declipsee

— 34

tw // car accident

Luna mengerjapkan matanya pelan.

“Udah bangun?”

Riki, itu Riki.

Lelaki itu duduk di pinggiran kasur membantunya untuk bangun.

“Nih minum dulu.” Luna meraih gelas berisi air mineral itu dan meminumnya.

“Lo masih gemeteran?” Luna mengangguk.

“Yaudah, istirahat dulu.” Riki hendak beranjak namun tangannya ditahan oleh Luna.

“Ki? Gue dimana?”

Apart gue.” Luna mengangguk.

“Sorry ya, gue ngerepotin.” Riki menghela napas, menatap Luna lekat.

“Gara-gara ini gue pengen bantu lo supaya bisa sembuh dari trauma atau apapun yang berkaitan sama kucing Lun. Untung gue tadi ngechat lo, kalo engga? Lo mau sampe kapan di taman dalam keadaan gitu?” Tanya Riki sedikit kesal.

Luna menunduk, memainkan jarinya. Dia sadar, selama ini dia selalu menolak agar bisa keluar dari ketakutannya bahkan saat Sean meminta beberapa kali namun dia selalu menjawab tidak.

For your good sake dengerin gue kali ini aja Lun.”

Luna menghela napas. “Pas gue kelas 3 SD gue jalan bareng ayah gue ke taman. Ayah gue seneng banget maen sama kucing. Sampe akhirnya pas gue sama dia maenin kucing liar itu...” Luna merasa dadanya sesak.

Entah dorongan dari mana, Riki langsung meraih tangan Luna. Mengusapnya lembut, memberi rasa tenang untuk gadis itu.

“Kucing itu lari ke arah jalan gede dan disana ada mobil yang kencang. Ayah gue lari pengen nyelamatin kucingnya. Tapi telat, kucing itu ketabrak... Bareng ayah gue. Gue yang pas itu ngikutin ayah dari belakang ngeliat kejadian itu tepat di depan mata gue. Dan..” Air mata Luna turun seiring cerita membuat Riki menariknya ke dalam rengkuhannya.

Mengusap surai kecoklatan gadis itu dan membiarkannya menangis dibahunya.

“Udah, gausah dilanjut. Gue disini Lun.”

— 33

tw // panick attack, ailurophobia

Luna tersenyum sesaat setelah membalas reply-an Riki dan Sean.

Hingga sebuah sentuhan di paha membuatnya mengalihkan pandangan. Seketika dia merasa stok oksigen disekitarnya menipis, dadanya seperti terhantam sesuatu dan peluhnya mengalir deras.

Seekor kucing yang menggosok badannya disana tak kunjung pergi.

Seluruh badannya terasa lemas.

Saat itu juga sebuah pesan masuk dan dia mengetikkan pesan disana.

Luna tidak bisa lagi menahan diri, tubuhnya sangat lemah dan tidak ada orang yang lewat.

Ingatan masa lalu yang selalu ingin dia lupakan kembali terbayang, air matanya mengalir deras.

“Ayah..” Lirihnya.

Penglihatannya mengabur.

“Lun? Luna?” Suara yang tak asing terdengar olehnya. Namun Luna tak sanggup menjawab.

Pandangannya menggelap.

— 04

Luna tersentak dan sadar dari mimpinya.

“Luna?”

“Sean” Gadis itu memeluk sahabatnya.

Dia masih gemetar.

Bayangan yang tidak ingin dia ingat kembali muncul.

Sean menghela napas, mengusap lembut surai kecoklatan milik sahabat kecilnya itu memberikan rasa nyaman berharap gadis itu bisa membaik.

“Lagian Riki sinting apa ya, kok bisa-bisa nya ngasih kucing ke Luna.” Ucap Juan menggeleng tak percaya.

“Temen lo tuh.”

“Ya temen lo juga anying.”

Tiba-tiba seorang petugas pmr masuk. “Riki katanya mau ketemu Luna.”

Luna menarik diri menatap Sean yang juga menatapnya. Juan pun ikut menatap ke arah Luna, menunggu jawaban.

Gadis itu menggeleng kecil.

“Kasih tau bilang si Luna gamau.” Kata Sean.

Siswa petugas pmr itu mengangguk.

Riki menjadi gelisah saat tahu bahwa Luna tak mau bertemu dengannya.

Meraih ponselnya mengetikkan sesuatu disana.

— 03

tw // ailurophobia

Di jam istirahat yang tenang pada pelajaran penjas, Luna kini tertawa bersama teman sekelasnya.

Tak jauh dari tempatnya berada seorang lelaki berjalan menggendong seekor kucing.

Riki tersenyum penuh arti, Luna tidak menyadari kedatangannya.

Beberapa hari yang lalu dia sempat mendengar Sean mengatakan bahwa gadis itu takut kepada kucing.

Menurut Riki itu adalah hal yang aneh. Makhluk lucu seperti kucing di tangannya ini bukanlah seekor singa atau harimau, mengapa harus takut?

Hingga akhirnya sebuah ide terlintas saat dia menemukan kucing ini di kantin.

Sean yang melihat itu dari jauh menyipitkan matanya. Merasa ada yang tidak beres. Tiba-tiba saja Riki berlari lalu meletakkan kucing itu di pangkuan Luna yang seketika membuat tubuh gadis itu menegang dan keringat langsung membanjiri tubuhnya.

Tubuhnya gemetar, bayangan masa lalu terpatri jelas di depan matanya seolah sebuah film yang kembali diputar.

Dia berteriak. Tubuhnya gemetar.

Semua orang panik tak terkecuali Riki.

Sean berlari mengambil kucing itu dan memberikannya kepada salah satu temannya disana.

Tatapan tajam dia hunuskan kepada lelaki yang juga mematung, menyadari bahwa perbuatannya salah.

“Lun? Luna?”

“S..sean?” Luna tampak kacau. Sean mencoba memapahnya namun sedetik setelah dia berdiri tubuhnya ambruk.

