declipsee

Orang Itu

Orang itu melihat hapenya tepat saat percakapan bodoh di grup kelasnya berakhir.

“Bego banget ga sih. Emang bener nih mereka anak aksel? Kok otaknya ga dipake.” Dia mendecih

“Hm gue bosen juga, ngapain ya.” Dia menatap sekeliling kamarnya.

Meletakkan hapenya di pinggir nakas dekat vas bunga berisi mawar merah itu.

Dia mengambil pin dart, melempar secara acak dan mengenai salah satu foto yang dia tempel disana.

“Ih serius? Masa iya giliran dia kali ini? Gaseru dong, masih mau liat dia dituduh.” Orang itu berdialog dengan dirinya sendiri dengan nada sedih.

“Yaudah ulang lagi.” Dia melempar satu pin lagi, dan mengenai foto yang lain.

Dia tersenyum puas.

“Juyeon... Maaf ya.” Dia tertawa geli, membayangkan bagaimana dia akan memberi Juyeon pelajaran.

“Ah manusia bodoh itu, mirip sama Jacob. Sok polos.”

Dia merebahkan badannya di atas kasur, menyusun rencananya matang-matang.

Dia akan mimpi indah malam ini.

dirumah sakit

Mereka yang tersisa menatap Haknyeon dengan sedih. Lelaki itu babak belur, pahanya patah karena terinjak mobil yang sama yang menabrak Changmin.

Ya, hanya itu yang mereka ketahui. Info dari kepolisian yang mengatakan bahwa bisa saja Changmin melihat Haknyeon dan mencoba menyelamatkannya namun mereka berdua akhirnya tertabrak. Beruntung, Haknyeon yang didorong Changmin masih bisa selamat. Namun Changmin... Wajahnya hancur. Dari cctv yang diselidiki, dan plat nomor yang kelihatan tidak banyak yang bisa diperoleh.

Mobil itu, hasil curian.

“Kenapa jadi gini sih?” Chanhee menghela napas melihat keadaan Haknyeon.

“Semoga Haknyeon bisa cepet membaik, polisi juga butuh dia sebagai saksi.” Tambah Hyunjoon.

Sunwoo mengedarkan pandangannya. “Hyunjae sama Younghoon dimana?”

“Mereka nyari makan.” Jawab Kevin.

Eric memiringkan kepalanya saat sesuatu muncul di kepalanya.

“Aneh ga si? Hyunjae sama Younghoon, pas Jacob meninggal mereka bilang dari cafe biasa terus pulang lewat depan rumah Jacob dan gue sadar akan sesuatu.”

Mereka menatap Eric. “Apa?” Tanya Hyunjoon.

“Rumah Jacob jauh dari sekolah, banget dan cafe biasa tempat kita nongkrong disekitaran sekolah dan rumah mereka tuh berlawanan arah sama rumah Jacob.” Eric menatap Sunwoo.

Sunwoo mengangguk, mencoba mencerna semua ini.

Kevin bersedekap. “Jadi lo curigain mereka?”

“Gue kan udah bilang, ada yang salah sama Younghoon.”

“Tapi Ric, pas Sangyeon dibunuh. Hyunjae yang nemuin jasadnya, itupun dia kek shock banget? Terus pas Changmin meninggal juga Hyunjae bilang dia sama Younghoon?” Jelas Chanhee.

“Nah itu, bisa aja itu alibi mereka buat bikin kita bingung? Dan beralih nuduh Hyunjoon?” Sela Juyeon.

Chanhee menggaruk kepalanya menatap Hyunjoon. “Joon sorry ya, pas di grup gue terpengaruh sama omongan Hyunjae terus ikutan nuduh lo.”

Hyunjoon hanya menghela napas. “Jadi gimana?”

“Kalau kalian mau buat rencana nangkap mereka, go ahead tapi inget kata gue dari kemaren. Jangan gegabah.” Ingat Kevin kepada mereka.

“Tapi kita juga musti bagi tugas, ada yang jagain Haknyeon juga. Soalnya gue khawatir dia belum dilepasin sama pelakunya.” Saran Sunwoo mengundang anggukan dari yang lain.

