepasin gue. Sakit.” Nihil, lelaki itu sedikit (?) menyeret Caca.

“Bro, ga gitu cara lo. Tangannya Caca sakit.” Tahan Jean saat mereka sudah berada di luar cafe.

“Lo gausah ikut campur, ini urusan gue sama cewe gue.”

“Ya tapi gue sahabatnya dari kecil.”

Aksara menatap Caca. “Lepasin ga?!”

Ya Aksara melepaskan tangannya.

“Lo beda Ca.”

“Beda gimana maksud lo?”

“Sebelumnya lo gapernah gini sama gue, lo berubah. Apa lo udah suka sama Jean?” Pertanyaan Aksara membuat gadis itu menganga tak menyangka.

“Lo main sama Jean dibelakang gue? Gue udah usaha buat nahan diri debat sama lo biar kita ga berantem tapi lo? Kalo lo mau putus bilang Ca, jangan kayak gini.”

Jean mencoba menengahi begitupun Eric dan Julian namun pergerakan Caca menahan mereka.

“Sa, gue gapernah berubah. Gue emang dari awal gini, cuma lo doang yang ga ngenalin gue. Buat apa hubungan kita selama setahun belakangan tapi lo belum tau gimana gue? Gue selalu nyoba buat bahas segala hal yang beda diantara kita, tapi lo selalu ngehindar. Lo harusnya tau, setiap hubungan harus saling terbuka dan gue nyoba lakuin itu tapi lo? Nolak Sa.” Caca menarik napasnya panjang. “Lo gaberhak ngehakimin Jean, dia lebih kenal gue daripada lo. Oke, lo bilang lo gamau kita berantem tapi liat? Liat sekarang? Rasanya udah beda Sa, lo sadar ga sih kita punya banyak perbedaan? Pola pikir kita, pandangan kita.. Beda Sa! Gue udah nyoba buat nyari solusi, tapi buat apa? Buat apa kalo cuma gue yang usaha sementara lo nolak? Lo pikir dengan lo ngehindar buat ga debat bisa bikin gue bahagia? Engga Sa, lo nyiptain ruang kosong disini.” Caca menunjuk dadanya, nope tempat hatinya berada.

You know what? I have already lost the spark when im with you. Sekarang semuanya ada di lo. Ikutin kata hati lo, dan gue ikutin kata hati gue. Gue udah capek usaha.”

Aksara tersenyum. “Kayaknya emang bener, lo udah suka sama Jean kan? Kita ngomongin hubungan kita, tapi di tengah-tengah lo masukin nama Jean disana. Apa? 'Lebih kenal sama lo?' Iya lo berdua saling kenal, karena kalian lebih dari sahabat kan?” Aksara menghela napas.

“Menurut hati lo.. kita bisa perbaikin semuanya atau stop sampai disini?”

“Gue udah bilang Sa, gue capek.”

Aksara mengangguk mengerti. “Oke, gue pernah denger di tiktok. Awalnya gue kira itu omong kosong, tapi nyatanya gue ngalamin itu. Katanya 'follow your heart' itu ga selamanya ngasih lo jawaban pasti. Apalagi saat hati lo udah kebagi jadi dua, apapun jawabannya pasti lo bakalan ninggalin salah satunya and yap, here u go lo ninggalin gue.”

Aksara menatap Jean. “Bro, selamat ya. Lo bisa pacarin dia sekarang. Good luck

Aksara berbalik menjauh diikuti kedua temannya.

Tanpa sadar air matanya menetes.

Semuanya hanya sampai disini.

Kisahnya bersama gadis pertama yang membuatnya jatuh hati ternyata kandas.

Gadis itu berkata dia lelah.

Ini memang murni kesalahannya, fatal. Sehingga membuat tempatnya di dalam hati gadis itu perlahan-lahan memudar.

Aksara memang buta terhadap cinta, yang dia lakukan selama ini hanyalah berusaha sebaik mungkin menghindari terjadinya pertengkaran. Namun, ternyata gadis itu memiliki pandangan yang berbeda.

