declipsee

Riki memperhatikan wajah gadis disebelahnya.

Tidak ada senyuman seperti biasa, wajahnya tidak secerah hari kemarin.

Riki mengerutkan kening. Ada apa?

“Kana?”

Gadis itu tersentak. “Eh? Kenapa Ki?”

“Keliatannya lo lagi sedih.”

Kana tersenyum. “Keliatan banget ya?”

Riki mengangguk sebagai jawaban. “Kalau lo pengen cerita gapapa, gue dengerin.”

Gadis itu menghela napas. “Kepikiran Juan aja.”

“Kenapa Juan?”

Kana menggeleng. “Gatau, akhir-akhir ini dia sibuk banget dan Kana gatau sibuk apaan. Chat Kana dibales pas malem doang, sebelumnya gapernah gini atau Kana aja ya yang lebay?” Kana menatap Riki meminta jawaban.

“Ga lebay kok, wajar lo kepikiran soalnya dia juga gada ngomong apa-apa kan? Tapi coba tanyain dia lagi apa biar lo ga sedih terus.”

“Nanti Kana tanyain.”

“Kalau dijawab.” Lirih Kana pelan namun tetap terdengar oleh Riki.

“Sepedaan yuk?”

Kana mengangkat kedua alisnya. “Gimana?”

Lelaki itu berdiri menarik tangan gadis itu pelan menuju tempat penyewaan sepeda.

Riki menggunakan segala cara malam itu agar gadis di depannya bisa tersenyum meski hanya sebentar dan melupakan hal-hal yang mengganggu pikirannya.

Caca menguap merasa bosan sendirian di rumah. Suaminya sedang bekerja dan mereka sengaja tidak menyewa pembantu karena Caca merasa dengan adanya pembantu privasi nya sedikit tidak terjaga lagipula dia bisa mengerjakan semua pekerjaan rumah apalagi Jihoon tidak mengizinkannya untuk bekerja jadi setelah mengerjakan tugasnya sebagai seorang istri maka sekarang dia di ruang tengah menghabiskan waktu dengan menonton film. Namun, hari ini dia merasa tidak mood menonton film. Dia akhirnya memilih untuk menonton youtube dan matanya menangkap official video dari Cardi B feat Megan Thee Stallion – WAP dan memilih untuk menonton itu.

Sepanjang video, Caca berpikir bahwa keduanya merupakan baddas hot girl membuat suatu ide terlintas di pikirannya. Dia berlari menuju kamar, mengotak-atik lemarinya mencari baju yang pernah dia beli namun tidak pernah dia kenakan.

Itu baju yang hanya menutupi bagian dada dan selangkangannya berwarna merah muda. Caca mematut dirinya dicermin, sedikit tertawa malu melihat tubuhnya yang tidak sesintal Cardi B dan Megan atau bahkan terlalu ramping untuk baju itu.

Dia lalu memutar playlist “hot girl shit” yang sudah lama dia miliki di aplikasi spotify miliknya.

34+35 milik Ariana kini terputar dan dirinya mulai menari dengan sensual.

Tangannya mulai bergerak mengusap tubuhnya. Berputar kesana kemari seakan sedang berdansa.

Lagu berikutnya adalah lagu yang official videonya dia nonton beberapa menit yang lalu, WAP.

Dipikirannya teringat bagaimana kedua penyanyi itu mengguncang pantat mereka yang sintal.

Caca meletakkan kedua tangannya untuk bertumpu pada lututnya lalu menggerakkan pantatnya naik turun.

Saking asiknya sampai tidak sadar bahwa suaminya berdiri di depan pintu mengamati dia dari tadi.

She's twerk her ass makes my dick wanna stick her hole so muchh pikir Jihoon.

Lelaki itu tersenyum. Dia berjalan ke arah istrinya melipat kemejanya hingga ke siku lalu menempelkan penisnya di belahan pantat Caca yang langsung tersentak.

“Sayang?”

“Kamu ngapain hm?” Bisik Jihoon ditelinganya membuat sekujur tubuhnya merinding.

Kedua tangan kekar milik Jihoon memeluk dirinya dari belakang membuat tubuh mereka semakin menempel sehingga penis Jihoon bisa Caca rasakan mencoba menerobos lubang miliknya.

