declipsee

  • cipbfip

Ingatan Elsa berputar kepada kejadian beberapa minggu lalu saat Sunghoon yang mengantarnya pulang tak sengaja bertemu dengan ayahnya yang berdiri di depan pintu apartment milik gadis itu.

Elsa yang saat itu gemetar membuat Sunghoon harus berdiri melindungi Elsa dari perbuatan ayahnya.

Dengan adanya Sunghoon membuat ayah Elsa pergi tanpa kata.

Elsa menghela napas lega. Tersenyum kearah Sunghoon yang mengusap kepalanya lembut.

“Ngapain lo senyum gitu?”

Elsa memicingkan matanya malas. “Gapapa, makasih ya Hoon.”

Sunghoon mengangguk. “Tapi Sa, jangan salah artiin kebaikan gue ya? Kita temenan kan Sa? Jangan sayang sama gue Sa, lo bakalan sakit.” Kalimat itu masih sering terputar kala Elsa meratapi nasibnya yang naas ini.

Bahkan setelah hari itu, dia berharap Sunghoon sudi melakukan segala hal untuknya meskipun bukan sebagai pacar tetapi sebagai teman baik.

Namun, sikap Sunghoon hari ini membuatnya kembali meragu. Mempertanyakan segala keputusannya yang menyetujui ajakan Sunghoon melakukan ide gila ini.

Rasa sakitnya bertambah 3 kali lipat dibandingkan dulu. Saat dimana dia dan Sunghoon hanya dikenal sebagai dua orang yang berteman sejak SMA.

Dia merindukan hal-hal itu. Hari dimana dia hanya tersenyum kecut, bukan merasakan sakit melihat segala tipuan yang Sunghoon bahkan dirinya lakukan.

  • cipbfip

Elsa kini tertawa di sudut kantin karena lelucon receh dari Jay membuat perutnya menjadi keram.

“Aduh bentar, perut gue keram anjir.” Elsa yang tampak sedikit kesakitan membuat Jake mencoba mendekat namun Sunghoon lebih dulu memegangi tangan gadis itu sehingga Jake mengurungkan niatnya.

“Ketawanya puas banget tadi, istirahat dulu.” Ucap Sunghoon lembut dengan senyuman manis diwajahnya. Elsa menatapnya takjub, meski Sunghoon kadang bersikap dingin tetapi harus dia akui dia memang sudah jatuh dalam pesona lelaki itu. Cara Sunghoon menatapnya membuat hatinya seakan meleleh serta otaknya yang menjadi kosong melupakan apa yang sebenarnya ada diantara mereka berdua.

Tangan Sunghoon terangkat menyelipkan sejumput helai rambut milik Elsa yang terurai ke daun telinganya.

Sensasi geli yang harusnya dia rasakan disana malah beralih membuat kupu-kupu terbang memenuhi perutnya.

Senyum Elsa merekah.

“Hadah, konten bucin stop.” Sela Jay membuat Elsa memicing padanya.

“Gue ambil es jeruk dulu.” Sunghoon mengangguk menjawab Elsa yang langsung berdiri.

“Baru kali ini gue liat lo senyum manis banget Hoon, beneran kepincut Elsa lo ya?”

Jake menatap Sunghoon dengan alis terangkat, menunggu kepalsuan apalagi yang akan dia berikan untuk menjawab pertanyaan dari Jay.

Hingga saat Sunghoon hendak membuka mulut tiba-tiba teriakan Elsa terdengar.

Mereka bergegas menghampiri gadis itu.

Elsa sudah basah oleh es jeruk yang tumpah mengenai bajunya.

Dua gadis di depannya tertawa puas.

Sampai tangannya ditarik lumayan keras membuatnya berbalik.

Itu Sunghoon. Dengan tatapan tajam kepada gadis yang Elsa tau bernama Aletta.

“Lo udah keterlaluan tau ga?” Ucap Sunghoon datar cukup menusuk membuat Aletta bergidik takut sehingga matanya berkaca-kaca.