Bahkan saat gadis itu mencoba menyatukan pandangan, dirinya menolak.

Hari ini, dua hari sebelum hari jadinya bersama Caca akhirnya menjadi hari terakhir hubungan mereka.

  • moira

Juyeon menendang kaleng minuman di jalan.

Pikirannya kacau, ayahnya lagi-lagi membuat keributan. Padahal beberapa waktu belakangan udah sedikit aman karena lelaki tua itu tidak ada dirumah dan hari ini dia kembali lagi.

Tiba-tiba sebuah suara terdengar oleh indra pendengarannya.

Dia mengedarkan pandangannya.

Matanya menangkap sebuah sosok kecil dengan bahu yang bergetar.

Nangis? Batin Juyeon.

Dia mendekati gadis itu.

“Ngapain?”

Bahu yang tadi bergetar menjadi kaku seketika.

Sang pemilik mengangkat kepalanya menatap Juyeon nyalang.

“Lo sapa? Ngapain lo disini?”

“Bukan siapa-siapa. Gue mau ngasih tau ini lapak gue.”

Gadis itu mengernyitkan dahinya.

Juyeon menghela napas. “Yaelah, lo kalo mau nangis jangan disini. Ini tempat gue.”

“Tempat lo? Lo mau nangis juga?”

“Banyak nanya lo.” Juyeon mendudukkan dirinya disamping gadis itu.

“Bokap gue balik lagi setelah beberapa waktu. Dia pelaku kdrt, tukang selingkuh sejak gue kecil.” Juyeon tersenyum miris. Entah dorongan darimana tapi dia dengan lancarnya menceritakan hal itu kepada orang yang baru dia temui.

Gadis itu menghela napas kasar. “Gue tinggal sama nenek gue, nyokap gue udah nikah dua kali. Dia tinggal sama bokap tiri gue sedangkan bokap kandung gue, hampir sama kayak lo. Dia suka pergi, mabuk-mabukan, maen cewe, pulang-pulang mukul gue.”

Juyeon tidak menyangka, gadis ini memiliki alasan yang sama untuk berada di tempat ini sekarang.

Karena ayah mereka.

Juyeon tidak habis pikir, ada seorang ayah yang tega memukul putrinya. Beda dengannya, jika dipukul ayahnya maka dia akan melawan tetapi bagaimana dengan gadis kecil di sampingnya ini?

“Kok jadi curhat ya.” Gadis itu mengusap air matanya.

“Gue pernah baca, katanya emang lebih lancar curhat sama orang asing dibandingkan orang terdekat. Karena abis curhat yaudah selesai, kan ga saling kenal.”

Gadis itu mengangguk setuju.

• Choice

Setelah dua tahun, aletta kembali ke Indonesia dan orang pertama yang dia pikirkan adalah seorang Jayantara. Kekasihnya.

Dia bergegas mengunjungi tempat dimana lelaki itu biasa menghabiskan harinya bersama ketiga temannya.

Namun, rasa rindu yang dia tahan selama ini terasa sangat menyesakkan karena melihat lelaki yang dia rindukan malah bersama gadis lain.

“Jayantara..”

Lelaki itu, serta ketiga temannya terkejut.

“Aletta?”

“Dia siapa?”

“Ta, duduk dulu ya. Lo kapan balik? Sini” Jake mencoba membuatnya tenang, dengan memberi isyarat kepada Jayantara untuk mengantar gadis itu pulang. Ya, gadis itu adalah Mentari. Gadis lain, yang mengisi tempat Aletta selama dia tidak ada disini.

“Jay.. kamu ga jawab aku.” Suara Aletta bergetar. “Kamu... duain aku Jay?”

Ketiga teman Jayantara berusaha membantu menenangkan situasi namun nihil.

“JAY JAWAB!” Air matanya lolos.

“Aletta please aku mau anterin Mentari pulang dulu.”

Jika Jayantara adalah orang yang keras kepala, maka Aletta lebih.