Caca melenguh, kembali bergerak perlahan. Tangannya menuntun tangan kekar suaminya menuju dadanya. Jihoon lalu meremas buah dada istrinya perlahan.

“Ahh. Im doing hot girl shit babe.

Jihoon mengangguk paham. Pikirannya mulai kalut.

Jihoon menjilati leher jenjang Caca lalu berbisik. “Kapan kamu beli baju ini sih?” Tanyanya tanpa menunggu jawaban Caca kembali menggigit di segala tempat meninggalkan jejak kemerahan.

“Ahhhh udah lama eunghh.” Caca mulai bergerak tak beraturan memundurkan pantatnya agar penis Jihoon semakin terasa menusuk dirinya.

Twerking on mine babe” Perintah Jihoon yang langsung memeras kedua buah dada milik Caca sehingga istrinya itu mengerang dan melakukan twerking dengan cepat.

Ahhhh yes im doing it.

Jihoon memutar tubuh istrinya lalu menyesap bibir ranum itu rakus.

Suara decakan lidah memenuhi kamar mereka.

“Eunghh Ji i want yours sshhh.” Pinta Caca mengaitkan kakinya di kaki Jihoon sehingga penis Jihoon yang menegang menusuk vaginanya dari luar.

Caca menangis, vaginanya terasa sangat gatal meminta penis Jihoon sekarang juga.

“hey heyy tenang, i will fuck you harder sayang.” Jihoon menidurkan istrinya itu lalu menarik string yang menutupi selangkangannya dengan kuat membuatnya robek.

Caca membulatkan matanya. “Kok dirusakk?”

“Nanti aku beliin lagi.”

Jihoon ingin memasukkan tiga jarinya namun istrinya menahan. “Noo, your dick. Please fuck me right now.

Okey calm down.

Jihoon akhirnya mundur membuka kemejanya sat persatu. Memunculkan penisnya yang sudah menegang siap menusuk lubang istrinya.

Be ready sayang. Im in” Ucap Jihoon lalu menusuk lubang Caca membuat istrinya itu bergetar hebat.

“Ahhh.” Kaki Caca terangkat kepundak Jihoon sehingga G-Spot nya langsung tersentuh membuat dirinya menggila.

“Yess ahh.” Jihoon meremas buah dada istrinya sembari menggenjot istrinya dengan keras.

Harder Ji harder ahhh sayangg eunghhh.

plak plak plak

Suara penyatuan mereka menyatu dengan lagu yang mengiringi permainan mereka.

“Caa aku bentar lagi sampe.” Ucap Jihoon sembari mempercepat tempo tusukannya.

Caca mengerang saat merasakan penis Jihoon membesar di dalam dirinya bersiap menyemprotkan cairan kenikmatannya.

“Ahh ahh ahh ahh Ji yess ahhh eunghh oh my God ahh ahh ahh eunghhhhhh.”

Caca menghela napas saat Jihoon menghentakkan penisnya dengan keras menanamkan penis itu di dalam menabrak G-Spot nya lalu cairan miliknya tersembur membuat rahimnya menghangat.

“Ahhh Caca kamu enak terus.” Jihoon tumbang memeluk istrinya yang langsung mengaitkan kedua kakinya di pinggul Jihoon.

“Aku lagi ya yang main? Would you mind if I twerk my hole on your dick?

Jihoon menatap istrinya dengan dahi berkerut. “Kamu belajar sex kayak gini dimana sih? Kalo nonton tuh ajak aku biar prakteknya langsung.”

Caca tersenyum malu. “ihhh cepett.” Rengek Caca menggerakkan pinggulnya.

Jihoon memutar posisi mereka dan membiarkan istrinya bermain.

From the top.” Caca tersenyum jahil menjilat bibir suaminya.

Make it drop.

“Ahh Ca.” Erang Jihoon saat istrinya menghentakkan pantatnya sehingga penisnya terasa seperti dipijat.

Caca tersenyum. “* that's some wet ass pussy*” Caca menghentikan nyanyiannya lalu twerk on his husband dick slowly. “ummhhh Jihoon ahhh. Enak banget kayak gini.”