“Eh kenapa Se?” Tanya Juan yang muncul di tengah-tengah keramaian.

Tidak menjawab, Sean hanya menunjuk Riki dengan dagunya membuat Juan bingung.

“Yaudah bawa Luna dulu ke uks.”

Mereka membuka jalan untuk Luna sementara Riki, ditinggalkan sendirian dengan rasa bersalah yang sangat besar.

Anak Teknik

Luna menarik napas berat saat dia sudah merasa kelelahan melakukan praktikum sejak 30 menit yang lalu.

Orang-orang disekitarnya juga sudah mulai merapikan barang dan bersiap untuk pulang.

Dia duduk disana memberi kesempatan agar tenaganya kembali.

Hingga tidak terasa hanya dirinya yang tersisa.

Luna berdiri berjalan keluar melewati koridor. Sepi.

Ya gedung tempatnya sekarang berada memanglah sangat jarang digunakan kecuali ada praktek atau kelas susulan dari dosen.

Hingga dia terganggu oleh sebuah suara.

“Ah shit.” Luna mengernyit.

Dia berjalan menuju arah suara yang berasal dari ruangan yang tak jauh di depannya.

Dia mengintip membuka pintu dengan pelan.

Suara itu semakin jelas.

“Ahhh.” Sebentar, itu suara desahan.

Mata Luna membulat. Dia melihat ternyata disana ada seorang lelaki yang melakukan pelepasan seorang diri.

Luna mendengus. Kasian.

Tak ingin berlama-lama Luna memutar badannya namun sial dia tak sengaja menyenggol gelas ukur laboratorium itu.

“Lo siapa?”

Luna berbalik melihat lelaki itu yang menatap dirinya kesal dan sesuatu di selangkangannya yang masih berdiri gagal melakukan pelepasan.

“Sorry gue ga sengaja, gue denger suara aneh gue kira apaan ternyata lo...” Luna menggantungkan ucapannya.

Lelaki itu mendekat dan bisa Luna lihat lelaki itu mengenakan baju praktek fakultas Teknik dan sebuah papan nama disana. Jungwoo.

“Terus kenapa ga pergi?” Tanya Jungwoo.

Luna gelagapan. “Eh iya, sorry.”

Luna berbalik namun tangannya ditahan oleh Jungwoo.

Sial. Umpatnya dalam hati.

“Lo harus tanggung jawab.”

“Hah?” Gugup Luna.

Jungwoo hanya menatap miliknya yang masih setia menegang lalu menatap Luna.

“Gue gajadi sampe gara-gara lo.” Ucap Jungwoo sembari membuka bajunya.

Luna mengerjap, proporsi badan lelaki itu adalah tipe kesukaannya.

Dengan tubuh yang pas dengan otot di perutnya membuat dirinya ingin sekali memegangnya.

image

Jungwoo sudah tidak lagi mengenakan sehelai benang pun.

Gila nih orang.

Jungwoo mendekat dan memeluk Luna serta dengan sengaja menggesek miliknya ke milik Luna. Meski memakai rok Luna bisa merasakan milik Jungwoo seakan mengetuk mencoba memasukinya.

Luna merasa panas seketika. “Gue anggap lo mau ya, soalnya lo daritadi ga nyoba kabur atau apapun. Lo cuma liatin badan gue kayak singa lapar. Lo juga pengen kan?” Bisik Jungwoo ditelinganya membuat Luna merinding.

Sebuah hisapan di lehernya membuat Luna tidak waras.

Dia menggigit bibirnya menahan desahan keluar dari sana.

Karena tidak ada perlawanan, Jungwoo mengambil alih tas yang dipegang Luna lalu melemparnya sembarangan.

Dia mengambil kedua lengan Luna dan menyampirkannya di kedua bahunya.

Napas Luna mulai memburu dengan permainan Jungwoo pada leher serta rahangnya.

Jungwoo menatap Luna. “Nama lo siapa?”

“Luna.” Jungwoo mengangguk.

Dia lalu meraup bibir milik Luna.

Luna merasa pusing, dia tidak bisa lagi menahan diri.

Dia membalas ciuman Jungwoo tak mau kalah.

Luna menekan leher Jungwoo memperdalam ciuman mereka sementara Jungwoo menekan bokong Luna agar milik mereka tetap bersentuhan dibawah sana.

Suara decak lidah memenuhi ruangan.

Tangan Jungwoo naik menyusuri tubuh Luna. Dia menuju payudara Luna dibalik kaosnya lalu meremasnya kuat membuat Luna mendesah.

“Ahh Jungwoo.” Jungwoo tersenyum saat Luna mendesahkan namanya.

Jungwoo membuka kaos Luna dan menarik branya membuat payudara sintal milik Luna terpampang.

“Bentar, gue capek berdiri.” Jungwoo menggendong Luna dan melanjutkan ciuman mereka.

Jungwoo menidurkan Luna diatas meja praktikum yang kosong.

Melahap payudara milik Luna membuat gadis itu menekan kepalanya agar tenggelam disana.

Jari Jungwoo terulur menuju bagian intim milik Luna yang sudah basah.

Dia menyingkap celana dalamnya dan menusuk milik Luna dengan kedua jarinya.

Luna menegang, menaikkan pinggulnya meminta Jungwoo mempercepat permainannya disana.

“Gimana?”

Luna mengangguk tak karuan. “Ahh please iya gitu.” Luna meracau saat Jungwoo mengacak-ngacak miliknya.

Tangannya terulur meremas payudara miliknya. “Jungwoo fuck me. Gue mau sekarang please.”

Luna menarik junior milik Jungwoo dan menepis tangannya.

Jungwoo duduk di kursi membiarkan Luna bermain dan memompa dirinya.

“Ahhhh” Desah Luna saat milik Jungwoo akhirnya masuk kemiliknya.

Dia menggerakkan tubuhnya naik turun dengan tangan Jungwoo yang menahan bokongnya dan sesekali meremas membuat Luna semakin menggila.

Luna menatap Jungwoo yang tersenyum.