Elsa yang melihat itu sangat terkejut. Baru kali ini Sunghoon melindunginya dari dua orang yang seringkali mengganggunya. Aletta dan Aley.

“E-eh Sunghoon sorry, gue ga sengaja.” Pengakuan Aletta terdengar sangat gugup.

“Gausah bohong gue liat lo ketawa gamungkin lo ga sengaja!” Bentak Sunghoon membuat seisi kantin melihat kearahnya.

Elsa yang merasakan tatapan aneh mencoba menenangkan Sunghoon.

“Hoon udah, gapapa.” Ucap gadis itu menarik lengan Sunghoon.

Sementara Aletta kini sudah menangis dalam diam.

“Gue udah bilang jangan pernah ganggu Elsa kan? Kenapa lo masih berani? Hah?! Jawab!”

Elsa memberi kode kepada Jay dan Jake untuk segera menarik Sunghoon dari sana.

“Hoon udah, gaenak diliatin orang. Anterin Elsa sana ganti baju.”

Sunghoon menghela napas menatap kedua temannya. “Urus mereka deh biar ga macem-macem.” Jake dan Jay mengangguk paham.

Sunghoon menarik Elsa menjauh.

Elsa mengatur napasnya, cukup terkejut melihat Sunghoon meninggikan suara.

“Hahh.” Sunghoon berbalik menatap Elsa saat mereka sudah berada di depan toilet belakang kampus.

Dia tersenyum menatap gadis yang juga menatapnya dengan tatapan yang tidak bisa ia artikan.

Dia tersenyum sangat lebar dan berkacak pinggang.

“Hebat kan Sa acting gue?”

Napas Elsa tercekat. “A-apa?”

Dia mencoba memastikan kembali apa yang dia dengar.

Sunghoon dengan senyuman bangganya menggerakkan alisnya naik turun.

“Iya, acting gue tadi. Hebat kan? Aletta sampe nangis.”

“Lo cuma acting?” Elsa tidak menyangka, bahkan untuk kondisinya sekarang tidak cukup untuk Sunghoon bersikap tulus.

Dia sudah salah sangka, tanpa sadar air mata Elsa menetes.

“Hebat banget, lo aktor yang keren Hoon.” Elsa tersenyum miris.

“Yaudah gue mau ganti baju, kayaknya bakalan langsung pulang. Bye.” Elsa berjalan menjauh bersamaan dengan air matanya yang mengalir deras.

  • cipbfip

Sumpah gue pengen nonjok Sunghoon tadi saking keselnya Sa

Elsa terkekeh mendengar ocehan Jake yang daritadi hanya mengulang kalimat yang sama 'pengen nonjok Sunghoon'.

Kok bisa-bisa nya dia kayak gitu padahal lo lagi gabaik keadaannya. Bisa Elsa dengar lelaki itu menghela napas beberapa kali.

Dia tahu, lelaki itu pasti sangat khawatir kepadanya. Jake Evano, seorang mahasiswa baru yang dulu mengajaknya untuk mengerjakan project yang diberikan kating saat pmb.

Iya, dia memang berteman dengan Sunghoon dari SMA tapi karena lelaki itu sangat populer, sulit baginya untuk tetap berada di samping Sunghoon karena para penggemarnya akan melabraknya.

Tak jarang dia dilabrak oleh kating atau bahkan teman angkatannya karena dianggap kegatelan, padahal mereka yang seperti itu.

Disatu sisi, Sunghoon yang menikmati kepopulerannya juga risih disaat yang bersamaan. Sunghoon adalah tipikal orang yang tidak suka skinship dengan orang asing, satu-satunya yang pernah mendapat perlakuan istimewa dari Sunghoon adalah Jenny, mantan pacarnya yang masih Sunghoon ingat sampai detik ini.

Jake dan Jay mengetahui itu di paruh kedua semester dan menjadi dekat setelahnya.

Sejak saat itu, Jake menawarkan diri untuk membantu Elsa saat diperlukan dan karena itu juga Jake tau semua tentang Elsa, tentang Sunghoon dan bagaimana perasaan gadis itu selama ini.