Caca bergerak naik turun secara perlahan dengan tubuh bagian atasnya menempel dengan tubuh Jihoon sehingga dia bisa menatap ekspresi keenakan suaminya itu.

Caca sengaja menggoda suaminya itu dengan menggigit bibirnya sendiri. “Eunghhh.”

“Kamu bakalan nyesel kalo maen-maen sama aku Ca.”

“Apahh ahhh eunghhhh.” Desahan Caca semakin menjadi-jadi dan gerakan di selangkangannya membuat Jihoon menggila sehingga Jihoon memutar tubuhnya dan menusuk lubang Caca.

This is a punishment” Jihoon menusuk lubang Caca tanpa ampun.

Yes, i love this punishment. sayang ahhh eunghh sshh lagiii.”

Jihoon menggeleng, godaan Caca tadi hanya cara istrinya membuat dia kembali menusuk lubang itu dengan keras.

“Ahhh ahhh Caca.”

“Iya sayang kamu suka kan mmhhh ahh.”

“Sayang aku keluar.” rengek Caca ikut menggerakkan pantatnya.

Cairan kenikmatan milik Caca mengalir keluar melewati lubangnya bercampur dengan cairan kenikmatan milik suaminya.

“Nakal kamu.” Jihoon menyesap buah dada Caca singkat.

“Kamu lebih nakal. Mau bobo.” Caca melepaskan diri, dari Jihoon lalu menutup dirinya dengan selimut membelakangi suaminya.

“Sayang aku mau cuddle.” Rengek Jihoon memeluk Caca dari belakang sambil memilin puting istrinya itu.

Caca berbalik memeluk suaminya meletakkan kepala suaminya itu di dadanya. Jihoon yang iseng langsung menjilat buah dadanya dan menyusu disana.

“Kan kamu nakal ih.”

“Gapapa, aku mau nenen sebelum bobo sayang.”

“Aku jadi horny lagi Jihoon ih.”

“Ih bobo ajaaa capek, aku abis kerja lo ini terus nusuk kamu gara-gara kamu nari-nari kayak tadi mana bajunya kayak gapake baju.” Sungut Jihoon lalu kembali menyusu di puting Caca.

Caca mendengus, mengusap kepala suaminya yang masih setia mengisap tetenya.

“Yaudah bayi gede tidur aku kelonin sayang sayangg.”

Jihoon mengeratkan pelukannya dan tidur bersama sampai malam tiba.

Lengkungan yang muncul diwajah dua sejoli ini kian merekah tatkala mereka saling melemparkan candaan yang membuat keduanya tersenyum geli lalu tertawa.

Semakin hari, Juan dan Kana semakin dekat. Mereka lebih sering menghabiskan waktu bersama.

Hingga suara dari notifikasi hp Juan menginterupsi mereka.

Juan mengerutkan keningnya melihat pesan yang masuk.

Dia membalas seadanya lalu pesan berikutnya membuatnya merasa malas dan memutuskan untuk tidak membalas lagi.

“Kenapa?” Tanya gadis di depannya membuat Juan menggeleng lalu tersenyum lagi.

“Gapapa.”

“Kita naik kincir angin yuk?”

“Ayo.” Juan menarik tangan Kana dan berjalan menuju lokasi kincir angin yang tak jauh dari tempat mereka berada.

Namun hp Juan kembali berdering.

“Bentar.”

Juan menatap layar hp nya. Papa.

Juan mendecak. “Halo pa.”

“Temenin adel.” Dua kata itu membuat Juan memejamkan mata kesal.

“Pa gabisa, Juan lagi sama Kana.”

“Nurut sama Papa.” Ucap pria paruh baya itu datar lalu memutuskan sambungan telepon itu.

Kana menatap Juan. “Kamu harus pergi ya?”

Juan menatap netra gadis itu tak tega.

“Yaudah kita pulang aja.” Ucap gadis itu pelan.

“Kana, maaf.”

Kana menggeleng dia menarik tangan lelaki itu lalu mengusapnya pelan. “Jangan minta maaf. Juan gasalah, ayo pulang. Biar ga dimarahin Papa.”

Juan tersenyum. Gadis ini layaknya seorang malaikat dan akan selalu menjadi malaikat untuk dirinya.

“Pantesan chat gue ga dibaca.”