Dia mengulurkan tangannya mengelus otot perut milik Jungwoo yang terbentuk dengan indah disana. Tak ingin tinggal diam melihat payudara sintal Luna memantul begitu saja membuat Jungwoo meremasnya kuat.

“Ahhh ahh Jungwoo lo enak banget.” Luna memaju mundurkan pinggulnya karena posisi ini membuat milik Jungwoo menyentuh titik nikmatnya terus menerus.

Luna melengkungkan tubuhnya menyambut pelepasannya.

Jungwoo tersenyum. “Sudah?” Anggukan diterimanya sebagai jawaban.

Jungwoo menggendong Luna dengan milik mereka masih menyatu lalu menidurkan Luna di meja lagi dan melakukan gilirannya.

“I will fuck you harder Luna.”

“Yes please cepet gue udah gatah- annhh ahhhhh Jungwoo kenapa lo enak banget please harderrr eunghh.” Luna menangis. Permainan Jungwoo sangat nikmat. Dia tidak pernah menerima permainan senikmat ini sebelumnya.

“Ahh please ini enakkhhh.” Tangisan Luna bercampur dengan desahan membuat Jungwoo semakin bersemangat menghentak milik Luna.

Suara tabrakan memantul diruangan kosong membuat suasana makin sensual.

Luna bangun memeluk Jungwoo yang masih menusuknya dengan keras.

Tubuhnya terpantul saat Jungwoo kembali menghentak membuatnya mencakar punggung Jungwoo menyalurkan kenikmatan.

Hingga akhirnya Jungwoo menegang. Dia akhirnya sampai.

“Di dalam ya?”

“Iya gapapa.”

Pelepasan Jungwoo menyembur di dalam rahim milik Luna. Hangat dan beberapa tetes merembes keluar.

Mereka sama-sama terengah. Jungwoo kembali menidurkan Luna dan ikut ambruk tanpa melepaskan penyatuan mereka.

“Lun jadi pacar gue ya?”

“Hah?”

“Jadi pacar gue.” Tanya Jungwoo.

Luna mengangguk. “Iya gue mau.”

“Lo enak banget Lun.” Luna tersipu.

Luna menggerakkan pinggulnya lalu mengalungkan kedua kakinya di pinggang Jungwoo.

“Lun? Lo bakalan nyesel kalo gue tegang lagi, lo gabakal bisa jalan.”

Luna terkekeh dan menggoyangkan pinggulnya membuat milik Jungwoo kembali tegang.

“Jangan minta gue berenti.” Jungwoo kembali bangkit menghentakkan miliknya membuat Luna kembali melenguh.

“Ahhh iyaa gitu.”

Penyatuan mereka akhirnya berlanjut sampai Jungwoo puas.

Netflix and Chill

“Kita mau nonton apa nih?” Tanya Jaehyuk kepada gadisnya yang sedang sibuk membuka bungkus Chitato.

Jaehyuk meraih Chitato dari tangan gadisnya itu lalu membukanya dengan sekali tarikan.

“After 2 lagi rame Jae, mau itu aja ga?” Tanya Cila.

Sebenarnya Jaehyuk ragu, dia sudah menonton film itu dan menurutnya akan sangat berbahaya jika dia menontonnya dengan Cila berdua. Dikamar.

Meski mereka seringkali berciuman namun hal yang lebih dari itu tidak berani dilakukan Jaehyuk tanpa seizin Cila.

Dia sangat sayang pada gadis itu dan akan menuruti apa yang gadis itu inginkan.

“Gapapa nonton itu?”

Dengan puppy eyes nya Cila mengangguk sebagai jawaban membuat Jaehyuk menghela napas.

“Yaudah.”

Cila akhirnya memutar film itu. Film itu diawali dengan bagaimana Tessa dan Hardin bertengkar namun akhirnya kembali bersama.

Scene pertama mampu dilewati Jaehyuk meski sudah merasa sesak dibawah sana.

Apalagi dengan posisi Cila yang bersadar pada dadanya membuatnya semakin tersiksa.

Hingga pada akhirnya dia sudah tidak bisa menahannya lagi. Jaehyuk berdiri.

“Mau kemana?” Tanya Cila.

“Gue ke wc dulu.” Jawabnya canggung.

Jaehyuk menghela napas setidaknya dia bisa melakukan sesuatu kepada juniornya yang sudah sangat sesak dan membutuhkan pelepasan.

Akhirnnya setelah beberapa saat Jaehyuk keluar.

“ANJING.” Jaehyuk terperanjak melihat Cila yang berdiri di depan wc sambil bersedekap.

“Gue kaget Cil, lo ngapain sih?”

Namun Cila hanya diam menatapnya aneh.

“Cil? Kenapa sih?”

“Kasian lo gabisa nahan ya?” Tanya Cila membuat Jaehyuk membulatkan matanya.

“Ayo nonton lagi.” Jaehyuk menarik tangan Cila namun gadis itu tidak beranjak justru menarik tengkuk Jaehyuk lalu menciumnya.

Jaehyuk kaget atas perlakuan tiba-tiba dari Cila. Dia merasa kehilangan kewarasannya namun tetap berusaha sadar.

Dia mendorong Cila menjauh, dia tidak bisa melanjutkan ini karena dia yakin dia akan kelepasan jika dia membalas ciuman Cila.

Cila mengernyit, merasa kesal karena Jaehyuk tidak membalas ciumannya bahkan mendorongnya menjauh membuatnya menggigit bibir bawah Jaehyuk dengan keras.

“Brengsek lo.” Kesal Cila lalu berjalan menjauh.

Jaehyuk bingung. “Loh Cil jangan marah.”

Jaehyuk mengekori Cila yang duduk dan langsung memainkan hapenya. Dia memegang tangan Cila membujuk gadisnya itu namun tidak ada respon.

“Cil gue gasuka ya kalo gue lagi ngomong tapi lo malah fokus ke hape.” Ada nada yang tidak enak diomongan Jaehyuk barusan membuat Cila akhirnya menatap dirinya.