Gaya doang 'dont ever dare you to bother my lover' nyenyenye.

“Udah Jake, mau lo ngomel gimana juga kan udah kejadian.”

Ya tapi jangan pake seret lo dong?! Dia bilang ke gue kok Elsa ga ngasih tau, LAH DIA YANG IGNORANCE ANJING.

“Gapapa, udah ah gue mau tidur.”

Hadah bucin, yaudah sana.

Jake memutuskan sambungan telfonnya meninggalkan Elsa dalam senyuman miris dan beberapa hal yang mengganggu pikirannya.

  • cipbfip

Elsa bersama Sunghoon dan kedua temannya Jay serta Jake kini tertawa bersama di sebuah cafe.

Jake memperhatikan Elsa yang terlihat sangat bahagia. Dia mendengus, bagaimana bisa seseorang tertawa begitu lepas hanya karena sebuah kepalsuan.

Tanpa sengaja matanya bertemu dengan mata milik gadis itu. Elsa mengangkat alisnya seolah bertanya 'apa?' namun Jake hanya memberi gelengan.

“Yaudah yuk cabut, dah malem. Kasian Elsa.” Ujar Jay.

Mereka semua berdiri dan berjalan ke tempat parkir.

Mata Elsa melebar ketika Sunghoon merangkul bahunya. Dia menoleh menatap lelaki yang tengah tersenyum lebar itu.

“Kalian duluan aja, gue sama Elsa kok.”

Jake mengangguk menepuk lengan Jay untuk bergerak.

“Yaudah hati-hati.” Ucap Jake menatap Elsa yang mengangguk sebagai jawaban.

Gadis itu melambaikan tangan kepada mobil Jake yang menjauh.

Tiba-tiba saja Sunghoon melepas rangkulannya, berjalan dalam diam menuju mobil.

“Cepetan Sa, udah malem.” Gadis itu menghela napas berat.

Kembali ke kenyataan bahwa mereka hanyalah teman.

  • cipbfip

Sunghoon duduk di ujung kasur milik Jay, sementara pemilik kasur dan Jake tengah bersaing memainkan stick ps dengan umpatan yang keluar dari bibir mereka.

Sunghoon menggesee jarinya dilayar hapenya, menonton berbagai konten yang kebetulan lewat di fyp miliknya.

“Yes Im a winner” seru Jake sementara Jay yang kalah hanya memasang wajah kesal.

“Apaan tuh?” Kepo Jake.

“Konten tiktok.” Jake hanga ber-oh ria dan sibuk memainkan hape miliknya.

Hingga satu konten mencuri perhatian Sunghoon, sebuah ide terbesit di kepalanya.

Dia keluar dari aplikasi itu dan mengirimkan pesan kepada seseorang.

Tepat beberapa saat setelahnya, terdengar notifikasi dari hape Jake yang membuat matanya membulat menatap Sunghoon yang tersenyum.

  • 60

Riki melesatkan mobilnya tepat setelah Luna mengatakan bahwa terjadi sesuatu kepada Sean.

Riki menebak-nebak apa yang terjadi, padahal baru beberapa jam yang lalu dia bertemu dengan Sean namun lelaki itu tidak mengatakan sepatah katapun terkait kondisinya.

“Ki cepet.” Desak Luna yang sudah panik.

Riki hanya mengangguk.

Sesampainya di rumah sakit, Riki memarkirkan mobilnya dan segera menuju ke kamar yang sudah disebutkan oleh Juan lewat chat tadi.

Luna berlari, pikirannya kemana-mana. Rasa khawatir menggerogoti dirinya sehingga tidak bisa menahan diri untuk berteriak.

“Sean!” Teriak Luna ke arah lorong yang dia temui hingga saat matanya bertatapan dengan mata milik Juan yang memerah.

Dia tertatih menghampiri Juan dengan Riki di belakangnya. “Ju? Sean mana? Dia kenapa?”

Juan menarik napas panjang. “Lun, lo tenang dulu.”