Mata Kana membulat sempurna, tubuhnya menegang. Dia tidak bermimpi kan? Dia kenal suara ini.

Suara yang dia rindukan setiap hari, suara yang menyimpan banyak kenangan, suara yang pemiliknya selalu ada dalam doa milik Kanaya.

Gadis itu berdiri perlahan, berbalik menatap ke asal suara.

Di dapatinya sebuah wajah yang tersenyum lebar, wajah yang selama 5 tahun ini hanya bisa ia pandangi melalui foto yang lelaki itu tinggalkan di akun twitternya.

Netranya meneteskan bulir-bulir bening. “J-juan?”

Pemilik nama yang ia panggil mengangguk senang. “Iya, ini Juan. Juannya Kana.”

Seketika kaki Kanaya terasa lemas. Dia memejamkan matanya, meyakinkan diri bahwa ini bukanlah sebuah mimpi.

Hingga sebuah tarikan membuatnya tersadar. Juan menarik dirinya kedalam rengkuhan lelaki itu. “Juan kangen banget sama Kana.”

Kalimat itu berhasil membuat Kana menangis haru. Dia melingkarkan tangannya membalas pelukan itu. Pelukan hangat yang sama seperti hari-hari dulu – lima tahun lalu.

“Kana juga kangen banget sama Juan.” Lirih gadis itu.

Juan mengerutkan dahinya, menatap Kana yang menangis.

Tangannya terulur mengusap pipi gadis itu. Netra mereka bertemu. Senyuman Juan tak luput dari tempatnya.

Akhirnya, waktu dimana Juan sangat merindukan keindahan tatapan mata dari Kana yang kosong kini terlihat semakin indah dengan bayangan dirinya disana.

Kini, tatapan itu tidak kosong lagi. Sudah ada kehidupan yang tergambar disana.

“Ayo.”

Kana mengernyit. “Kemana?”

“Inget whislist yang Juan buat dulu? Sekarang Juan bakalan nepatin janji.”

Juan menarik tangan gadis itu namun Kanaya tidak bergerak sedikitpun. “Kenapa?”

“Kamu apa ga capek?” Juan menggeleng.

“Engga, ayo.”

Kanaya tersenyum, berjalan sejajar dengan Juan serta menatap lelaki itu lekat adalah keinginannya sejak dulu.

Senyuman Juan yang selalu ingin dia lihat secara langsung akhirnya kini nampak oleh indranya.

Sore itu, kedua insan itu saling melepas rindu tanpa tahu seseorang telah menunggu.

Juan menapakkan kakinya kembali di Indonesia setalah 5 tahun pergi meninggalkan semuanya dalam diam dan tanpa sepatah kata.

Dia bergegas menuju ke tempat yang sudah dia pikirkan bahkan saat dia masih di London.

“Nak Juan?” Ibu Lina yang menyapu halaman depan panti terpaku menatap lelaki yang sudah lama hilang entah kemana. Matanya berkaca-kaca.

Juan tersenyum menampilkan lesung pipinya, berlari kecil memeluk ibu Lina. “Ibu apa kabar?”

Tetes air mata mengalir begitu pelan dari netra milik Ibu Lina. Dia mengangguk tak sanggup menjawab.

“Ibu, Kana mana?”

Ibu Lina mengusap bekas air matanya tersenyum. “Dia tadi bilang mau ke taman nak.”

Juan mengangkat alisnya. “Sendiri?”

Ibu Lina menggeleng. “Sama nak Riki.”

Juan ber-oh ria. “Yaudah bu, Juan mau nyusul Kana dulu ya.”

“Hati-hati nak Juan.” Ucap Ibu Lina saat Juan berlari menuju taman.


Juan berhenti, beberapa meter di depannya seorang gadis yang dia kenali berjongkok menatap bunga yang pastinya kalah cantik olehnya.

Sudut bibir Juan tertarik memperhatikan gerik gadis itu.

Dimana Riki? Pikirnya saat berjalan mendekat berusaha tak menimbulkan suara sedikitpun.

Gadis itu merogoh sakunya mengambil hpnya, Juan tersenyum gemas saat bahu gadis itu akhirnya melemah saat menyadari bahwa benda pipih itu kehabisan baterai.