“Gue juga gasuka kalo lo ga balik cium gue pas gue cium tadi, gue berasa cewe murahan tau ga?” Suara Cila meninggi membuat Jaehyuk menghela napas.

“Cil ga gitu.” Ucap Jaehyuk lembut. “Lo tau kan nih film banyak scene dimana mereka make love? dan lo tau kita belum sampe ke tahap itu karena keputusan lo. Gue hargain itu makanya gue pergi karena ya jujur gue gabisa nahan dan pas lo nyium gue tadi gue cuma takut gue kelepasan dan lo malah benci sama gue Cil.”

Cila menatap kekasihnya itu dengan tatapan bersalah. Memanglah keputusannya yang membuat Jaehyuk menjadi seperti ini.

“Gue sayang Cil sama lo.” Jaehyuk tersenyum kepadanya, senyuman yang tidak pernah berubah.

Cila menarik tengkuk Jaehyuk, kembali mencium kekasihnya dengan lembut. Menyalurkan semua rasa sayangnya kepada lelaki itu.

Jaehyuk membalas ciuman itu. Memagut bibir manis milik Cila, bibir yang selalu berhasil membuatnya terbuai.

Dia menahan tengkuk gadisnya itu memperdalam ciuman mereka.

Ciuman itu bertambah panas.

Jaehyuk menarik diri, mengatur napasnya dengan susah payah menatap Cila lekat.

“Cil kalau kita lanjutin ini gue gayakin bisa berhenti.”

Cila menatap kedua mata Jaehyuk. Dia bisa melihat rasa segan disana.

Dia menarik napas dalam-dalam. “Gapapa, lanjut aja.”

Jaehyuk terkejut. “Cil jangan cepet ambil keputusan, gue gamau lo benci sama gue nantinya.”

Cila hanya menggeleng mendorong Jaehyuk agar berbaring lalu menciuminya lagi.

Gadis itu menggerakkan tangannya membuka kancing kemeja Jaehyuk dan melemparnya.

Hingga entah sejak kapan keduanya kini hanya berbalut selimut.

Jaehyuk menjelajahi tiap inci tubuh gadisnya itu.

Sesekali dia dengar lenguhan keluar dari bibirnya.

“Jae.”

“Kenapa sayang?” Lembut, sangat lembut terdengar di indra pendengaran Cila.

Tidak. Bukan maksudnya Jaehyuk tidak pernah bersikap lembut, bahkan kekasihnya itu lebih lembut dari dirinya apalagi selama ini mereka juga hanya berbicara seperti seorang teman. Tidak ada kata-kata seperti pacar orang lain yang akan selaly memberikan efek kupu-kupu diperutmu namun entah kenapa malam ini dia seperti melihat sisi baru dari Jaehyuk.

Cila tersenyum, mengusap pipi kekasihnya itu dengan rasa sayang.

Jaehyuk hanya menatap gadisnya lekat sembari tangannya meraih sesuatu di bawah sana membuat gadisnya melenguh hebat.

“Ah Jae.” Jaehyuk tersenyum, Cila menyebut namanya dengan ekspresi menahan kenikmatan yang diberikannya dan langsung ia saksikan di depan matanya membuat dirinya semakin menggila.

Dia menggerakkan jarinya disana, memainkan apa yang ditemuinya.

“Jae bentar ini kok enak ah.” Cila meliukkan badannya karena sumpah demi apapun ini sangat nikmat. Dia kembali menatap Jaehyuk yang kembali menciumnya.

Jaehyuk menyesap kuat bibir milik gadisnya itu.

Sampai akhirnya gadis itu sampai pada waktunya. Jaehyuk menarik tangannya lalu menatap Cila.

“Cila lo gasakit kan?”

Cila mengernyit. “Hah? Sakit apa? Gue ga sak — ah Jae bentar.” Air mata mengalir melewati pipinya.

Rasa sakit dibawah sana seolah-olah membelah dirinya menjadi dua.

Cila menatap Jaehyuk yang terlihat khawatir.

“Gapapa?” Cila mengangguk dia masih mencoba mengatasi rasa sakit itu.

“Bentar ada yang ganjel.” Cila bergerak memperbaiki posisinya. Rasanya aneh.

Jaehyuk tersenyum melihat gadisnya seperti ini. Sangat menggemaskan.

“Udah?” Tanya Jaehyuk.

Gadis itu mengangguk.

Jaehyuk akhirnya mencoba bergerak. Dia melihat reaksi yang diberikan Cila yang tampak sedang berpikir. Entahlah apa yang dipikirkannya.

“Coba yang cepet dikit, ini udah enak.”

Akhirnya. Jaehyuk tersenyum.

Dia bergerak maju mundur lebih cepat dari sebelumnya.

“Ah Jae ini lebih enak dari yang tadi please” Cila mulai meracau akibat kenikmatan tiada tara yang diberikan Jaehyuk kepadanya. Pinggulnya terangkat seolah meminta Jaehyuk memasukkan miliknya lebih dalam.

“Aku cepetin lagi ya?” Cila hanya mengangguk sebagai jawaban. Gadis itu menggigit bibir bawahnya tak sanggup menerima kenikmatan ini.

Ini sangat nikmat.

Jaehyuk menghentak milik Cila dengan kuat membuat gadis itu merasa ingin menangis.

“Ahh Jae nghh”

Jaehyuk merubah posisi Cila tengkurap lalu kembali bergerak dengan kuat.

“Ahh iya disitu Jae please jangan diganti, itu aja.”

Cila meremas selimut menyalurkan segala rasa nikmat yang dia rasakan karena Jaehyuk menyentuh titiknya dengan hentakan pelan namun kuat membuatnya menggila.

Hingga akhirnya Jaehyuk menariknya agar terduduk memeluknya dari belakang sambil memainkan dua payudara miliknya.

“Ah iyaa gini. Jae manaa.” Cila meraih tengkuk Jaehyuk lalu mereka berciuman.