Riki merangkul bahu gadis yang baru saja menjadi kekasihnya itu, menenangkan Luna agar gadis itu bisa berpikir dengan jernih.

Juan mengulurkan tangan memberi secarik kertas kepada Luna. Luna menatap kertas itu bingung lalu beralih ke Juan meminta jawaban dengan tatapan.

“Buka aja, dari Sean.”

Tangan Luna bergetar membuka lipatan kertas itu. Kalimat pertama yang dia lihat adalah Hai Luna^^

Luna menatap Riki membuat lelaki itu duduk disampingnya dan membaca isi kertas itu bersama Luna.

Kalau lo baca ini itu artinya gue udah pergi Lun. Nafas Luna tercekat, dadanya sesak, air matanya kini sudah menumpuk di pelupuk matanya bersiap untuk jatuh kapan saja ketika dia mengedipkan mata.

Luna sorry, gue gabilang ke lo tentang keadaan gue. Gue gamau lo khawatir, apalagi akhir-akhir ini lo keliatan bahagia banget Lun. Luna menggeleng dan air mata yang sedari tadi menunggu akhirnya menetes membasahi kertas itu.

Jangan sedih ya? Ikhlasin gue, biarin gue pergi dengan tenang ya Lun? Awalnya gue khawatir karena mikirin siapa yang bakal jagain lo kalau-kalau gue pergi suatu hari nanti dan siapa sangka? Karena mikirin itu gue bisa hidup lebih lama dari perkiraan dokter wkwk. Sampe akhirnya gue ketemu Riki terus dia bilang dia sayang sama lo gue seneng banget. Gue lega, akhirnya lo ada yang jagain setelah gue gada.

Gatau kenapa setelah itu gue akhirnya drop, Juan sampe sering marahin gue karena bandel pas kita mau nonton. Sorry ya gue bohong sama lo pas itu :( Tolong hidup bahagia demi gue. Jangan nangis terlalu lama ya? Gue gasuka liat lo nangis Luna, gue mau wajah cantik lo cuma dihiasin senyuman. Lo bisa janji kan sama gue? Luna mengangguk menjawab pertanyaan itu seolah Sean bisa melihatnya.

Satu lagi Lun, gue sayang sama lo bukan sebagai sahabat tapi sebagai laki-laki. Gue terlalu pengecut buat akuin ini dari dulu wkwk, pokoknya jaga kesehatan ya? Jangan lupa pesan gue tadi. Gue pergi ya Lun.

Sean.

Luna menatap surat itu kosong dan sesaat kemudian tangisnya pecah. Dia meraung memanggil nama Sean. Juan yang melihat itu berbalik tak sanggup melihat apa yang ada di depannya.

Begitupun Riki, dia hanya terdiam. Semua terjadi begitu cepat atau mungkin..... dia yang terlambat.

  • 56

Sean tertatih memasuki cafe yang dimaksud Riki, untungnya saja lelaki itu memilih meja yang tidak jauh dari pintu masuk dan bisa ditemukan oleh Sean begitu dia menatap ke dalam cafe.

“Eh Se.”

Sean menghela napas pelan. “Mau ngomong apa Ki?”

Riki terlihat gugup, tak jarang dia menggaruk tengkuknya yang Sean yakini tak terasa gatal sama sekali. “Gini Se.”

Sean mengernyit bingung. “Kenapa?”

“Luna.” Seketika Sean meluruskan punggungnya sedikit panik.

“Kenapa Luna?”

“Eh gausah panik, dia gapapa kok. Gue cuma mau bilang kalo... hm..” Ucap Riki gugup.

“Yaelah, apaan?” Desak Sean saat hapenya berdering, itu telfon dari Juan.

“Gue suka Se sama Luna.” Sean menatapnya datar.

Jujur saja, Sean tidak mengira hal ini akan didengarnya dalam jangka waktu tiga bulan. Namun, tidak ada yang tidak mungkin. Siapa yang bisa tahan untuk tidak jatuh kedalam pesona seorang Luna Kavindra? Bahkan dirinya tidak bisa menyelamatkan diri.