“Yahhh lowbat.”

“Pantesan chat gue ga dibaca.”

“Nay tunggu sini ya, gue mau beli eskrim dulu.”

Kanaya mengangguk senang.

Riki lalu menjauh dengan berlari kecil.

Kanaya melihat-lihat bunga di taman.

Senyumnya kembali muncul saat kenangan bersama Juan terputar di otaknya.

Dia merogoh saku celananya menarik hp miliknya untuk memotret bunga-bunga ini.

“Yahhh lowbat.” Sungut Kanaya.

“Pantesan chat gue ga dibaca.”

Bola mata Kanaya membulat sempurna, tubuhnya menegang.

Riki menatap Sean yang duduk di depannya dengan malas.

“Sejak kapan?” Cercah Sean mmebuat Riki mengernyit bingung.

“Apa?”

“Lo tau maksud gue Ki.” Jawab Sean datar.

“Gatau, tiba-tiba aja.”

Sean mengangguk paham. “Lo ngerasa kesel sama Juan gara-gara apa? Kenapa lo selalu denial sama semuanya?”

Riki mendecak. Tidak lagi.

“Ki.”

“Gatau, kesel aja.”

“Lah? Freak lo bangsat.”

Riki menatap kawannya itu sebal.

“Lo kesel karena Kanaya masih sering ngomongin Juan kan? Mau sampe kapan lo kesel? Udah lima tahun Ki dan lo masih gini?”

Riki hanya diam, enggan menjawab.

“Ki, stop denial gue tau lo pasti ngerti sama hal-hal yang memungkinkan Juan ngilang selama ini dan menurut gue ngilangnya Juan adalah hal paling mustahil yang bisa lo jadiin alesan dari sikap lo selama ini.”

“Jujur aja, karena Kanaya kan?”

Tidak ada jawaban membuat Sean melanjutkan kalimatnya.

“Ki, gue paham. Gue paham bagaimana lo bisa sampe di titik ini. Lo udah terbiasa sama Kanaya selama ini, lo yang paling banyak habisin waktu sama dia jadi mustahil kalo lo ga jatuh. Meskipun lo tau, yang ada di kepala Kanaya selamanya cuma Juan.”

Kali ini, Riki yang daritadi menunduk mengangkat kepala menatap Sean datar.

“Gue liat Ki semuanya, gue udah nyangka ini sejak lo sering judesin Kanaya kalo dia bahas Juan di grup but after that lo malah ngepost foto dia di twitter.”

Sean menghela napas. “Ki, gue cuma gamau lo buang waktu dan nyakitin diri lo sendiri. Engga, gue bukannya lebih ngedukung Juan.” Sean menggeleng. “Gue malah kepikiran lo Ki, gue gamau liat temen gue sedih makanya gue rasa gue harus ngomongin ini sama lo biar lo sadar dan mulai nyari bahagia lo sendiri. Selama ini gue cuma ngamatin lo sama Kanaya tanpa berkomentar, gue kira lo bakalan berhenti suatu saat karena capek sama Kanaya yang selalu ngomongin Juan tapi ternyata lo kekeuh juga.”

“Ki, maafin gue harus ngomong ini tapi mau bagaimana pun di hati Kanaya cuma Juan.”

“Dari apa yang gue liat, setiap kita kumpul dia selalu ngelakuin apa yang selalu dia lakuin sama Juan dulu. Lo bahkan bisa liat gimana dia kalo kangen sama Juan sampe qrt post-an Juan di twitter.”

Riki tertawa, memutar ingatannya yang anehnya membuktikan bahwa perkataan Sean adalah kebenaran. Tak satupun kenangan dari dirinya dan Kanaya yang murni berisi mereka berdua, selalu ada nama Juan disana.

Ki, Juan juga suka ini deh.

Dulu, Juan juga sering fotoin aku.

“Lo bahkan sampe manggil Kanaya dengan nama yang beda biar bayang-bayang Juan ilang tapi apa Ki? Kanaya selalu manggil dirinya dengan nama yang Juan pake, Kana.”

Nay, mau gue jemput ga?

Boleh Ki, tapi Kana mau beli kue buat ibu Lina dulu ya?

Ki, Kana boleh minta tolong ga? Mau beli kado buat Lila.