Ciuman terpanas yang pernah mereka miliki. Cila menyesap bibir kekasihnya itu tak ingin kehilangan satu inci pun dari sana. Cila melenguh karena rasa nikmat dibawah sana dan perlakuan manja Jaehyuk pada bibirnya membuat Cila kehilangan kewarasannya.

“Jaee ah. Cepet.”

“Bentar aku juga dikit lagi keluar.” Jaehyuk kembali membaringkan Cila mempercepat temponya.

“Ahh dikit lagi Jae.”

Suara penyatuan mereka memenuhi kamar apartment milik Cila.

Desahan serta deru napas yang memburu juga menambah sensasi panas yang sedang melanda keduanya.

Kedua tubuh mereka menegang, Jaehyuk segera menarik diri meninggalkan Cila yang tergulai lemas.

Tak lama kemudian Jaehyuk kembali.

Cila merentangkan tangannya dan kekasihnya itu menyambutnya dengan pelukan hangat. Menarik selimut agar menutupi mereka berdua.

Jaehyuk mencium kening Cila. “Kamu gapapa kan sayang?”

Cila mengangguk. “Gapapa.”

Jaehyuk tersenyum.

Dalam dua tahun hubungan mereka, tidak pernah sekalipun mereka mengucapkan kata-kata manis kecuali saat mereka bertengkar. Namun sekarang sepertinya hal itu akan berlaku setiap saat.

“Tapi ini enak banget, kenapa aku ga dari dulu aja ya maunya?” Tanya Cila gemas.

“Stop kayak gitu, aku capek. Kita tidur aja, mandinya pas bangun tidur ya? Jangan tanya aneh-aneh dulu atau aku gabakalan biarin kamu istirahat.”

“Tapi abis ini lagi kan?”

Jaehyuk membulatkan matanya. “Cila ayo tidur.”

Cila tertawa geli. Memeluk kekasihnya itu dengan erat.

KEJELASAN

Jake menatap Arina yang tengah melahap eskrim matcha kesukaannya.

Arina yang menyadari itu mengernyit. “Ngapain lo liatin gue kayak gitu?”

Jake cengengesan. “Gapapa.”

“Ga jelas lo.” Ketus Arina.

Jake menghela napas. “Rin?”

“Hm?”

“Lo beneran suka sama gue?”

Arina batuk mendengar pertanyaan dari lelaki di depannya itu. Matanya membulat kaget.

“Lo gapapa?”

Arina menggeleng, dia menatap Jake. “Ngapain nanya gitu?”

Lelaki itu menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. “Ya gue mau kejelasan aja, kalo lo beneran suka gue.. gue mau izin deketin lo hehe.” Jake tersenyum.

Senyuman yang selalu membuat Arina tersipu.

Tanpa sadar pipinya mengeluarkan semburat merah membuatnya memalingkan wajah agar tak ketahuan dengan Jake atau dia akan sangat malu.

“Kalau lo serius silahkan aja.”

Senyuman Jake semakin merekah, tangannya terulur mengacak rambut Arina gemas.

In The Rain

Gadis itu berjalan cepat saat Jaehyuk berteriak memanggilnya.

“Cila? Cil?” Panggil Jaehyuk namun gadis itu tak berhenti.

“Cilaa?!” Lelaki itu membelalak saat Cila bahkan tanpa ragu menerobos hujan yang turun dengan deras.

Memberi rasa dingin yang menusuk ke dalam kulitnya. Namun, karena ego yang tinggi dia tetap berjalan menyusuri trotoar.

Jaehyuk berlari mengejarnya. “Cila? Please dengerin gue dulu.”

Cila menghentakkan tangan kekasihnya yang mencoba memegang tangannya.

“Cil, jangan gini. Lagi hujan entar lo sakit.”

Namun tidak ada jawaban. Cila hanya semakin mempercepat jalannya saat Jaehyuk ternyata sudah berada di sampingnya.

“Cila!” Jaehyuk menarik lengannya kasar membuat gadis itu terhuyung dan menabrak dada Jaehyuk yang memeluknya dari belakang.

Cila mengatur napasnya, meski rasa dingin merasuki tubuhnya namun kepala dan hatinya masih terasa panas.

Bagaimana tidak? Dia melihat kekasihnya berpelukan begitu intim dengan gadis lain tepat di depan matanya.

“Lepasin gue Jae.” Ucap Cila datar namun Jaehyuk semakin mempererat dekapannya di pinggang gadis itu meletakkan dagunya di bahu milih Cila.

Cila bisa merasakan gelengan Jaehyuk disana. “Gue gamau lepasin lo, lo pasti bakalan lari lagi dari gue.”

Cila menghela napas. “Mending lo peluk cewek lo itu, jangan peluk gue.”

“Cilaaa pleasee lo salah pahamm.” Jaehyuk menatap kekasihnya itu dari samping dan bisa ia lihat raut wajah cemberut disana.

“Heyy.” Jaehyuk menegakkan tubuhnya lalu memutar Cila menghadapnya.

Dia tetap mengurung Cila dengan kedua tangannya diletakkan di bahu gadis itu.

Namun, Cila tetaplah Cila. Dia justru membuang wajah memilih menatap jalanan yang kosonh daripada menatap Jaehyuk di depannya.

“Cilaa, liat gue duluu.” Rengek Jaehyuk.

Sial, Jaehyuk sangat tahu bahwa Cila sudah tidak bisa marah saat dirinya berbicara dengan tone seperti itu.

“Cil? Ih. Liat siniiiii.” Tangannya beralih memegang dagu Cila membuat gadis itu akhirnya menatap dirinya.

“Cila yang lo liat itu ga seperti yang lo pikirin, gue sama Denira gada apa-apa asli deh.” Cila memperhatikan raut wajah kekasihnya yang tengaj memberi penjelasan dan dia mendapati itu sangat menggemaskan.

Meskipun diguyur air hujan, wajah tampan dengan raut yang dihasilkan dari kata demi kata itu justru membuat hati Cila melunak.