Riki menggeleng. “Bukan suka lagi, gue sayang Se sama dia. Gue selalu pengen lindungin dia, gamau dia sedih.”

Sean tersenyum setelahnya. “Yaudah.”

“Hah?”

“Yaudah kalo lo sayang sama Luna, ya gapapa kenapa laporan deh.” Kekeh Sean.

“Lo gamarah Se?” Tanya Riki yang dijawab dengan gelengan oleh Sean.

“Ngapain marah anjir, gue malahan seneng. Eh udah ya, gue ada urusan.” Pamit Sean segera meninggalkan cafe karena Juan menelfonnya sejak tadi.

Dia menggeser ikon hijau di hapenya menjawab telfon Juan yang sudah kesal di seberang sana. “Iya ini balik.”

Sean lega, dia tidak perlu lagi khawatir tentang Luna karena sudah ada Riki yang bersedia mengisi tempat sebagai pelindung dan penjaga Luna.

2 pagi

Jungwon mengela napas, mempersiapkan diri membaca isi dari link yang dikirimkan Alvira, perempuan yang sangat berarti untuknya enam bulan belakangan ini.

Hai, hehe. Jungwon tersenyum, terbayang wajah Alvira yang tengah terkekeh saat melakukan hal konyol.

Kalau lo udah baca ini, artinya gue udah gada di dunia ini lagi. Jungwon menegang, napasnya tercekat. Dia tidak mengira akan membaca kalimat seperti ini sebagai sebuah pembukaan.

Tanpa sadar air matanya mulai menetes. Tangannya bergetar, tak sanggup membaca kalimat berikutnya.

Please jangan sedih dulu ya? Lelaki itu menarik napas panjang. Memejamkan matanya, mengumpulkan kembali keberanian agar sanggup menahan diri.

Gue mau muji lo soalnya. Jungwon mendengus.

Lo, cowok pertama yang berhasil nembus benteng yang gue pasang selama tiga tahun. Bayangan dimana dia dan Alvira pertama kali bertemu terputar di kepalanya. Saat itu, dia yang sedang berjalan di taman menemukan seorang gadis yang tengah memeluk kedua lututnya menangis di bawah perosotan mencoba menyembunyikan diri.

Siapa sangka? Gadis itu adalah gadis yang terkenal periang di sekolahnya.

Rasa penasaran akhirnya membawa Jungwon mendekati gadis itu dan saat itulah hari-harinya bersama Alvira dimulai.

Benteng yang gue pasang biar gada orang yang bisa tau siapa gue sebenernya. Jungwon sangat hapal, bagaimana tatapan tidak percaya Alvira padanya saat dia mencoba menawarkan diri menjadi rumah untuk gadis itu.

Bagaimana keadaan gue dibelakang Alvira yang dikenal ceria dan selalu ketawa.

Bagaimana cara gue lewatin setiap malam penuh tangisan dan rasa sakit karena lebam dibadan gue.

Cuma lo, cuma lo yang tau itu Jungwon. Lo harus bangga hehe.

Maaf ya? Maaf karena gue ingkarin janji gue untuk tetap ada di samping lo. Kemarin adalah hari paling buruk buat gue. Bokap gue bener-bener diluar kendali dan maaf gue ga ngehubungin lo. Gue takut, gue takut lo kenapa-kenapa karena nyoba nolongin gue.

Jungwon, terima kasih. Makasih karena lo selalu jadi tempat gue pulang. Selalu jadi penadah semua tangis gue, selalu menjadi orang pertama yang ngusap air mata gue.

Orang pertama yang nyediain bahu buat gue sandarin dan peluk buat gue tempatin.

Makasih sudah jadi orang yang gapernah nanya gue kenapa tapi malah nanya gue udah makan apa belum

Makasih udah jadi sabar nunggu gue buka hati dan akhirnya percaya sama lo.

Makasih udah jadi alasan gue hidup lebih lama.

Tapi maaf, mungkin sekarang waktunya gue pergi. Jangan sedih gara-gara gue, Jungwon. Lo berhak bahagia, ikhlasin gue ya?