Nay, daritadi gue manggil. Lo ga denger?

Eh maaf Ki, Kana melamun hehe.

“Ki, tugas kita cuma jaga Kana sampe Juan balik. Cuma itu. Jangan sakitin diri lo sama hal yang lo udah tau ujungnya bakalan gimana Ki.” Ucap Sean sedih.

Dia sebenarnya juga sangat berat mengatakan ini pada sahabatnya, namun dia peduli. Mungkin terkesan jahat atau berat sebelah tetapi hanya itu yang bisa dilakukannya untuk menyelamatkan Riki yang keras kepala.

Saking keras kepalanya, dia sanggup menyukai Kana selama ini tanpa memikirkan dirinya dan memilih untuk menjauh dari hal-hal menyangkut Juan.

“Lo boleh jatuh cinta, tapi pikirin diri lo juga. Jangan bodoh.”

Riki berdiri, berjalan keluar dari ruangan Sean tanpa sepatah kata pun.

Kana tersenyum saat melihat pantulan dirinya di foto yang barusan diambil oleh Riki.

“Baguss.” Senyum gadis itu merekah indah membuat lelaki di depannya ikut tersenyum.

“Gue post di twitter gapapa kan Nay?” Tanya Riki yang diangguki oleh Kanaya.

Gadis itu kembali berjalan mengelilingi taman, sudah lama sekali rasanya sejak mereka ke taman itu terakhir kali.

Di satu sisi, Riki hanya duduk memandangi hp nya. Sean menghampiri sahabatnya itu, menatapnya dalam diam. Senyuman masih terpasang diwajahnya menatap foto Kanaya disana.

Sean teringat kepada Juan, hal yang sama juga terjadi pada lelaki berlesung pipi itu beberapa tahun lalu saat mereka mengunjungi panti asuhan bersama.

Saat itupun Sean sadar akan sesuatu.

“Ki.”

Riki berdehem. “Hm?” Masih dengan senyuman yang tak hilang sedetikpun.

Sean menghela napas. “Gajadi.”

Riki menatap gadis yang duduk di depannya menyuap eskrim dengan hati-hati.

Riki terenyuh, entah sejak kapan gadis ini terlihat semakin cantik.

Entah sejak kapan, tawa gadis itu menjadi candu baginya.

Entah sejak kapan, tak melihat gadis itu seharian membuat dirinya menjadi gelisah.

Dan entah sejak kapan, dirinya kesal jika gadis itu berkata bahwa dia merindukan sahabatnya— Juan.

Riki menghela napas.

“Riki kenapa?” Tanya gadis itu.

“Gapapa Naya.”

“Eskrim Kana udah abis, tapi kenapa punya kamu di aduk doang?”

Riki menatap eskrim miliknya yang sudah mencair. “Gapapa.”

Ekspresi Kana seketika berubah. “Riki lagi sedih ya? Bisa cerita sama Kana kok kalau mau.”

Lelaki itu menggeleng. “Gapapa Nay.”

“Yaudah, Riki mau pulang aja ga?”

“Lo mau pulang?”

Kana mengangkat alisnya. “Engga, siapa tau kamu lagi ga mood apa gimana.” Gadis itu terkekeh untuk mencairkan suasana yang tiba-tiba saja terasa canggung.

“Lo masih sering kangen Juan?”

Kana terdiam.

“Masih ya.” Riki tertawa kecil.

“Yaudah yuk pulang.”

“Juannnnn.” Teriak Doni.

Juan yang baru saja keluar dari kelas menatap lelaki itu kebingungan. “Apaan.”

Doni memperlihatkan hp nya kepada Juan membuat lelaki berlesung pipi itu menatapnya tak percaya.

“Anjir, setelah hampir setaon.”

“Gue kira dia udah lupa kalo gue pernah nelfon dia.” Kekeh Juan.

“Emang dia bisa tau?”

“Kayaknya, buktinya dia nanya?”

Doni mengangguk paham. “Terus gimana?”

“Aman. Hp lo buat gue ya? Nanti gue ganti.”

“Hati-hati, entar ketauan om botak malah dibanting.”

Juan berlalu mengangkat jempolnya. “Semangat kelasnya.”

“Ga ah, mau cabut.”