Cila bahkan tidak lagi menyimak apa yang dikatakan kekasihnya itu, dia hanya sibuk mengagumi Jaehyuk.

Rasa dingin tidak lagi penting baginya. Toh, setelah ini mereka berdua akan berakhir dengan cuddle sepanjang malam.

Pelukan Jaehyuk bahkan jauh lebih hangat daripada apapun.

“Dia tuh emang sengaja ganjen gitu sama gue soalnya kata Masiho dia suka sama gue. TAPI GUE GASUKA SAMA DIA, gue kan punya lo Cil. Terus tadi dia tiba-tiba nabrak gue ya gue refleks langsung nahan kan eh dianya malah narik gue jadi kita kayak pelukan gitu. Suer deh, lo bisa tanya Siho. Gue ga boong Cil.” Kedua mata Jaehyuk mengerjap.

“Gitu Cil.”

Satu.

Dua.

Tiga.

Tidak ada jawaban, Cila masih tetap menatap dirinya.

Jaehyuk mengusap wajahnya, mengerjap menatap Cila bingung. “Cil?”

“Cila?” Jaehyuk mengguncang bahunya pelan.

“Apasih, jangan pegang.” Cila menepis kedua tangannya.

Jaehyuk mencibir, selalu seperti itu. Cila yang gengsian selalu bertindak berbeda dengan apa yang dia rasakan. Tetapi setidaknya Jaehyuk sudah tenang karena dia tahu gadisnya itu tidak lagi marah.

“Ini lo mau berdiri disini terus? Gue udah kedinginan.” Tanya Cila dengan bibirnya yang mulai bergetar karena rasa dingin sudah merasukinya kembali.

“Jae? Kok lo diem?” Cila menatap Jaehyuk aneh.

Jaehyuk menarik gadis itu kedalam pelukannya. Mengusap kepalanya lembut. “Jangan lari lagi ya dari gue? Gue takut gabisa bawa lo balik lagi.”

Cila merasa bersalah, dia sadar dia sudah keterlaluan. Apalagi bertengkar dibawah derasnya hujan membuatnya semakin merasa sedih.

Bagaimana jika Jaehyuk sakit karena ini?

Dia menatap Jaehyuk yang tersenyum. “Pulang yuk? Entar demam.”

Cila menarik tangan Jaehyuk namun lelaki itu tetap bergeming menatapnya.

Mata Jaehyuk tertuju pada bibir Cila yang bergetar karena kedinginan dan itu hal yang menggemaskan baginya.

“Lo masih marah ga Cil?”

“Ck, cepetan ah mau pulang.”

“Jae..” Cila menatap Jaehyuk yang sumringah sembari mengusap bibirnya yang bergetar dengan lembut.

“Lo kedinginan ya? Mau gue angetin ga?”

Tanpa menunggu jawaban Jaehyuk langsung menempelkan bibirnya ke bibir gadisnya itu.

Menarik diri lalu mengecupnya lagi.

Dia tersenyum menatap raut wajah Cila yang hanya kebingungan.

Jaehyuk kembali mengecup bibir Cila namun kali ini ditambah dengan gigitan kecil.

“Lo kenapasih? Kalau mau cium, cium aja jangan main-main.” Kesal Cila.

Kali ini Jaehyuk kembali mengecup bibir Cila dan terdiam sejenak. Dia tersenyum merasakan sensasi baru saat bibir Cila yang bergetar menyentuh miliknya.

Jaehyuk mulai melumat bibir gadisnya lembut, sedangkan Cila masih berusaha menetralkan getaran pada bibirnya akibat kedinginan.

Dengan permainan Jaehyuk yang sangat lihai disana membuat tubuh Cila memanas dan getaran di bibirnya mulai mereda.

Dia membalas ciuman kekasihnya itu. Jaehyuk menekan tengkuknya memperdalam ciuman mereka.

Derasnya guyuran hujan tak lagi memberi efek, yang mereka tau sekarang adalah saliva mereka saling bertukar dan suara decak lidah menyatu dengan suara rintik hujan.

Ciuman mereka begitu dalam membuat mereka lupa bahwa mereka masih ada di tengah hujan.

Lumatan demi lumatan yang diberikan Jaehyuk, memanjakan gadisnya yang selalu mabuk akan perlakuannya.

Cila semakin merapatkan tubuhnya saat rasa dingin kembali menyerang membuat lumatannya semakin cepat. Dia menyesap bibir bawah milik Jaehyuk agar bibirnya terbuka agar lidahnya bisa menari disana membuat Jaehyuk kewalahan.

Karena kekurangan oksigen Jaehyuk kini menarik diri dan menuju ke leher gadisnya namun tiba-tiba Cila menahan dirinya.

“Lo gila? Gue kedinginan, ayo pulang.”

“Dih padahal yang keenakan siapa sampe ga ngasih gue kesempatan buat nafas?” Ejek Jaehyuk membuat Cila menjauhkan diri karena malu.

“Cil gue bilang jangan lari dari gue.”

Cila berhenti, dia berbalik merentangkan tangan. Jaehyuk berlari namun bukannya memeluk dia mengangkat Cila ala bridal style lalu berlari menuju mobilnya.

night shower

Malam itu, saat semua orang telah terlelap Risa terbangun gelisah. Wajahnya terasa lengket karena keringat setelah kegiatan seharian. Kamar hotel yang pengap karena terisi banyak orang menambah kegerahan itu.

Akhirnya dia memutuskan untuk mandi.

Dia memasuki bathup tanpa mengunci pintu. 'orang-orang sudah tidur' pikirnya.

Dia merilekskan tubuhnya merasakan hangatnya air yang merasuki setiap lapis kulitnya.

Hingga tiba-tiba pintu kamar mandi terbuka. Mata Risa membelalak.

Begitupun orang tersebut. “Risa?”

Risa mematung, dia tidak bisa bergerak. Andai saja yang masuk adalah teman perempuannya, dia akan bergegas berdiri mengambil handuk yang tergantung namun yang berdiri di hadapannya adalah Mark. Orang yang dia suka sejak maba.