“Oke jadi kita bagi tugas..” Juyeon berperan sebagai leader yang membagi bagian kepada masing-masing dari mereka sebelum kedua orang yang mereka curigai kembali.

Dan untungnya setelah study tour kemarin, mereka langsung libur semester jadi tidak akan mengganggu aktifitas sekolah.

Kalian harus ingat.

Mereka anak akselerasi

Haknyeon

Haknyeon membuka matanya, kepalanya berat, pelipis nya perih. Sial, dia babak belur.

Dia mencoba meluruskan punggungnya. Dia meringis.

“Yah bangun dianya.” Ucap seseorang yang berdiri tak jauh dari dirinya.

Meski tak bisa melihat wajahnya yang terhalang silaunya cahaya lampu, namun Haknyeon tau suara milik siapa itu.

Dia tersenyum kecut. “Gue udah curiga sejak dihari dimana lo ngechat gue nanya-nanya tentang Jacob...” Haknyeon mendecih mengingat betapa bodohnya dia hari itu sampai mengabaikan rasa curiganya terhadap orang ini. “Dan clue itu, lo bener-bener sengaja ngasih itu ke Eric lewat hape Jacob? Lo bodoh apa gimana?”

Orang itu berjalan mendekati Haknyeon, membuka tudung hoodienya.

Kakinya menginjak paha Haknyeon membuat lelaki itu berteriak kesakitan.

“Lo yang sok pintar, aww kasian banget. Sakit ya?” Lelaki itu semakin menekan paha Haknyeon dan tertawa.

“Psikopat lo anjing!”

“Ck ck ck ck Haknyeon Haknyeon, gimana rasanya gada yang percaya sama lo? Kasian banget ga si, gue hampir ngaku tapi kelewat seru masa.”

Lelaki itu menatapnya dengan tatapan meremehkan. “Gue kasih lo pilihan, lo mau selamat atau.....” Lelaki itu mengambil kapak besar disamping Haknyeon dan meletakkannya di leher temannya itu. “Lo mau kapak ini nembus leher lo? Kayak Sangyeon sama temen sok suci lo itu, si Jacob?”

Haknyeon menahan napasnya. Dia berpikir, apa yang harus dia katakan dan pilih. Dia tidak mau gegabah.

Lelaki itu menghela napasnya, menjauhkan kapak dari leher Haknyeon.

“Lo gaseru, yaudah lo pergi aja deh. Gue kasih kesempatan buat hidup.”

Haknyeon mengerutkan keningnya.

“Ck lama, sebelum gue berubah pikiran.” Tanpa pikir panjang Haknyeon lari sekuat tenaga.

Keluar dari ruangan itu. Dia merogoh sakunya. Syukurlah, hapenya masih ada. Dia mengetik sesuatu disana untuk seseorang.

Lelaki tadi tersenyum. “Bodoh banget ga si.”

Dia berbicara lewat earphone yang ada di telinganya. “Udah abisin aja, dia barusan keluar.”

his turn

WARNING !! death, mutilation

“ANJING” Teriakan Hyunjae membuat semua siswa keluar dari tenda.

Mereka terkejut, menemukan sebuah tubuh terkapar tak berdaya dengan kepala yang terpisah dari tubuhnya.

Sangyeon, ketua kelas akselerasi a..

“Ini kenapa bisa kayak gini?” Tanya salah satu guru penanggung jawab study tour.

Hyunjae menggeleng, dia terduduk.. Kakinya lemas, tak mampu mengatakan sesuatu.

Juyeon menarik Hyunjae dari sana, tepat saat polisi datang.

“Saudara Hyunjae, bisa ikut kami sebagai saksi?” Hyunjae mengangguk lemah yang sebelumnya memberikan secarik kertas kepada Juyeon.

“Guys, Hyunjae ngasih ini. Katanya ada di tangan Sangyeon tadi.”

Mereka berkumpul, membaca tulisan yang ada dikertas itu. Mereka saling menatap satu sama lain

study tour

Akselerasi A kini berkumpul depan tenda mereka yang dibagi menjadi dua..

Sunwoo, Eric, Hyunjae, Haknyeon, dan Chanhee di tenda satu.

Juyeon, Changmin, Sangyeon, Hyunjoon, Younghoon, dan Kevin di tenda dua.