Gadis itu menahan lengan Jayantara, menatapnya dengan tatapan terluka.

“Ta, aku mohon jangan bikin aku milih antara kamu sama Mentari.”

Jake memegang pundak temannya, berusaha meminimalisir buruknya keadaan. Apalagi Aletta baru saja tiba.

“Kenapa? Karena kamu bakalan milih dia?”

“Jayantara..” sela Jake.

Jayantara menghela napas. “Iya aku bakalan milih dia.”

Aletta tersenyum miris.

“Jay, lo udah kelewatan.” Ucap Satya.

Sedangkan Kahsa dan Jake hanya menatap tidak percaya.

Jay, am i joke to you?

Jayantara melepas tangan Mentari, menyuruh gadis itu menunggu di mobil.

“Aletta, kamu tau ga sih love wouldn't be last forever semuanya bakalan memudar Ta dan aku juga gitu.” Jelas Jayantara.

Do you even loved me?

Yeah, before i found her. But now, there's no love between me and you anymore

Runtuh.

Aletta tidak bisa lagi menahan tangisnya.

Gadis itu menatap sekitar, tatapan iba terpancar dari ketiga teman Jayantara.

Dia tidak suka itu.

“Kenapa? Karena aku ga ada disini nemenin kamu selama dua tahun? Okey, i realized now. why the fuck i am too dumb to make you choose between me and her? Padahal harusnya aku tau, kalo kamu emang cinta sama aku.... Kamu gabakal punya pilihan itu.”

Aletta berbalik, pergi.

Membawa luka, tangis, serta rasa rindu yang menyesakkan.

Dia hancur.

“Jay, lo keterlaluan.”

“Lo gila Jay? Kenapa lo nyakitin Aletta kayak gini?”

She's left without saying goodbye. It will be more hurt for her” Jake menatap temannya.

I cant lie to myself anymore Jay.

Jake dont..” Sela Kahsa.

Jake menggeleng “Seeing you hurting her like that, no.. I cant.

Jake menghela napas. “Im in love with her, Jay.

• your song

Arina, menatap lelaki yang telah mengisi hatinya selama setengah tahun belakangan.

Mungkin menurut kalian, itu adalah waktu yang singkat namun cukup untuk membuatnya jatuh sejatuh mungkin kepada sosok yang ada di depannya saat ini.

Sosok itu tersenyum, namun mengapa rasanya begitu sakit?

Ya, lelaki itu berdiri bersama seorang gadis di sampingnya.

Gadis yang membuat Sean berlindung kepadanya bak payung di musim hujan.

Menjadi penerang di hari tergelapnya.

Menjadi tempat teraman saat dirinya merasa sedih.

“Hai Arina.”

Arina membalas senyuman itu.

Senyuman penuh luka.

“Aku mau makasih karena kamu udah baik banget sama aku selama ini.”

Satu kalimat.

Sesak.

Arina ingin sekali menghambur ke dalam pelukan Sean, untuk pertama kalinya setelah hanya dirinya yang menjadi tempat bertumpu lelaki itu.

Tetapi kakinya berat, lidahnya keluh.

Tak mampu berkata dan melakukan apa-apa.

“Sekarang aku akan nyoba memperbaiki cerita aku sama Jihan. Cerita yang sempat kandas dan dilanjutkan sama kamu tapi ternyata..” Sean tidak melanjutkan ucapannya.

Arina menghela napas. Membayangkan betapa indahnya sequel yang dia rancang untuk dirinya dan Sean.

Sebuah cerita dan lagu baru.

Yang awalnya dia kira akan menjadi sebuah lagu cinta pertama antara dirinya dan Sean.

Namun..

“Makasih juga untuk semuanya Sean dan maafin aku karena harus ngomong ini, tapi aku mohon. Setelah kamu pergi detik selanjutnya, jangan pernah kembali sama aku meski kamu terluka sekalipun. Please, dont use someone to heal yourself by giving them your wound cukup aku aja ya? Cukup aku aja yang ngerancang cerita dan lagu baru untuk kamu. Semoga kamu bahagia. This is your song, not ours.