Maaf gue gabisa temenin lo di hari ulang tahun lo nanti. Maaf karena gue udah ngelanggar janji gue buat tetap kuat lewatin semuanya.

Lo harus tau, gue sayang sama lo. Gue ga sakit lagi Jungwon, gue pergi dengan senyuman.

Gue bahagia karena gue bisa mengenang lo sebagai satu-satunya orang yang berharga buat gue.

Gue bahagia kenal lo, Jungwon.

Tolong jangan lakuin hal aneh, gue ngelakuin ini biar bisa gantiin lo di neraka tau. Jangan sampe apa yang gue lakuin malah sia-sia. Lo harus hidup dan STOP NGEROKOK PLEASE?!!!

—Alvira.

Jungwon tertawa. “Jahat banget lo Al, lo bilang lo bahagia tapi lo malah ninggalin gue kayak gini.”

“Lo malah bikin gue sakit Al.”

Jungwon berteriak, melempar hapenya acak.

Jiwanya ikut pergi bersama dengan tangisannya yang pecah membayangkan betapa banyak penderitaan yang harus dialami oleh Alvira bahkan di detik-detik terakhirnya dan bahkan dirinya tak ada disana menemani gadis itu.

“Lo harus hidup bahagia.” Jungwon terkekeh mengulang kalimat yang ditulis oleh Alvira. “Persetan.”

— 45

“Baik Luna, sekarang lihat apa yang ada di depan kamu.” Titah Dokter Bian saat melakukan metode hipnoterapi untuk penyembuhan Luna yang sudah berjalan dua bulan lebih.

“Ayah..” Lirih Luna.

Riki menatap Dokter Bian yang mengangguk memberi jawaban bahwa tidak akan terjadi apa-apa.

“Ayah, ayah jangan kejar kucing nya ayah. Tolong stop.” Racau Luna, air matanya mulai mengalir.

Riki meraih tangannya, memberikan ketenangan untuk Luna.

Genggaman tangan Luna kian mengerat.

“Ayah.” Tangis Luna pecah.

“Luna, kamu harus kuat. Hadapi semuanya dan datangi Ayah kamu. Semuanya akan baik-baik saja, kamu harus ikhlas dan membiarkannya pergi dengan senyuman.”

“Ayah, Luna sayang ayah.” Ujar Luna bersamaan dengan melonggarnya genggaman tangannya pada Riki.

Dokter Bian tersenyum lalu menepuk pundak gadis itu.

Luna terbangun, dia mengusap jejak air mata di pipinya. Menatap Riki yang masih menggengam tangannya.

Dia tersenyum, menghaburkan diri kedalam pelukan lelaki itu.

Terdengar meongan seekor kucing yang dibawa Dokter Bian.

Luna menarik diri, menatap Riki ragu namun tatapan yang diberikan Riki adalah sebuah keyakinan.

“Lo pasti bisa.”

Luna menatap kucing cantik berbulu putih bersih itu, lalu meraihnya.

Satu detik.

Dua detik.

Tiga detik.

Tidak ada sesak napas, tidak ada kepanikan, tidak ada lagi bayangan yang muncul.

“Selamat Luna, kamu berhasil.”

Luna tersenyum senang, dia menatap Riki lalu beralih mengusap kucing itu dengan penuh kasih sayang sama seperti dimasa kecilnya dulu.

Did well Luna” Puji Riki sembari mengusap surai coklat milik gadis itu.

BERANTEM

“Jadi mau kamu apasih sebenernya hah!?” suara Caca meninggi membuat Jihoon memijit kepalanya pelan.

“Ca tenang dulu.” Jihoon mencoba meraih tangan kekasihnya itu namun ditepis kasar.

“Kamu kemana aja seminggu belakangan? Selingkuh? Apa gamau lagi sama aku? Bilang Hoon biar jelas!”

Jihoon mencoba menenangkan Caca namun nihil, gadis itu tetap bersikeras.