“Biasanya kita berenam.” Ucap Chanhee lesu.

“Udah, doain aja yang terbaik buat Jacob.” Sinis Eric kepada Haknyeon yang baru saja mengucapkan kalimat itu.

“Bagus deh kalo ada niat mau doain.”

“Ric.” Sunwoo menegur Eric, dia juga curiga sama Haknyeon tapi clue yang dia miliki masih belum cukup.

“Mau lo apa sih?” Haknyeon mendorong Eric sehingga Eric terjatuh.

“Kenapa? Kesel? Mau bunuh gue kayak lo ngebunuh Jacob?” Teriak Eric membuat penghuni tenda dua memasuki tenda satu.

“Apaan nih?” Tanya Sangyeon, yang kebetulan ketua kelas.

“Tuh nyari masalah.” Haknyeon menunjuk Eric dengan dagunya.

“Ric, please jangan bikin masalah disini. Gaenak sama guru.” Eric tertawa.

“Lo sekongkol sama Haknyeon?” Eric menggeleng tak percaya. “Emang bener gada yang bisa dipercaya.”

“Eric!” Dengan tiba-tiba Juyeon memukul wajah Eric membuat semuanya terkejut.

“Lo gila apa gimana sih? Otak lo geser? Please ini bukan waktunya buat masalahin itu, harusnya kita saling ngelindungin satu sama lain bukan saling nuduh!”

Eric mendecih. “Gimana mau saling ngelindungin kalo pembunuhnya ada diantara kita?”

“Maksud lo?” Tanya Kevin.

Eric menghela napas. “Malam sebelum Jacob meninggal, dia nge chat gue dan bilang pembunuhnya ada diantara kita gue juga disuruh hati-hati sama siapa aja yang punya huruf H dinamanya.”

“Huruf H?” Sangyeon berpikir lalu menatap Hyunjae, Haknyeon, Hyunjoon, Chanhee, Changmin dan Younghoon bergantian.

“Maksud lo apa Yeon? Lo curiga sama kita?” Tuding Hyunjae tak terima.

“Gue gabilang gitu?”

“Lagian lo percaya sama si Eric? Eric kan suka ngebesar-besarin sesuatu? Kali aja dia ngarang” Bela Changmin.

“Ga, Eric bener. Gue udah liat chat Jacob dihapenya dia.” Ucap Sunwoo.

“Terus? Lo mau kita saling curigaan?” Younghoon menggeleng tak percaya.

“Gue gangerti kenapa kalian kayak gini.” Kevin juga, dia masih tidak percaya dengan perkataan Eric.

Sementara mereka saling menuduh dan meragukan ada sebuah senyuman tipis di wajah seseorang.

Eric bodoh

chat dari jacob

Eric akhirnya masuk kedalam mobil merah milik Sunwoo.

Dalam perjalanan menuju rumah Jacob, Sunwoo bisa melihat gelagap Eric yang sedikit aneh.

Dia menghela napas berat, tak tenang, seperti orang gelisah.

“Lo kenapa sih?”

“Sebenernya semalam gue dapet chat dari jacob”

Sunwoo tiba-tiba menginjak rem membuat Eric terjorok kedepan.

“Serius lo?”

Eric mengangguk.

“Makanya tadi pas Hyunjae bilang dia meninggal, gue kaget banget.”

Sunwoo mencoba mengatur napasnya. “Dia bilang apa?”

Eric merogoh saku celananya. Mengambil hapenya dan memperlihatkannya kepada Sunwoo.

Mata Sunwoo melotot kaget, menatap Eric yang sudah mandi keringat.

jalan

Caca dan Sunwoo, berjalan-jalan di tempat favorit mereka. Sebuah taman.

Mereka duduk di kursi taman, namun bukannya merasa bahagia diajak jalan mood Caca malah tambah anjlok. Bagaimana tidak? Sedar tadi, lelaki itu hanya sibuk dengan hapenya.

“Nu? Ngapain sih? Mending gausah ngajakin jalan kalo kayak gini.”

Sunwoo menatap Caca, meletakkan hapenya di kursi lalu tersenyum.

“Iya, maaf ya sayang. Aku lagi bahas lpj buat project kampus kemarin.”

Caca tetap tak bergeming.

