Agatha berjalan menuju mimbar saat Keenan memanggilnya sebagai seseorang yang kini bergabung ke dalam Evans Group.
Riuh tepuk tangan mengiringi langkahnya yang tampak anggun dengan dress putih selutut membuat semua orang terpana dan pandangan tertuju padanya.
Dia memberikan berapa sambutan yang disambut meriah.
She return to the corner of the ball and stand in her bodyguard side, Nathan Mahendra.
“Nervous?” He asked
Agatha shake her head “Biasa aja.”
Mahen tersenyum singkat menanggapi jawaban gadis itu.
MC diatas mimbar pun akhirnya mengumumkan akhir dari acara yang akan ditutup dengan pesta dansa.
Agatha menerima banyak tawaran dari para putra kolega Evans Grup sehingga dia bingung untuk sekedar membuat pilihan. Melihat itu, Mahen yang sejak tadi bersedekap berjalan malas menuju meja lalu meminum segelas beer yang ada disana.
Dia kemudian berbalik saat suara gadis itu mulai meninggi.
Ternyata beberapa orang mencoba bertindak terlalu jauh.
Mahen berjalan mendekat dan langsung meraih pinggang gadis itu.
Mata Agatha melebar, menoleh menatap Mahen.
“Sorry, dia sama gue.” Ucap lelaki itu datar membuat para pemuda yang ada disana mundur dengan kecewa.
“Apa-apaan lo?”
Mahen mendecak. “Masih bagus gue tolongin.”
Sementara itu, musik mulai mengalun membuat orang-orang mengisi area tengah ballroom lalu berdansa.
Agathan menatap mereka lalu menoleh ke arah lelaki yang sejak tadi masih memeluk pinggangnya.
“Shall we?“
Mahen mengangguk dan mulai melangkahkan kakinya dengan pelan menyeimbangkan diri dengan gerakan kaki Agatha.
Kedua lengan Agatha diletakkan melingkar ke belakang leher Mahen.
Mahen mengunci netra Agatha lekat.
Mereka berdansa dalam diam hingga lampu ballroom tiba-tiba padam membuat semua orang kebingungan dan mencoba menepi namun tidak dengan mereka berdua.
Baik Mahen maupun Agatha masih bertukar tatap satu sama lain.
Mahen tidak akan menyangkal fakta bahwa gadis di depannya ini memang sangatlah menawan. Hingga tatapannya jatuh pada bibir gadis itu.
Sebuah memori saat dia mencium gadis itu kembali muncul. Saat itu dia hanya mencoba membuat gadis ini diam dan sekarang entah dorongan dari mana Mahen kembali menarik Agatha dan menciumnya.
Respon gadis itu pun masih sama seperti kali terakhir, terkejut.
Mahen tersenyum kecil membuat Agatha mengeratkan pelukannya dan membuat lelaki itu merasakan manisnya bibir Agatha.
Sentuhan lembut di bibirnya membuat Agatha terbuai serta mempercepat detak jantungnya.
Ciuman itu berbeda seperti saat terakhir kali dimana Mahen berkata bahwa dia terpaksa mencium dirinya karena terlalu berisik namun detik ini sesuatu di dalam dirinya berdesir aneh membuatnya berharap bahwa waktu berhenti untuk sesaat.
Namun, tiba saat Mahen tersadar lalu dia menarik diri membuat Agatha menatapnya bingung.
“Sorry Ta, i thought i was drunk.” Mahen mendorong pelan Agatha agar gadis itu melepaskan pelukannya.
Tepat setelah Mahen berjalan menjauh, sebuah tangan dengan pisau mendekat dan menusuk Agatha.
“Mahen.” Lirih gadis bersamaan saat lampu kembali menyala.
Mahen berbalik melihat Agatha kini terduduk memegangi bagian perutnya yang kini sudah mengeluarkan darah dan menodai dress putihnya.
“Agatha!” Mahen panik saat matanya tidak bisa beralih dari gadis itu sehingga sang pelaku tidak bisa dia temukan.