Dinda dan teman-temannya berdoa menundukkan kepala meminta kelancaran untuk acara hari ini. Semuanya sudah siap meski dalam waktu singkat. Mereka telah mengikis jam tidur untuk memberikan kesan pertama yang baik dan dapat diterima oleh warga desa. Semoga semuanya bisa berjalan lancar.
Mereka kini saling menatap dan saling menyemangati lalu mengambil posisi masing-masing. Dinda duduk di meja Koordinator Desa bersama Kepala Desa dan perangkat penting desa yang lain. Juli, ke sebelah kanan sebagai MC. Caterine, disebelah Juli sebagai dirijen untuk lagu Indonesia Raya. Hanan, sebagai operator dan Jojo serta Daniel sebagai dokumenter.
Dinda menarik napas panjang dan matanya tak sengaja bertemu dengan Naufal dan Rayhan yang tersenyum padanya memberi semangat. Dinda membalas dengan senyum ramah.
“Gila cakep banget mana senyum lagi.” Puji Naufal tak henti-hentinya.
“Si Zaki kok belum sampe Pal?” Tanya Reyhan celingak-celinguk mencari keberadaan pentolan itu.
“Kebelet katanya tadi.” Jawab Naufal.
Acarapun dimulai, setelah pembukaan dan menyanyikan Indonesia Raya kini giliran Dinda untuk menyampaikan sambutannya. Disaat yang sama Zaki masuk kedalam aula dan langsung mengambil tempat di samping Naufal.
Lelaki itu menyikut Zaki pelan. “Tuh, yang itu koordes kita tahun ini Ki. Keren kan.” Mata Zaki terarah menatap Dinda yang terlihat gugup memulai sambutannya.
“Dengan ini, saya mengucapkan banyak terima kasih atas waktu yang telah Bapak, Ibu, serta teman-teman Karang Taruna berikan dan sempatkan untuk menghadiri penyambutan sekaligus seminar program kerja KKN hari ini.” Dinda berhenti sejenak lalu kembali menarik napas, berjalan menuju screen agar lebih nyaman dalam menyampaikan presentasinya.
“Untuk mengefisienkan waktu, saya akan langsung memaparkan program kerja yang telah saya dan teman-teman saya telah susun. Berdasarkan program utama dari kampus kami dengan tema Pembangunan Masyarakat yang terbagi atas dua bidang yaitu Pendidikan dan Ekonomi. Kami menyusun tiga program kerja, yaitu untuk bidang pendidikan, kami akan memberikan kelas bahasa inggris di sekolah SD desa. Mengingat setelah melakukan riset, kami mengetahui bahwa sudah tidak ada mata pelajaran bahasa inggris yang diajarkan maka kami memutuskan untuk memasukkan program ini. Yang kedua, program di bidang ekonomi, dimana kami akan mengadakan pelatihan untuk ibu-ibu desa dalam mengolah dan membuat produk dari sumber daya yang dihasilkan di desa ini seperti jagung dan semangka. Dari situ, produk yang dihasilkan akan kami pamerkan di festival KKN antar kecamatan di akhir masa KKN kami. Program ketiga, kami akan mengadakan lomba 17 Agustus yang dimana saya sudah berdiskusi dengan Pak Kepala Desa dan nantinya akan bekerja sama dengan Karang Taruna.” Dinda menoleh ke arah Kepala Desa yang mengangguk menyetujui perkataan Dinda.
“Baik, mungkin itu saja penyampaian dari saya, mohon maaf jika ada salah kata, terima kasih. Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.” Tutup Dinda sedikit menunduk sopan lalu duduk kembali diiringi dengan tepuk tangan dari para undangan yang datang.
“Baik, terima kasih kepada saudara Dinda atas pemaparannya. Selanjutnya, adalah sesi tanya jawab atau sesi kritikan dan masukan. Jika ada yang mau memberi tanggapan, saya persilahkan.” Jelas Juli. Dinda kini dengan gugup menunggu kalau-kalau ada yang mengangkat tangan. Namun, para undangan hanya menggumamkan pujian setuju dengan program kerja yang ditawarkan.
Setelah 5 menit menunggu dan tidak ada tanggapan, Juli sebagai MC memutuskan untuk menutup acara. Tamu undangan bergiliran meninggalkan aula. Dinda menghela napas lega, akhirnya selesai. Rasa gugup yang menghantuinya sejak tadi kini lenyap. Teman-temannya saling berterima kasih dan memuji. Setelah ini mereka akan mulai menyiapkan pelaksanaan program kerja dengan dibantu perangkat desa dan anggota karang taruna.
Kedua pemuda tak asing mendekatinya membuat Dinda sontak berdiri menyambut mereka.
“Keren banget Din, gue ga nyangka tahun ini kita ketemu koordes cewe yang 100x lebih keren dari yang biasanya kita liat.” Puji Naufal membuat Dinda menggeleng.
“Tadi gue gugup banget sumpah, jangan terlalu muji nanti gue bisa kepedean.”
“Emang keren sih Din.” Tambah Reyhan. “Eh Zaki mana dah Pal? Ilang mulu.” Reyhan kembali celingak-celinguk mencari keberadaan temannya itu.
“Gatau dah, dia kayanya salah makan. Bolak balik WC mulu dari tadi.” Naufal mengendikkan bahunya.
“Ohiya Din, yang proker 17an itu nanti kabarin gue atau Reyhan aja nanti kita bantu kalau butuh apa-apa. Terus nanti kita bakal kabarin juga waktu rapat sekalian kita kenalin ke anak Karang Taruna yang ga sempat hadir hari ini.” Jelas Naufal membuat Dinda tersenyum senang. “Makasih banget ya Pal.” Naufal hanya cengengesan sambil mengangkat jempolnya.
“Oh hai? Lo Naufal sama Rayhan ya?” Tanya Juli yang bergabung.
Dinda mengenalkan mereka pada semua anak-anak posko, mencoba saling mengakrabkan diri dan membahas proker yang nantinya akan dilaksanakan.
“Kalau 2 bulan mah lama Din, gausah buru-buru. Mending Jumat nanti lu sama yang lain nontonin kita ke Desa sebelah. Ada turnamen bola gitu tiap tahun, seru.” Tawar Naufal.
Dinda terlihat berpikir. “Gue liat nanti ya Pal, gaenak juga kalo ditunda lama-lama. Kalau emang nanti bisa gabung, gue kabarin dah.”
Naufal mengangguk paham. “Yaudah kalo gitu, kita cabut ya guys. Masih ada urusan habis ini.”
Mereka semua akhirnya mengucapkan terima kasih sebelum Naufal dan Reyhan meninggalkan aula.
Dind berbalik menuju podium untuk beres-beres saat sebuah suara baru terdengar.
“Sorry, gue mau tanya. Lo liat dua orang yang wakilin karang taruna hari ini ga?” Tanya Zaki pada Hanan yang tengah menyusun kursi.
“Oh Naufal sama Reyhan? Baru aja keluar.” Jawab Hanan.
“Thank you.“
Dinda berbalik penasaran namun pemuda itu sudah tidak ada. “Siapa Nan?”
Hanan menoleh kearah Dinda. “Itu Din, kayanya temen Naufal sama Reyhan. Gue liat dia dari WC kayanya makanya ketinggalan sama mereka.” Dinda hanya ber-oh lalu kembali mengerjakan bagiannya.