Sunwoo menghela napas. “Aku beliin eskrim gimana?”

Sial.

Caca akhirnya mengangguk antusias.

“Yaudah tunggu ya.” Sunwoo berlari kecil menuju penjual eskrim diseberang tempat dimana dia duduk.

Tiba-tiba hape Sunwoo bergetar, menandakan sebuah pesan masuk.

Karena penasaran, Caca mengambil hape Sunwoo melihat pesan dari siapa.

Matanya membulat, saat melihat pesan itu. Tiba-tiba emosinya tersulut tepat saat Sunwoo kembali.

“Nih eskrimnya.”

Caca menepis tangan Sunwoo membuat eskrimnya terjatuh.

“Loh kok ditepis Ca?”

Caca menatap lelaki itu.

“Aku mau pulang.”

“Loh kenapa?”

Bukannya menjawab, gadis itu berdiri lalu berjalan menjauhi dirinya. Sunwoo bingung.

“Ca? Kamu kenapa?” Sunwoo menarik lengan Caca namun gadis itu menepisnya lagi.

“Ca? Ngomong hey.”

“CACA?!” Caca tersentak. Baru kali ini, selama lima tahun hubungan mereka baru kali ini lelaki itu membentaknya.

Caca berbalik. “Kamu daritadi main hape chat sama siapa?”

Sunwoo menegang. “Sama Hwall, siapa lagi? Aku kan udah bilang, ngurusin lpj.”

“Pembohong. Terus kenapa gada nama Hwall di recent message kamu? Kenapa cuma nama Sela? Dan kenapa chat kalian mesra banget?”

Mata Sunwoo membulat. Dia sadar apa yang telah terjadi.

“Udah kan? Aku mau pulang.”

Caca berlari, dengan air mata yang menetes. Menjauh dari Sunwoo.

The end

Caca berjalan dengan lesuh di tempat favoritnya dengan Sunwoo.

Caca tersenyum kecut, dimana lelaki itu sekarang. Dia bodoh, memberikannya kesempatan. Harusnya dari dulu dia memberanikan diri lepas dari lelaki itu.

Caca menendang kaleng di depannya, menatap arah pergi kaleng itu membuat manik matanya bertemu dengan orang yang menghilang selama dua minggu ini.

Dia..

Lelaki itu..

Sunwoo.. nampak terkejut

Karena dia..

Bersama gadis lain..

Caca berbalik, meninggalkan tempat itu secepat mungkin.

Namun dengan sigap, Sunwoo mengejarnya dan menahan lengannya.

“Ca, dengerin aku dulu.”

Caca menghentakkan tangannya.

Plak

Satu tamparan, mengenai pipi lelaki itu. Gadis yang bersamanya pun terkejut.

“Ca?”

Caca mulai menangis. Menumpahkan segala rasa sesak, rasa sakit hati, kecewa, marah, dan segala yang dia tahan selama ini.

Sunwoo mencoba memegang tangannya namun gadis itu menepis.

“JANGAN SENTUH GUE!”

Caca menangis, menatap Sunwoo lalang.

Dia menunjuk lelaki itu dengan kebencian.

“Mau berapa kali lagi lo bikin gue kayak gini?”

“Ca, dengerin dulu.”

“GA! LO YANG DENGERIN GUE!”

Caca menggeleng, hatinya sangat sakit.

“Gue udah nyoba Nu, buat relain semuanya. Relain lima tahun kita, relain lo, relain semua hal brengsek yang lo lakuin! Tapi kenapa?” Caca memukul dada Sunwoo yang menatapnya dengan tatapan sendu. Dia tahu, Caca sangat terluka. Tapi entah kenapa dia juga tidak bisa menahan dirinya untuk sekedar hang out bersama gadis lain. Tapi dia juga tidak ingin putus dengan Caca. “Lo kira gue cewek apaan Nu? Gue bukan mainan, gue gabisa nahan diri liat lo berulang kali bareng cewek lain?! Sedangkan gue nunggu kabar lo, khawatir sama lo, dan pas gue ketemu sama lo.. Lo malah.. ” Caca menatap gadis yang bersama Sunwoo itu nyalang. Dia sudah tidak tahu harus melakukan apa. “Dua minggu yang lalu, lo nangis depan gue. Lo pura-pura doang kan? Lo cuma mainin gue?! Lima tahun ini, lo mainin gue hah?! Kenapa lo macarin gue cuma buat bikin gue nangis? Hah?! Lo cuma jadiin gue alat kalo lo lagi bosen? Terus apa gunanya lo buang-buang waktu gue selama lima tahun? Kenapa?!” Caca kembali menangis, dia berjanji pada dirinya. Hari ini dia harus mengeluarkan apa yang sudah dia tahan selama ini, dan menyelesaikan semuanya. Dia tidak mau lagi terperangkap dalam hubungan toxic yang dijalaninya.