“Kalau kamu gatahan sama aku kita bisa put-”

“CACA!” Ucapan Caca terputus, air matanya yang sejak tadi dia tahan akhirnya lolos begitu saja.

Untuk kali pertama, lelaki itu meninggikan suara.

“Ca, sayang maafin aku.” Jihoon menarik kekasihnya itu dalam rengkuhannya.

“Aku sayang sama kamu, please dont even say that word again ya? Aku gasuka.”

Caca menangis di dadanya. Dia akui, dia kalap karena Jihoon menghilang seminggu belakangan.

“Aku seminggu ini lagi ngurusin perusahaan Papa, semuanya kacau banget aku kewalahan, gasempet megang hape karena se-hectic itu sayang.”

Caca menarik diri menatap Jihoon lekat, mencari jawaban di mata yang hanya menunjukkan ketulusan itu.

Caca menghela napas, mengecup singkat bibir kekasihnya yang langsung tersenyum.

“Maaf.”

Caca menunduk, menggerakkan jarinya di dada bidang milik Jihoon.

“Aku gabutuh maaf sayang.” Caca menengadah menatap Jihoon bingung.

“Aku mau ini.” Ucapnya seketika meraup bibir milik Caca.

Caca tersenyum dalam ciuman mereka. Ciuman yang lembut dari Jihoon selalu membuatnya mabuk kepayang. Tangannya meremas surai kecoklatan milik Jihoon memperdalam ciuman mereka seakan tak ingin ketinggalan satu inci pun milik Jihoon.

Lidah Jihoon menyapu basah bibir miliknya dan mengisap apa yang dia temui.

Suara decak permainan lidah mereka memenuhi flat milik Caca.

Ciuman mereka bertambah panas tatkala tangan Jihoon mulai bergerak dibalik dress yang dikenakan kekasihnya itu.

Mengusap punggungnya yang halus dengan penuh gairah dan melepas kaitan bra membuat payudara Caca yang tadinya menggantung kencang seakan terjatuh dan bisa dirasakan Jihoon.

Jihoon mengangkat dress yang dikenakan Caca membukanya dengan mulus dan melanjutkan ciuman mereka.

Jihoon meraih paha Caca mengangkatnya dalam sekali coba dan berjalan menuju kamar tanpa melepaskan pagutan mereka.

Jihoon menidurkan kekasihnya dikasur, memindahkan permainan lidahnya di potongan leher Caca membuat kekasihnya itu melenguh.

“Ssshh Ji.” Jihoon tersenyum, tubuh kekasihnya selalu tampak indah.

Caca menggelinjang kesana kemari karena sapuan basah Jihoon di tubuhnya.

Meninggalkan bekas merah keunguan di semua sisi.

Memeras payudaranya membuat Caca membusungkan dadanya meminta lebih.

Jihoon menjilat puting miliknya, memelintirnya sesekali lalu mencubitnya pelan membuat kekasihnya semakin menggila.

“Ji ahh.”

Sementara menyusu di payudara Caca, tangan besar milik Jihoon bergerak menuju selangkangannya.

Membuka celana dalam polos berwarna putih itu dan menyentuh titip sensitif membuat Caca kehilangan kewarasan.

Dua jari panjang Jihoon masuk ke lubang miliknya membuat Caca tak kuasa menahan dirinya untuk bergerak menyalurkan rasa nikmat itu keseluruh tubuhnya.

Dengan ibu jari Jihoon yang juga menekan klitorisnya membuat Caca ingin menangis.

Permainan jari Jihoon memang tidak pernah mengecewakan.

“Ahh Ji iyaa disitu. Where you at ahh” Caca menarik Jihoon melakukan isapan basah yang terasa lebih sensual dengan permainam jari Jihoon di bawah sana mengaduk dengan acak.

Sampai akhirnya Caca menggigit bibir Jihoon menandakan dia telah sampai.

You're so wet sayang.”

Caca memeluk leher Jihoon menenggelamkan wajahnya malu.

Jihoon tertawa gemas. “Kenapa sih? Masih malu?”

“Ini baru pemanasan sayang.” Jihoon menarik diri, membuka pakaiannya menampilkan kejantanannya yang sudah tegang daritadi.