“Mark? Whatcha doin here?

Risa panik, sedangkan Mark hanya cengengesan tampak tak ada niat untuk beranjak.

Pipi Risa memanas, semburat merah muncul disana.

Matanya semakin melebar saat lelaki itu mendekat, berjongkok di pinggir bathup.

Wajah bangun tidur membuat Mark tampak lebih tampan.

Lelaki itu menopang kedua tangannya menatap Risa intens.

“Sa tau ga?”

Risa hanya menatap menunggu jawaban.

I like you.” Sambungnya.

“Mark?”

Mark mengangguk. “Lo mah ga peka.” Ucapnya sedih sembari tangannya terulur menyentuh bahu Risa yang tak terendam.

Aliran listrik seakan mengaliri sekujur tubuhnya.

Tangan Mark menjelajahi bahu Risa yang terpampang, menuju leher lalu dagunya. Membuat tatapan keduanya saling terkunci. “Sa.” Ucapnya pelan.

Risa menegang. Tidak tahu harus melakukan apa. Sementara Mark terus mendekat.

Entah sejak kapan tetapi bibir Mark telah menempel di bibir ranum milik Risa.

Tak ada gerakan, hanya deru napas yang terdengar.

Karena tidak ada perlawanan dari gadis itu, Mark mulai menyesap bibir bawah Risa membuat gadis itu melenguh.

Risa yang mulai terbawa suasana mengalungkan kedua tangannya ke leher Mark membuat buah dada nya sedikit terlihat.

Mereka saling bertukar saliva, suara decak lidah serta bunyi air karena gerakan Risa memenuhi kamar mandi.

Risa terhanyut, Mark menyesap lidah serta bibirnya dengan lembut.

Risa terbuai dengan permainan lidah milik Mark di bibirnya. Hingga akhirnya Mark beralih ke rahangnya, mengecup pelan disana lalu meninggalkan bekas kepemilikan di leher gadis itu.

“Nnghhh” Mark tersenyum melihat wajah Risa yang menikmati ciumannya.

Mark berdiri membuat Risa merasa sedih. “Mark i want more, can i?” Minta Risa sembari menggigit bibir nya membuat birahi Mark semakin tak terkendali dan merasakan sesak di dalam celananya.

No need to ask, i will give you everything babe.

Mark berjalan menuju pintu lalu menguncinya. Melepas pakaiannya lalu memasuki bathup menempatkan miliknya nya tepat di depan milik Risa.

Gadis itu kembali membelalak, mencoba merapatkan pahanya. Mark tersenyum miring. “Too late babe, too late. I will never stop.

Mark merentangkan kedua tangannya, memeluk Risa dan memutar badan gadis itu sehingga posisi mereka sekarang berbalik.

Risa yang masih kaget hanya bisa menahan napas tatkala milik Mark menggesek miliknya.

Mark kembali menyesap bibir Risa, suara decakan peraduan lidah mereka memenuhi kamar mandi.

Kali ini ciuman mereka terasa berbeda. Lebih panas, lebih terburu-buru dan Mark lebih menyalurkan birahinya yang sudah tak tertahan. Tangannya kembali menyusuri tiap inci tubuh gadis itu.

“Ahh Mark.” Lenguh Risa terdengar saat tangan kanan Mark meremas buah dadanya sedangkan tangan kanannya memegang paha Risa agar gadis itu tetap duduk dengan bagian intim mereka tetap menempel satu sama lain.

Lenguhan Risa makin terdengar diikuti suara percikan air.

“Mark i want it now.” Rengek Risa, melakukan humping tak terkendali memaksa Mark agar memasukinya dengan cepat.

Mark menatap Risa yang tidak bisa menahan diri meraih area intim milik Risa dengan jarinya. “Really?

Suara seraknya membuat Risa mengangguk tak karuan.

“Eungh yes please ah dont play with me. I need it right now, please just fuck me!

Wishes granted babe.” Mark berdiri menggendong Risa yang meliukkan badannya tak karuan.

“MARK!! now ahh please.” Teriakan Risa tertahan. Dia sudah sangat ingin milik Mark masuk ke dalam miliknya.

Ini pertama kalinya Risa merasakan sebuah rasa geli yang luar biasa seakan meminta milik Mark dengan cepat menghilangkan rasa geli itu.

“Sabar baby girl.” Gavin mendudukkan Risa di atas wastafel, melakukan fingering beberapa menit dan mengarahkan miliknyanya mendekati milik Risa.

“Risa, shout out my name or you will never feel me into your hole.

Dengan setengah sadar Risa membuka matanya memelas. “I already shout out your name Mark please fuck me n- enghh ahhh” suaranya meninggi membuat Mark memasukkan miliknya secara langsung membuat Risa mendesah hebat.

Tubuh Risa bergetar.

Mark diam sebentar menunggu aba-aba dari Risa.

“Ah bentar, ini sakit.”

Mark kembali melumat bibir gadis itu, menyalurkan rasa sakit Risa kepadanya.

Tak lama kemudian, Risa mulai menggoyangkan pinggulnya.

Move!

Mark mengangguk mulai menggoyangkan pinggulnya maju mundur.

We gon ride all night babe

“Ah Mark pleasee harder this is so good” Tuntut Risa mencoba bergerak juga.

Mark mempercepat temponya. Keduanya melenguh dengan hebat. Risa menggigit bibirnya menahan segala kenikmatan yang ia rasakan.

Dia serasa ingin menangis.

You're so tight babe.

Suara penyatuan mereka memenuhi kamar mandi.

Desahan Risa yang memantul membuat Mark semakin bersemangat.

Risa menarik Mark melumat dan menghisap bibir nya dengan rakus. Dia sudah sangat dirasuki oleh birahinya hingga tak ingin melewatkan satu hal sekalipun. Mark membuat mempercepat gerakannya sehingga Risa melenguh dalam sela-sela pagutan mereka.

Risa memeluk Mark. 'this is the time' pikir Mark.

Mark mempercepat tempo membuat Risa meracau.