Caca mengusap air matanya. Menatap Sunwoo dengan yakin. “Gue mau putus.”

Sunwoo menggeleng. “Ca, no please. Dont say it aku gamau putus sama kamu. Aku tulus sayang sama kamu Ca. Aku gabisa jauh dari kamu. Selama lima tahun ini, aku tulus. Gada sama sekali niat buat mainin kamu, Ca please. Kamu cuma emosi.”

Caca tertawa. “Emosi? Lo gila. Kalo lo tulus sama gue, lo gaakan bikin gue kayak gini.”

“Ca, aku juga gatau kenapa aku kayak gini. Aku janji bakal berubah.”

“Aku janji, aku janji, aku janji. Bullshit! Udah berapa kali lo bilang kayak gitu. Gabisa Nu, gue gasanggup lagi. Lepasin gue.”

“Gabisa Ca, aku gabisa ngelepas kamu.”

“Nu, please” Air mata Caca kembali menetes.

“Lepasin gue Nu, lo gakasian sama gue? Gue nangis, gue hancur, gue kecewa selama sama lo Nu. Jangan tahan gue, gue gasanggup lagi. Biarin gue nemuin kebahagiaan gue.”

Sunwoo menggeleng. “Gabisa Ca, kamu penting buat aku. You know my weakness, you know everything about me. Aku gabisa, gabisa bagi itu sama orang baru lagi.”

Caca menggeleng. Dia menepis tangan Sunwoo, berlari menjauh.

Sunwoo memanggil namanya. Dirinya sudah sangat hancur, biarkan dia bebas dari rasa sakit ini. Namun karena tidak memperhatikan sekitar, Caca tidak sadar ada mobil yang melaju sangat cepat sehingga dirinya tertabrak. Dirinya terlempar kepinggir jalan.

“CACA!” Sunwoo berlari.

Memangku kepala gadis itu yang sudah berlinang darah. Sunwoo menangis.

“Ca, please. Bertahan dikit lagi.”

Caca menatap lelaki yang sangat disayanginya itu. Dia tersenyum.

“Nu, makasih. Aku bebas sekarang.”

“CA! CACA?!” Sunwoo memeluk gadisnya. Gadis itu benar-benar terlepas darinya.

Untuk selamanya.

sebelum twt itu

Sunwoo sampai dirumah gadis yang telah menjadi kekasihnya selama lima tahun itu..

Gadis itu menatapnya malas. “Ngapain lagi? Mau nyogok?” Sarkas Caca melihat kantongan yang dibawa lelaki itu.

Lelaki itu sangat tahu, makanan adalah kelemahannya. Meski semarah apapun dirinya, jika sudah diberi makanan maka sekejap amarah itu akan hilang.

“Aku masuk ya? Masa dibiarin berdiri.”

Caca hanya mengabaikan lelaki itu dengan masuk kedalam rumahnya.

“Ca, please jangan pernah minta putus.”

Caca berhenti berjalan, tetap berdiri membelakangi lelaki itu. Dia tidak ingin air matanya lolos karena menatap Sunwoo, orang yang sangat ia sayangi meski selama ini hatinya sering dibuat sakit.

“Jangan egois Nu. Kalau kamu ga ngelakuin itu, aku gabakal kayak gini. Kita udah sama-sama selama lima tahun, dan ternyata itu belum cukup bikin kamu sayang sama aku apa adanya.”

Caca sengaja membelakangi Sunwoo, selain tidak mau menangis dia juga tidak ingin luluh karena makanan yang dibawa lelaki itu.