Arina berbalik, berjalan menjauh.

Tetes demi tetes air mata akhirnya mengalir.

Kali ini, dia harus pergi. Menyimpan lagu yang dia ciptakan untuk Sean jalani dengan Jihan.

Karena ini lagu ini, tidak akan pernah menjadi miliknya.

• archetype

Caca sekali lagi menghela napas. Aksara lagi-lagi menghindar untuk membicarakan hal yang mengganggu, padahal demi kebaikan hubungan mereka sendiri.

Gadis itu penasaran, apa mungkin Aksara tidak serius menjalani hubungan dengannya? Kenapa bisa lelaki itu bersikap seperti ini?

Hal yang harusnya mereka bicarakan agar bisa menemukan jalan keluar bersama malah di hindari dengan alasan 'gamau berantem' bukankah perselisihan dalam suatu hubungan adalah hal wajar? Yang harus mereka lakukan adalah mencari solusi bersama kan? Tapi kenapa?

“Apa Aksa udah bosen ya sama gue? Makanya nyari cara biar bisa putus?”

Lagi, segala pertanyaan muncul di kepala Caca.

Membuat rasa tidak cocok semakin menjadi-jadi.

Bahkan, sensasi di dadanya saat Aksara memanggilnya dengan sebutan 'sayang' tidak lagi sama.

Sikap Aksara membentuk ruang kosong di hati Caca dan sayangnya itu semakin membesar.

Dia ingat kata Jean. “Jika kita bisa fall in love maka kita juga bisa fall out love” apakah itu yang dia rasakan sekarang?

Secara perlahan out of this feeling.

Apakah hubungan mereka akhirnya akan kandas? Entahlah, semuanya akan terjawab seiring waktu berjalan.

• archetype

Untuk pertama kalinya, Aksara mengajak Caca untuk jalan-jalan hanya saja Caca sudah merasa malas.

Bagaimana tidak? Setelah dua jam tidak ada kabar, tiba-tiba Jean datang membawa sesuatu yang membuat emosi nya kembali menguap sehingga melupakan niatnya untuk membahas hubungannya dengan lelaki itu.

“Ini yang kemarin kan?”

Caca hanya mengangguk.

“Aneh ga sih Je, udah cara mikir beda, sama-sama gada yang mau nurunin ego, gapernah berantem, gue kayak apa ya. Gataulah anjing pusing. Sekalinya punya pacar gini amat gue.” Keluhnya.

Jean menarik gadis itu ke dalam pelukannya. “Sabar, ya emang gitu kalau hubungan kan? Kadang ada perbedaan, ya balik ke orangnya lagi. Stay or leave?”

I just realized i feel difference, and i think...” Caca mendongak menatap sahabatnya itu. “I lost the spark gue ga se deg-degan dulu lagi Je kalau sama Aksara. Apalagi sama sikapnya dia yang kek ga niat buat pacaran sama gue. Dia selalu numbuhin rasa ga cocok di kepala gue Je.”

“Caa, kan gue nyuruh lo buat ngomongin itu. Turunin ego lo dulu, selesein semuanya. Jangan sampai lo salah langkah dan nyesel, lo tau gue sayang sama lo dan gue gamau lo sedih.”

“Kalau abis lo omongin dan masih ga nemu jalan keluar, semuanya balik ke lo lagi. Kalau lo capek, yaudah lepasin. Daripada bareng tapi ngancurin kalian kan?”

Caca hanya menghela napas.

Dia sangat menyayangi Aksara.

Aksara adalah orang pertama yang menawarkan diri menjadi pendengar untuk segala keluhnya setelah selama ini Caca yang menjadi pendengar.

Ya Jean juga, tapi bagi Caca kehadiran Aksara membuat segalanya terasa baru.

Namun setelah menjalani hubungan lebih dari setahun, perbedaan diantara mereka timbul membuat Caca merasa 'mungkin mereka tidak semestinya bersama'

Entahlah, segalanya membingungkan.