“Ah babe your hole ahh i love it” Racau Mark.

Mereka tidak lagi memikirkan jika saja suara penyatuan nikmat mereka terdengar sampai keluar kamar mandi.

Rasa dingin akibat berendam serta aliran listrik yang menjalar di tubuh keduanya membuat Mark semakin bersemangat.

“Ughh Sa, i wanna cum.”

“Diluarr ah diluar.” Mark mengangguk melepaskan diri.

Risa mengatur napasnya. Dia sangat lelah. Selangkangannya kembali terasa ngilu.

“Mandi dulu yuk? Lengket.” Ucap Mark yang dijawab dengan anggukan oleh Risa.

stay cation

Rara terbangun di tengah gelapnya malam. Tenggorokannya terasa kering. . Dengan lunglai dia berjalan menuju dapur untuk memuaskan dahaganya.

“Hah seger banget.” gumamnya.

Gadis itu membasuh wajahnya untuk menghilangkan rasa mengantuk. Dia melirik jam dinding, pukul 04.00. Kalau begitu dia harus mulai bersiap dari sekarang, agar bisa mandi lebih awal dan tidak antri saat pagi.

Dia sedang berada di salah satu home stay di puncak bersama dengan teman angkatannya. Mereka mengadakan stay cation sekaligus membahas tentang laporan pertanggungjawaban oleh kepengurusan angkatannya dalam bina akrab dengan mahasiswa baru yang di adakan seminggu yang lalu.

Disinilah dia, mengumpulkan kesadarannya sembari menunggu air memenuhi bathup. Dia menyandarkan punggungnya ke pintu kamar mandi sambil menatap bathup itu kosong.

Tangan kirinya masih memegang gelas berisi air hangat yang dia bawa dari dapur.

Tiba-tiba.

“Ra?”

Rara sedikit terkejut. “Jeno?”

Mata lelaki itu membentuk garis horizontal saat dia tersenyum. Wajah khas bangun tidur membuatnya tampak lebih menarik dari sebelumnya, dan tentu saja. Menggemaskan.

Rara tertawa melihat tingkah Jeno yang tiba-tiba saja menarik dirinya mendekat lalu melingkarkan kedua tangannya di pinggang gadis itu.

“Kok cepet banget bangunnya?” Tanya Rara.

Namun Jeno tidak memberi jawaban dan hanya menggerakkan kepalanya di ceruk leher Rara.

Deru napas yang menerpa kulitnya membuat hawa panas mulai merambat menyusuri tubuhnya.

Padahal cuaca di puncak saat ini cukup dingin.

Hingga suara gemericik air mulai terdengar. Rara berusaha menarik diri. “Jen bathup nya udah penuh. Gue mau mandi dulu, sana.”

“Ikuttt.”

Pipi Rara seketika memerah. Bagaimana tidak? Dengan suara serak dengan tone manja baru saja terdengar oleh telinganya.

Jeno memang selalu punya cara membuat dirinya meleleh tiba-tiba.

“Jen gue mau mandi, itu airnya tumpah.”

Jeno mengangkat wajahnya, mendorong Rara masuk lalu mengunci pintu.

Mata Rara membulat saat Jeno tersenyum kepadanya. “Jen disini ga cuma kita loh.”

“Ya gapapa.”

“Jeno ih.” Rara berjalan mundur namun sialnya ada tembok tempat dibelakangnya dengan sigap Jeno menariknya pinggangnya mendekat dan mengurungnya dengan tangan nya yang lain sehingga gadis itu kini tak bisa berbuat apa-apa.

“Jen- mmpph.” Gelas yang dia pegang daritadi terjatuh karena Jeno membungkamnya. Lagi.

Lumatan demi lumatan diberikan Jeno membuat dirinya kewalahan karena lelaki itu tidak memberinya ruang untuk bernapas.

“Aw, kok digigit?” Kesal Jeno menarik diri.

“Gue gabisa napas anjir, pelan-pelan. Im yours

Jeno? Dia hanya cengengsan dan kembali mencium bibir Rara dengan lembut.

Rara mengalungkan kedua tangannya di leher Jeno lalu membalas melumat bibir Jeno.

Tangan Jeno yang tadi diam di pinggang Rara mulai bergerak naik ke rahang milik gadis itu menekannya agar ciuman mereka semakin dalam.

Indra pendengaran mereka seketika menuli saat suara gemericik air yang tumpah semakin deras, mereka hanya mendengar suara decak lidah akibat perbuatan mereka sendiri.

Perlakuan lembut Jeno dengan bibirnya tidak pernah gagal membuat Rara terbang. Dia selalu menikmati lumatan demi lumatan yang diberikan Jeno disana.

Jeno beralih ke rahang Rara, mengecupnya lembut. Dia menjelajahi setiap inci dari wajah Rara. Pipi, dagu, hidung, mata, Jeno menciumnya dengan posesif seakan memberi tahu Rara bahwa semua itu hanya milik Jeno.

Kemudian Jeno mengarah ke leher Rara.

“Jen jangan dikasih bekas.”

Tapi Jeno tidak mengindahkan perkataannya, Jeno menghisapnya pelan membuat Rara sedikit melenguh dan kesal dalam waktu yang sama. Meninggalkan bekas kepemilikan disana.

Jeno menarik diri lalu menatap Rara yang sudah kesal.

Jeno hanya cengengesan menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

“Sorry hehe.” Tangannya bergerak menuju bibir Rara yang membengkak. Mengusapnya pelan dengan ibu jarinya.

Jeno kembali memajukan wajahnya namun Rara menghindar. “Udah, gue mau mandi.”

Jeno mendecak kesal, bersamaan dengan suara pintu yang di gedor akhirnya membuat aktivitas mereka harus berhenti.

“Woe itu air dimatiin.”

“IYA BERISIK BANGET SIH.” Teriak Jeno yang berjalan menuju pintu dan membukanya.

“Dikunci pintunya, nanti ada yang masuk.”

“Paling lo. Dah sana.”