“Ca please, aku janji gabakal kayak gitu lagi.”

“Udah hampir sepuluh kali aku denger kalimat itu. Buktinya? Mana? Sepuluh kali juga kamu bikin aku nangis semalaman terus mikir buat minta putus dan kamu kesini minta maaf sama kesempatan. Kamu pikir aku ga capek Nu?”

Sunwoo menghela napas, apa yang dikatakan gadis itu memang benar. Dia lelaki brengsek, berapa kali dia bersama gadia lain membuat Caca menangis lalu akhirnya dia meminta kesempatan yang selalu diberikan oleh gadis itu.

Dia meletakkan kantongan yang dipegangnya ke atas meja lalu memberi pelukan kepada gadis itu.

Caca yang masih membelakangi Sunwoo menarik napasnya dalam-dalam. Jika sudah begini, nanti kata maaf akan terucap darinya.

Sunwoo, lelaki itu sangat licik. Dia sangat tahu apa yang menjadi kelemahan Caca.

“Ca, maafin aku ya? Aku janji, bener-bener janji kali ini. Gabakal ngelakuin itu lagi, gabakal bikin kamu nangis, gabakal bikin kamu sakit hati lagi. Aku serius.”

Caca masih terdiam.

“Ca? Please, maafin aku.”

Caca terkejut saat pundaknya terasa basah. Dia berbalik.

He's crying

Apa memang benar, kali ini Sunwoo serius menyesal? Caca takut, lelaki itu akan kembali mengulangi kesalahannya. Tetapi, dia menangis..

“Nu, kamu nangis?”

Lelaki itu hanya menunduk.

Caca memejamkan matanya, menghela napas berat.

Menatap lelaki itu.

“Aku maafin.”

Seketika Sunwoo mengangkat kepalanya, menatap gadis itu tak menyangka.

“Ka..kamu serius?”

Caca mengangguk dan tersenyum.

“Maafin aku ya, aku sayang sama kamu Ca.” Sunwoo menarik gadis itu dalam pelukannya.

Meski masih ada sedikit keraguan dalam hatinya, Caca mencoba membuang itu jauh-jauh. She loves him dan itu kelemahannya. Memaafkan lelaki itu bahkan saat hatinya dibuat sakit berkali-kali.

“Yaudah, makan ya? Aku dah bawain cake favorit kamu.”

Caca tersenyum, masalah mereka kini selesai dan dia harap tidak ada lagi kedepannya.

Dirumah riana

Setelah percakapan singkat, akhirnya Jay mengunjungi rumah Riana untuk mengerjakan beberapa rancangan acara.

“Ngapain lo disini?” Tanya salah satu adik Riana, Niki.

Jay menggaruk kepalanya yang tidak gatal. “Mau ngerjain project bareng teteh lo.”

Niki mengangkat satu alisnya. Tiba-tiba suara rusuh datang dari dalam.

“Niki itu siaaa.....pa. Ngapain lo?” Jungwon menatapnya dengan mata memicing.

“Eh siapa yang... oh masuk sini.” Alhamdulillah, Riana datang dengan cepat membuat Jay bisa terlepas dari dua pasang mata yang sekarang ternyata bertambah menjadi tiga pasang.

Niki duduk didepannya dengan tatapan serius. Suno di ruang keluarga bagian dalam dan Jungwon di lantai atas. Jay bergidik, mungkin dia salah saat menolak permintaan Riana untuk mengerjakan rancangan acara di kafe saja karena bosan.

“Gue bikinin minum dulu ya.” Jay tersenyum canggung karena sifat ramah Riana berbeda dengan hari itu.

Tak lama kemudian Riana datang membawa nampan dengan dua gelas sirup dan setoples cookies.

Rambutnya yang sedikit terurai karena jedai yang dipakainya melonggar membuat Jay melongo.

Benar kata Sunghoon, Riana cantik.

“AHSJDJSJSJWKWIQU” Jay mengerjapkan matanya saat Niki sengaja batuk lalu mengeluarkan suara-suara tidak jelas untuk menginterupsinya.

“Teh duduk sini aja samping aku.”

Riana menurut lalu dengan segera mengotak atik kertas yang telah dibawa Jay.

Mereka akhirnya bisa berdiskusi dengan tenang