Caca mengangkangkan kedua kakinya. “Hey baby, come to mama sayang.”

Jihoon tersenyum, menuntun kejantanannya menuju lubang kenikmatan.

Shout out my name sayang.”

I will say- AHHH JIHOON.” Teriaknya saat Jihoon menusuknya keras namun sanggup membuatnya kehilangan kewarasan.

“Jihoon move now!”

Jihoon mulai menggerakkan pinggulnya maju mundur, pelan namun sangat menyentak membuat kejantanannya menghantam titik sensitif milik Caca membuat kekasihnya menangis karena sumpah demi apapun ini sangat nikmat.

Jihoon tersenyum puas melihat ekspresi Caca yang setengah menganga karena menikmati permainannya. Baik Jihoon maupun Caca memang lebih suka bermain harder daripada faster karena hal itu membuat kejantanan Jihoon terasa nikmat saat lubang Caca memijitnya dengan pelan dan Caca yang menggila karena Jihoon selalu tahu apa yang menjadi kesukaannya.

“Ahh Jihoon, i love you dick ahhh sayang touch me

Jihoon meraih kaki Caca dan meletakkannya di pundak lalu meremas payudara kekasihnya diantara kedua kaki Caca.

Caca meracau tak karuan.

“Ahh ahhh ahhh shhh Jihoon i love you so much sayang

“Ahh i love you more Ca oh shit kenapa kamu sempit terus sih.” Hentakan demi hentakan berpadu dengan desahan mereka berdua.

“Jihoon ahhh aku mau sampe sayang.”

Jihoon menurunkan kedua kaki Caca memutar tubuh kekasihnya memegang satu kakinya membuat kejantanannya masuk lebih dalam dan menusuk lubangnya dengan keras dan cepat.

“Ahh ahh ahh ya ituhh sayang nghh enak banget.”

“Ca aku mau sampe juga.”

“Di dalam sayang, gapapa ahhh.”

Tusukan Jihoon semakin terasa lebih dalam. Caca bisa merasakan milik Jihoon menegang dan membesar di dalam lubangnya.

“Ahh Ca.”

Satu hentakan keras membuat Jihoon memegang pinggul Caca menusukkan miliknya dalam bersamaan dengan tubuh Caca yang menegang, dia menembakkan cairan kenikmatannya di dalam lubang itu dan sedikit tumpah bercampur dengan cairan Caca.

Mereka berdua ambruk. Caca memutar tubuhnya menghadap Jihoon tanpa melepas penyatuan mereka.

“Aku sayang Ca sama kamu.”

Caca hanya melumat bibirnya singkat sebagai jawaban.

Caca mengusap surai kecoklatan kekasihnya yang basah karena peluh akibat penyatuan nikmat mereka.

Keep touching me like that Ca i love when your skin creeping on mine.

Caca tersenyum. “and i love when your veins creeping on my skin either sayang. you're so hot.” Bisik Caca di telinganya sambil menuntun tangan besar milik Jihoon meremas dadanya.

Touch it sayang, grab it sepuas kamu, im yours

Jihoon tersenyum sembari meremas pelan payudara kekasihnya itu.

“Masih pengen Ca.” Jihoon kembali menggerakkan pinggulnya, membuat kejantanannya bergerak didalam lubang Caca.

“Shh sayanggg ih eunghh.”

“Kamu juga masih pengen kan.” Jihoon tersenyum senang saat Caca ikut menggerakkan pinggulnya meminta kejantanannya masuk lebih dalam.

Wajah turn on Caca yang setengah menganga lalu menggigit bibirnya dan desahan namanya yang keluar dari bibir kekasihnya itu adalah hal paling indah yang pernah dilihat dan didengar oleh Jihoon.

Dia akhirnya bangun dengan antusias dan kembali menusuk lubang Caca.

AHHH YES JIHOON FUCK ME AHHH. WE GON RIDE ALL NIGHT SAYANG.” Teriak Caca tak kuasa menahan kenikmatan.